Season kedua dari "Two Promises"
Musim panas telah berlalu, dan Minamoto Haruki akhirnya berhasil menjalin hubungan dengan Yoshimoto Sakura. Namun, perjalanan waktu Haruki untuk menyelamatkan kekasihnya baru saja dimulai.
Seiring berjalannya waktu, bayang-bayang masa lalu mulai mengancam kebahagiaan mereka. Haruki harus menghadapi konflik internal keluarga Yoshimoto yang gelap, dan yang lebih mengerikan, rahasia besar yang selama ini disembunyikan Sakura mulai terungkap perlahan.
Akankah Haruki mampu mengungkap kebenaran dan mengubah takdir yang menanti? Atau, akankah usahanya sia-sia, membawa mereka pada akhir yang tragis seperti di masa lalu?
Saksikanlah perjuangan mereka dalam 'Two Promises 2"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulis Anonim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(Part 2) Ch. 26 - Malam Natal Yang Indah: Bagian 3
[24 Desember — 2015]
[•] Di dekat minimarket
*POV Mai
"Maukah kau ikut denganku sebentar, Mai-san?"
"—Hah?!"
Belum lama aku keluar dari minimarket untuk membeli cokelat yang lupa aku beli sebelumnya.
Namun saat aku berjalan pulang, dia muncul—Amane Shinji-kun, orang yang aku benci.
Dan dia langsung memintaku untuk ikut dengannya saat aku bertanya kenapa dia ada di sini.
Lihatlah wajahnya itu—tersenyum tanpa menyadari apa kesalahannya.
"Kenapa aku harus ikut denganmu, Amane-kun?"
Dengan rasa jijik dan kesal yang bercampur di dalam hatiku, aku bertanya padanya.
Dengan senyum polos, Amane-kun menjawab, "Ada yang ingin aku tanyakan dan katakan padamu, Mai-san."
'Ada yang ingin dikatakan padaku?'—katanya?!
Sambil menahan amarah, aku membalas, "Baiklah, aku turuti untuk kali ini saja. A-ma-ne-kun?"
"Terima kasih, Mai-san!"
Melihat dia jadi seenaknya seperti ini, membuatku menyesal—telah membatalkan perjanjian yang sebelumnya.
* * *
BEBERAPA MENIT SEBELUM FESTIVAL SEKOLAH BERAKHIR...
[2 Oktober — 2015]
[•] SMA Hoshizora
Sebelum festival sekolah dimulai, aku dan Amane-kun, kami bertanding—kelas siapa yang lebih baik boleh meminta satu hal dari yang kalah.
Dan sekarang, festival sebentar pagi berakhir dengan kemenanganku.
Yang di mana itu berarti aku boleh meminta satu hal darinya—berhenti menggangguku.
Karena itulah aku meminta Amane-kun untuk menemuiku di belakang sekolah.
•Belakang sekolah
"Ada apa memanggilku, Mai-san? festival sekolah belum berakhir lho!" Amane-kun bertanya padaku.
Bukan tanpa alasan aku memanggilnya sebelum festival ini berakhir—ada yang ingin aku bicarakan dengannya.
"Kau tahu kan, Amane-kun? ...kalau kelasku kemungkinan besar menang?"
Amane-kun mengangguk atas pertanyaanku. Setelah itu, dia berkata.
"Aku tahu itu, Mai-san. Lalu kenapa kamu mengajakku bertemu di sini?—ingin menertawakan kemenanganmu?"
Aku menggeleng, lalu menjawab, "Tidak, Amane-kun. Aku memanggilmu karena ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
"Apa itu?" tanyanya
"Aku ingin membatalkan pertandingan ini sebelum festival berakhir, Amane-kun."
"....."
Keheningan datang setelah itu—jawabanku telah membuat Amane-kun terdiam selama beberapa saat.
"Lalu... atas dasar apa kamu membatalkan pertandingan kita?"
"Aku hanya tidak bisa menerima kemenanganku yang seperti ini. Tidak ada alasan yang lain."
Aku menundukkan kepalaku selama menjawab pertanyaannya.
Amane-kun berbalik—sambil membelakangiku, dia berkata.
"Baiklah jika itu yang kamu mau, Mai-san. Kita batalkan pertandingan ini."
Suara Amane-kun saat mengatakan itu, terdengar sangat lembut namun ada sesuatu di baliknya.
Apa baru saja Amane-kun menyesal karena aku membatalkannya?
Aku mengangkat kepalaku dan melihat Amane-kun—itu bukanlah punggung yang biasanya. Punggung yang penuh dengan rasa penyesalan.
Apa... yang disesalkan oleh orang sepertinya?
Kenapa aku... merasa kasihan terhadapnya ya?
* * *
KEMBALI KE SAAT INI...
[24 Desember — 2015]
Saat ini, aku sedang bersama Amane-kun. Namun perasaan pada hari itu masih terus terasa di dalam.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku?" tanyaku padanya yang berada di hadapanku.
"Mai-san, apa kamu masih ingat dengan apa yang akan aku minta jika menang saat festival berakhir?"
Aku mengangguk atas pertanyaan Amane-kun. Itu karena aku tahu permintaannya.
"Kau ingin aku mengingat satu perkataanmu, kan, Amane-kun?"
Dia mengangguk kecil, "Benar, Mai-san!" jawabnya.
"Lantas mengapa kau bertanya seperti itu, Amane-kun?"
