Ini cerita sederhana seorang pemuda di pedesaan. Tentang masalah pertumbuhan dan ketertarikan terlarang. Punya kakak ipar yang cantik dan seksi, itulah yang di alami Rangga. Cowok berusia 17 tahun itu sedang berada di masa puber dan tak bisa menahan diri untuk tak jatuh cinta pada sang kakak ipar. Terlebih mereka tinggal serumah.
Semuanya kacau saat ibunya Rangga meninggal. Karena semenjak itu, dia semakin sering berduaan di rumah dengan Dita. Tak jarang Rangga menyaksikan Dita berpakaian minim dan membuat jiwa kejantanannya goyah. Rangga berusaha menahan diri, sampai suatu hari Dita menghampirinya.
"Aku tahu kau tertarik padaku, Dek. Aku bisa melihatnya dari tatapanmu?" ucapnya sembari tersenyum manis. Membuat jantung Rangga berdentum keras.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 - Mati Lampu
Rangga menyamakan langkahnya dengan Astrid. "Balas dendam? Apa maksudmu?" bisiknya.
"Buat aku mendesah sampai terdengar ke kamar Kak Dita," balas Astrid.
"Enggak!" Rangga langsung menggeleng. "Aku nggak bisa, Trid. Itu akan merugikan kita. Aku nggak mau!"
"Merugikan kita?" Kening Astrid mengernyit.
"Iya! Terutama kau sebagai cewek. Kalau tetangga juga dengar, kan gawat!" jelas Rangga.
"Ya nggak sampai kedengaran ke tetangga kali, Ga!" Astrid tampak kesal.
"Kalian kenapa?" Dita terlihat berhenti melangkah dan menoleh ke arah Rangga dan Astrid. "Seru banget kayaknya ngobrolnya," sambungnya.
"Aku nggak jadi ikut ke rumah, Kak. Aku pulang saja. Perutku mendadak sakit," ucap Astrid sembari memegangi perut. Kemudian beranjak pergi begitu saja. Dia jelas merajuk pada Rangga.
"Eh, tapi..." Dita bingung harus bagaimana.
"Biarkan saja, Kak. Dia kayaknya udah nggak tahan mau berak," kata Rangga. Dia berjalan melewati Dita. Ia sekarang terpikir hanya ingin kembali ke rumah. Rangga sudah capek menanggapi sikap Astrid yang rasanya sulit dia hadapi. Gadis itu terlalu menuntut, dan terlalu berambisi.
Dita tak punya pilihan lain selain kembali berjalan. Dia menyamakan langkahnya dengan Rangga. "Kenapa? Kalian mendadak berantem?" tanyanya.
"Enggak. Dia beneran sakit perut," tanggap Rangga.
"Cie... Yang udah punya pacar. Dia cantik banget loh, Ga. Tapi Kakak kayaknya nggak pernah lihat dia selama tinggal di desa ini."
"Dia cewek baru, Kak. Cewek kota. Keponakannya Pak Warsito."
"Hah? Yang benar? Kaya raya dong!"
"Begitulah. Pak Warsito..."
"Wah! Harus dipertahankan tuh, Dek. Cantik, terus kaya lagi. Susah cari gadis begitu di desa ini." Dita menyenggol Rangga dengan sikunya. Senyumannya begitu manis. Apalagi ditambah dengan rambut yang beterbangan karena diterpa angin.
Rangga terkesiap saat menatap Dita. Jantungnya lagi-lagi berdebar lebih cepat. Perasaannya memang tak bisa dibohongi, hatinya memang menyukai Dita.
"Tapi orangnya ribet, Kak. Aku merasa nggak cocok sama dia," sahut Rangga.
"Baru juga pacaran kan? Harus adaptasi dulu. Nanti pasti menemukan kecocokan," ujar Dita.
Setibanya di rumah, Rangga dan Dita menemukan kalau listrik mati. Bukan karena mereka tidak bayar tagihan listrik, tapi katanya karena ada perbaikan.
'Kayaknya listrik bakalan mati lama. Katanya ada pohon tumbang dan kena tiang listrik. Pasti lama perbaikannya.'
Pesan dari Junaidi itu membuat Rangga menghela nafas panjang. Dia dibuat cemas saat Firza tak kunjung pulang. Perlahan hari semakin gelap. Rangga dan Dita berduaan di rumah.
Sampai akhirnya Rangga nekat menelepon kakaknya. Tepat sebelum baterai ponselnya habis. Tak lama, panggilan dijawab oleh Firza.
"Bang! Kapan pulangnya? Di sini listrik mati loh," ujar Rangga. Dahinya berkerut karena berusaha mempertajam pendengaran, dia bisa mendengar ada suara musik dari telepon Firza.
"Kayaknya agak larut malam deh, Ga. Soalnya lagi ada kerjaan nih. Ribet!" jawab Firza dari seberang telepon.
"Bang Firza dimana? Kayaknya ramai banget di sana."
"Em, anu... Ini aku di pasar malam. Lagi nangkap copet! Udah dulu ya. Jagain Kak Dita!"
"Tapi--" Rangga tak sempat bicara lagi karena Firza terlanjur mematikan telepon lebih dulu.
Rangga melihat matahari sudah sepenuhnya tenggelam. Di luar Dita sudah menyalakan lampu semprong.
"Rangga! Ayo kita makan! Sebelum harinya makin gelap!" pekik Dita.
Rangga keluar dan segera duduk di meja makan. Di seberangnya ada Dita yang sudah menikmati hidangan.
"Bang Firza katanya lembur ya?" tanya Rangga.
"Iya, kamu nelepon dia juga. Katanya lagi nangkap gembong narkoba," jawab Dita.
"Gembong narkoba?" Rangga kaget.
"Iya. Abangmu itu emang keren ya. Aku bayangin dia nangkap penjahat kayak di film-film," sahut Dita.
Sementara Rangga tersenyum kecut. Karena dia sadar kalau alasan yang diberi Firza padanya dan Dita berbeda.
Rangga lebih mengerti dita sebaliknya juga begitu rasanya mereka cocok
mangats thor sllu ditunggu up nya setiap hari