Istana Nagari, begitulah orang-orang menyebutnya. Sebuah bangunan megah berdiri kokoh di atas perbukitan di desa Munding. Tempat tinggal seorang juragan muda yang kaya raya dan tampan rupawan. Terkenal kejam dan tidak berperasaan.
Nataprawira, juragan Nata begitu masyarakat setempat memanggilnya. Tokoh terhormat yang mereka jadikan sebagai pemimpin desa. Memiliki tiga orang istri cantik jelita yang selalu siap melayaninya.
Kabar yang beredar juragan hanya mencintai istri pertamanya yang lain hanyalah pajangan. Hanya istri pertama juragan yang memiliki anak.
Lalu, di panen ke seratus ladang padinya, juragan Nata menikahi seorang gadis belia. Wulan, seorang gadis yang dijadikan tebusan hutang oleh sang ayah. Memasuki istana sang juragan sebagai istri keempat, mengundang kebencian di dalam diri ketiga istri juragan.
Wulan tidak perlu bersaing untuk mendapatkan cinta sang juragan. Dia hanya ingin hidup damai di dalam istana itu.
Bagaimana Wulan akan menjalani kehidupan di istana itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Ini di mana juragan?" tanya Wulan saat sado yang mereka naiki berhenti di sebuah bukit. Baru saja mereka melewati perkebunan teh milik juragan di mana para pekerja sedang beristirahat untuk makan siang.
Juragan melompat turun, dan menjulurkan tangannya membantu Wulan untuk turun pula.
"Ayo, turun! Saya akan mengajak Wulan ke tempat yang indah," ucap juragan dengan nada lembut mendayu.
Bibirnya yang tipis tersenyum manis, membuat Wulan mabuk kepayang. Ia menyambut uluran tangan itu dan beranjak turun dari kereta kuda. Keduanya berjalan di jalan setapak yang kanan dan kirinya dipagari oleh tanaman bunga.
Wulan mengernyit saat melihat sebuah bangunan tak asing di matanya. Bangunan permanen yang dicat warna putih, tinggi menjulang. Begitu mencolok di tengah-tengah hijaunya perkebunan teh.
"I-ini ...." Wulan menghentikan langkah, berbalik menghadap sebuah gunung yang tampak gagah. Mereka bukan di kaki bukit, tapi di puncak bukit lainnya.
"Ada apa?" tegur juragan yang berdiri di belakang Wulan, ikut menatap gunung itu.
"Apakah itu gunung Munding?" tanya Wulan pada juragan.
"Ya, Wulan benar. Itu gunung Munding. Kenapa? Apa Wulan mau pulang ke gunung?" bisik juragan tak rela istri kecilnya kembali ke tempat penuh bahaya itu.
Wulan menggeleng, teringat pesan nyai Darsih Wulan tidak boleh kembali ke gunung kecuali untuk urusan mendesak.
Wulan tersenyum, merindukan tempat tinggi itu. Tempat di mana dia bisa melihat seluruh desa Munding dengan segala kegiatan masyarakatnya.
Ternyata bangunan ini milik juragan. Dulu, saya hanya bisa melihatnya dari gunung. Bermimpi suatu saat akan ke tempat ini meski secara tidak sengaja. Tidak disangka saya benar-benar mendatangi tempat ini.
Perasaan Wulan membuncah, kebahagiaan meluap di dalam hatinya. Bangunan putih yang indah yang selama ini hanya ada dalam mimpinya, bisa ia datangi. Semua itu karena juragan, salah satu mimpinya saat turun gunung telah terwujud.
Wulan berbalik, tapi oleh karena juragan yang berdiri terlalu dekat dengannya. Membuat Wulan tak dapat mempertahankan keseimbangan tubuh. Ia terjengkang ke belakang dan nyaris terjatuh seandainya tangan besar juragan tidak cepat menangkap tubuh itu.
Juragan menariknya ke dalam pelukan, sekali lagi ia merasakan kehangatan dan ketenangan mengalir ke seluruh tubuh.