Pertanyaanku membuatnya menundukkan kepala, memandangi kakinya di jalan yang kosong itu.
"Itu... ada hubungannya dengan yang ingin aku katakan padamu, Mai-san."
T-tunggu dulu. Kenapa suasananya jadi serius begini?
"Memangnya apa yang ingin kamu katakan padaku, Amane-kun?"
"....."
Amane-kun terdiam—Ia menundukkan kepalanya selama beberapa saat sebelum kembali berbicara.
"Aku akan memberitahumu sekarang... tentang perkataanku yang aku ingin kamu ingat waktu itu, Mai-san."
"—Eh?!"
Saat ini hati dan pikiranku dilanda kekacauan, bukan karena ucapannya, melainkan nada bicaranya yang sangat sopan itu. Sama sekali bukan dirinya yang biasa.
Entah mengapa, aku tidak merasa senang sama sekali.
Biasanya dia selalu berbicara seenaknya padaku sejak hari itu, namun saat dia bicara sopan seperti ini.
Rasanya seperti ada yang kurang...
"Nee, Amane Shinji-kun. Kenapa kamu sangat ingin aku mengetahuinya?"
"Karena dengan kamu mengingat perkataan itu saja, sudah membuatku senang, Mai-san."
Dengan cepat Amane-kun langsung menjawab setelah aku bertanya.
"Apakah itu sangat berharga bagimu?" tanyaku lagi memastikan.
"Benar," jawabnya dengan suara yang jelas.
"Kalau begitu... beritahu aku, Shinji-kun!"
Entah mengapa aku merasa harus mengetahuinya. Mungkin saja, itu juga sesuatu yang berharga bagiku.
"Baiklah, Mai-san."
Setelah itu, Amane-kun mulai berbicara padaku selama beberapa menit.
Dalam saat-saat seperti itulah, Amane-kun menjelaskannya padaku dan aku pun mendengarkannya dengan baik.
•Beberapa menit kemudian....
"Tidak... mungkin."
Baru saja Amane-kun selesai memberitahuku tentang perkataannya yang harus aku ingat—serta penjelasan di balik perkataan tersebut.
Namun, hatiku masih belum siap untuk menerima itu semua.
"Mungkin kamu belum bisa mempercayai perkataanku saat ini. Tetapi aku yakin kalau kamu akan mengerti, Mai-san!"
Dengan suara lembut dan sopan Amane-kun mengatakan itu.
Aku menundukkan kepalaku—memandangi jalan itu dengan perasaan bimbang yang masih terasa di dalam hatiku.
Pada saat itu, Amane-kun pergi meninggalkanku sendiri. Mungkin dia mengerti untuk membiarkanku sendiri untuk sementara ini.
"Apa... yang harus aku lakukan mulai saat ini?"
Ternyata benar yang Amane-kun katakan—mungkin aku akan memerlukan waktu untuk sendiri selama beberapa menit setelah dia akan mengatakan itu.
* * *
SEMENTARA ITU SAKURA DAN HARUKI DI TAMAN...
[•] Taman
*POV Sakura
Saat ini aku dan Haruki-kun sedang duduk berduaan di satu bangku di taman ini.
Sambil memandang bintang-bintang di langit, sesekali aku melirik Haruki-kun di sebelahku.
Haruki-kun memandangi bintang-bintang itu dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi
Tetapi aku tahu, kalau Haruki-kun pasti memikirkan kata "Indah" saat melihat bintang-bintang itu.
"Nee, Haruki-kun..."
Haruki-kun menoleh dan bertanya, "Ada apa, Sakura?"
Sambil tersenyum, aku menjawab dengan singkat pertanyaan Haruki-kun.
"Bintang... terlihat indah, kan, Haruki-kun?"
Haruki-kun tersenyum mengangguk, lalu berkata, "Um, kamu benar, Sakura! Melihat butiran cahaya yang nampak kecil itu, dapat memenangkan hatiku."
"Benar kan?"
Nee, Haruki-kun... mungkin sekarang bukanlah saatnya untukku....
Aku kembali menghadap ke atas dan memandang bintang-bintang itu sedikit lebih lama—Haruki-kun memanggil namaku tak lama kemudian.
"Naa... Sakura."
Aku menoleh dan melihat Haruki-kun yang sedang menundukkan kepalanya.
"Kenapa memanggil namaku, Haruki-kun?" tanyaku.
"....."
Haruki-kun diam termenung selama beberapa saat di sana—hanya tatapan mata yang sedang memandang kejauhan itulah, yang dapat aku lihat.
Apa... yang Haruki-kun pikirkan saat itu ya?
Tak lama kemudian, Haruki-kun kembali mengangkat wajahnya menoleh menatapku.
"Maaf, tidak jadi... Sakura," tuturnya.
Menaruh tangan di dada, aku memejamkan kedua mataku dan kembali merenung.
Menarik napas panjang dan mengembuskannya kemudian.
Aku kembali membuka mataku dan melihat Haruki-kun sedang menatap wajahku—mata kami bertemu.
Jantungku berdebar kencang tak karuan, mataku berbinar memandang wajahnya.
Mengepalkan tangan di depan dada, aku sedikit tersenyum setelah memikirkan satu hal yang terlintas di kepalaku saat itu.
"Nee, Haruki-kun!" panggilku.
"Iya, Sakura?"
"Bisakah kamu memejamkan matamu sebentar?"
Bersambung....