____________________________
"Dar-Darian?" suaranya pelan dan nyaris tak terdengar.
"Iya, akhirnya aku bisa membalas kejahatan mu pada Nafisha, ini adalah balasan yang pantas," ucap Darian Kanny Parker.
"Kenapa?" tanyanya serak dengan wajah penuh luka.
"Kau tak pantas hidup Cassia, karena kau adalah wanita pembawa masalah untuk Nafisha," ujarnya dengan senyum sinis.
Cassia Itzel Gray, menatap sendu tunangannya itu. Dia tak pernah menyangka akan berakhir di tangan pria yang begitu dirinya cintai. Di detik-detik terakhir. Cassia masih mendengar hal menyakitkan lainnya yang membuat Cassia marah dan dendam.
"Keluarga Gray hancur karena kesalahan mu, Cassia! Aku lah yang membuat Gray bangkrut dan membuat kedua orang tuamu pergi, jadi selamat menemui mereka, Cassia! Ini balasan setimpal untuk setiap tetes air mata Nafisha," bisik Darian dengan senyum menyeringai!
DEG!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Di sudut kantin yang agak tersembunyi, layar ponsel pentolan YHS kelompok yang selalu jadi pusat perhatian menampilkan sebuah video yang membuat seisi meja bergemuruh. Suara merdu dari video itu seketika menarik perhatian semua mata.
Russel, si playboy ulung, melempar senyum nakal sambil mengedipkan mata pada teman-temannya, "Suaranya indah bukan?"
"Kau ini tidak bisa melihat tubuh wanita yang sexy sedikit ya?" Vladimir berceletuk kesal dengan jari yang menoyor kening Russel.
"Aku kan normal, jadi wajar saja, bukan?" Russel tersenyum menggoda.
Namun, netranya melirik pada Mutiara yang mengobrol santai dengan para sahabatnya.
"Itu bukan normal tapi terlalu normal," sindir Morgan dengan sinis.
"Kau mengatai aku hyper begitu?" Russel mendelik.
"Bagus kalau merasa," Morgan menjawab acuh. Sedangkan Russel berdecak keras.
Pertikaian kecil itu sudah menjadi lagu lama dalam kelompok mereka, sesuatu yang tak lagi mengejutkan. Apalagi dengan tingkah Russel dan Morgan yang selalu saja bikin suasana memanas tanpa henti.
Dax menatap lekat ke arah Darian, yang tiba-tiba membeku, matanya terpaku pada layar ponsel mewahnya yang terus memutar video itu tanpa henti.
"Ada apa, Darian?" suaranya dingin, tapi penuh tekanan, memecah keheningan yang tiba-tiba berubah jadi beban berat di antara mereka.
Diam Darian terasa menggerogoti ruang itu, seolah video di ponsel itu membawa rahasia gelap yang siap meledak kapan saja.
"Ak-"
"KAK DARIAN!" suara panggilan itu menggema di seluruh penjuru kantin.
Mereka melihat gadis yang biasanya bersama Nafisha datang dengan wajah cemas dan langkah yang begitu terburu-buru.
"Ada apa?" tanya Darian mendadak hatinya di liputi kecemasan akan keadaan Nafisha.
"Nafis Kak!" suara Gadis itu tersengal karena kelelahan.
"Nafisha kenapa?" desak Darian.
"Nafis pingsan di kamar mandi."
DEGH!
Cassia yang mendengar itu diam-diam tersenyum miring dan mencibir dalam hati,'Ini baru permulaan dan kamu tidak kuat? Sayang sekali, tapi aku tak akan berhenti hingga kamu mati!' kilatan kebencian itu membakar seluruh kebaikan dalam diri Cassia.
Ketenangannya di usik dan keluarga yang ia cintai di habisi. Maka jangan salahkan dia jika balasan pada orang-orang di kehidupan yang dulu menyakiti dia akan semakin mencekik mereka hingga mati mengenaskan.
...****************...
Sebelumnya,
Dengan wajah pucat pasi, Nafisha menggigit ujung jarinya hingga terasa perih. 'Siapa yang berani menyebarkan video itu? Aku... aku yakin itu aku,' batinnya bergemuruh, suara hatinya hampir pecah dalam bisu.
Matanya membelalak, menatap komentar-komentar jahat yang berhamburan di layar, tiap kata seperti pisau yang terus-menerus menusuk hati.
Tubuhnya lemas tak bertenaga, lututnya bergetar hebat tak mampu lagi menahan beban rasa sakit yang mengoyak.
Tepat di hadapan teman dekatnya, Nafisha tersungkur lemah, pingsan, tenggelam dalam badai aib yang tak terduga.
"Astaga, Nafisha! Kenapa kamu bisa pingsan seperti ini?!" Suaranya tercekat, napasnya tercepat, tangan gemetar tak karuan.