Kenapa setiap kali memeluk Wulan, tubuh saya terasa ringan tanpa beban.
"Terima kasih, Juragan." Wulan membalas pelukan, meluapkan kebahagiaan karena bisa mengunjungi tempat tersebut.
Juragan tersenyum, mengeratkan pelukannya. Sementara Wulan, mengernyit dalam-dalam. Semakin lama semakin merasakan keanehan yang semakin nyata.
Rasa ini lagi. Ada dengan tubuh juragan? Kenapa terasa aneh seperti ini?
Wulan bergumam di dalam hati, terheran-heran dengan perasaan yang ia rasakan saat bersentuhan dengan juragan. Ia juga bisa merasakan tubuhnya melawan keanehan itu. Wulan berniat melepas pelukan, tapi juragan menahan tubuhnya.
"Jangan dilepas! Biarkan seperti ini dulu beberapa saat saja," pinta juragan berbisik di telinga Wulan.
Ah, tubuh ini ... semoga saja bisa menahan keanehan dari tubuh juragan. Apa yang sebenarnya terjadi pada juragan?
Wulan mengernyit, ia bisa merasakan seluruh organ dalam tubuhnya bergejolak hebat. Hawa dingin di tubuhnya terus melawan hawa panas yang dihantarkan tubuh juragan. Semakin lama semakin menguras energi positif di dalam tubuh Wulan. Sementara juragan, terlihat lebih baik. Terasa seluruh beban yang selama ini mendera tubuhnya rubuh begitu saja. Lalu ...
Ugh!
Wulan terentak, memuntahkan seteguk darah hitam ke tanah. Tubuhnya lunglai, pucat seketika.
"Wulan!"
Juragan panik melihat darah yang disemburkan Wulan juga melihat wajahnya yang seolah-olah tak dialiri darah. Wulan tidak punya persiapan untuk melawan hawa ganas di tubuh juragan.
"Wulan! Wulan!" Juragan memanggilnya, tapi Wulan terus diam. Ia justru tersenyum menampakkan deretan giginya yang diwarnai merah darah.
"Kamu tidak boleh kenapa-kenapa, Wulan!" Juragan mengangkat tubuh Wulan dan membawanya masuk ke dalam villa.
Merebahkan tubuh perempuan itu di atas ranjang besar dengan perasaan yang berkecamuk.
"Juragan!" Panji muncul di hadapan sang majikan.
"Panggil Ki Barjah secepatnya ke sini!" titah juragan tanpa berpaling dari wajah Wulan.
Rumah Ki Barjah lebih dekat dengan perkebunan teh miliknya.
"Baik, Juragan!" sahut Panji seraya hendak pergi.
"Tidak perlu! Ini reaksi biasa. Sebentar istirahat juga akan sembuh," cegah Wulan dengan suara yang parau. Matanya terpejam, terlihat lesu.
"Kamu yakin?" Juragan menggenggam tangan Wulan yang berkeringat.
Wulan menganggukkan kepala pelan, dia tidak ingin kondisi tubuhnya yang istimewa diketahui oleh orang lain. Juragan menghela napas panjang, meminta Panji untuk pergi. Ia sendiri yang akan menjaga Wulan sampai waktu istirahatnya selesai.
Juragan beranjak naik ke ranjang, berbaring di sisi istri kecilnya. Menatap wajah ayu yang tak membosankan itu sambil tersenyum cemas. Perlahan, tangan Juragan terangkat memeluk tubuh Wulan.
Mau apa Juragan? Dalam kondisi lemah seperti ini saya tidak bisa melawan jika dia melakukan sesuatu. Semoga saja tidak! Beruntung kali ini hawa panas di tubuh juragan berhasil ditekan. Seharusnya tidak akan berpengaruh, bukan?
Hati Wulan bergumam pelan, berharap dapat memulihkan tenaga secepatnya.
giliran bs hidup enak ingin ikutan, ngapain dl kalian siksa