Dadanya sesak oleh panik yang merayap tanpa ampun. Kepala Cika berputar liar, otaknya berontak mencari jawaban harus berbuat apa? Kepanikan menjelma menjadi badai di dalam dada.
Tiba-tiba, kilasan sosok yang bisa menolong terbayang jelas di benaknya. "Ah... aku tahu harus minta tolong pada siapa!" gumamnya, suara kecil tapi penuh tekad.
Sebelum beranjak, ia menunduk di samping Nafisha, yang masih tergeletak lemah, dan dengan suara bergetar tapi tegas berbisik, "Tunggu di sini, jangan kemana-mana. Aku akan segera kembali dengan bantuan."
Tanpa menoleh lagi, Cika melonjak dan berlari secepat kilat, meninggalkan Nafisha dalam bayang ketakutan yang menggantung di udara.
Waktu seolah berhenti, hanya detak jantungnya yang terdengar nyaring mengisi keheningan.
Kembali ke saat ini
Setelah kabar Nafisha pingsan menyentak pikirannya, Darian langsung meloncat dari duduknya, jantungnya berdetak tak menentu.
Tanpa sepatah kata, ia berlari bagai kilat yang membelah malam, melupakan segala hal di sekitarnya. Langkahnya penuh putus asa, seakan nyawa Nafisha tergantung di antara desah nafasnya.
Sementara itu, Dax dan yang lain hanya saling bertukar pandang dingin, bahu mereka terangkat acuh tak acuh seolah sang wanita itu hanyalah bayang-bayang tak berarti.
“Biarkan saja, cewek itu gak penting,” suara Giovano menusuk udara, disambut anggukan sinis dari yang lain.
Di tengah keruhnya suasana, Vladimir mendekati Dax dengan mata penuh curiga, bisikannya menusuk telinga, “Kamu yang nyebarin, kan?”
Dax membalas dengan suara singkat dan dingin, “Bukan.” Jawaban itu seperti palu godam, memutus setiap celah yang coba digali.
Namun, ketegangan masih mengambang, lebih pekat daripada malam yang kelam.
" Terus siapa?" tanyanya lirih.
tidak sengaja di dengar oleh yang lain, membuat jiwa kepo Russel dan Giovano meronta-ronta.
" maksudnya, siapa?" tanya Russel.
" iya, terus kalian tadi bisik apa sih? Kok kita gak di kasih tahu?" tanya Giovano.
" bukan apa-apa." jawab Vladimir dan Dax bersamaan.
“Terus, siapa?” suaranya nyaris setengah berbisik,
tapi entah kenapa sampai ke telinga Russel dan Giovano, yang sejak tadi bergelora penuh rasa penasaran.
Russel menatap tajam, nadanya semakin mendesak, “Maksudnya, siapa apa?”
.Giovano ikut menekan, suara dipenuhi kepo, “Iya, kalian tadi bisik-bisik apa sih? Kok kita nggak di kasih tahu?”
Vladimir dan Dax saling bertukar pandang sesaat, kemudian serempak menjawab dengan nada dingin, “Bukan apa-apa.”
Namun, di balik kata itu, tergurat ketegangan yang tak bisa dibohongi seolah ada rahasia besar yang lebih baik disimpan daripada diungkap.
...****************...
Cassia duduk tenang di tengah riuh rendah bisik-bisik panas yang menggelegak di kantin mewah YHS itu.
Suasana bergetar penuh ketegangan, tapi wajahnya tetap beku, bagai patung porselen yang rapuh namun tak tergoyahkan.
Tiba-tiba, suara Arzhela memanggilnya, memecah lamunannya. "Cas."
Cassia menoleh perlahan, menatap gadis di depannya yang matanya penuh pertanyaan. “Apa?” jawabnya singkat, suaranya dingin seperti embun pagi.
“Menurut kamu, apa yang terjadi sama Nafisha?” Arzhela melontarkan kalimat itu ibarat petir yang menyambar dada Cassia, menghantam lapisan tenangnya yang selama ini berusaha dipertahankan dengan sekuat tenaga.
Cassia menghela napas berat, pandangannya teralihkan ke tempat lain. “Mana aku tahu,” jawabnya singkat, tapi kata-kata itu justru mengundang badai pertanyaan yang membuat mereka semakin penasaran.
Mutiara dan Arzhela saling bertatapan, lalu Rose ikut memandang Cassia dengan tatapan penuh waspada.
Dari matanya, terpancar api tersembunyi—sebuah gejolak yang belum pecah tapi bisa membakar semuanya sewaktu-waktu.
‘Apa yang sebenarnya kamu pendam, Cassia? Kenapa kamu seperti menahan ledakan yang siap hancur kapan saja?’ pikir Rose, merasakan getaran rahasia yang bersembunyi di balik sikap dingin itu.
Apalagi melihat perubahan dalam diri Cassia, dia yakin ada hal yang sahabatnya itu sembunyikan.