Demi untuk mendapatkan pengakuan dari keluarga Tan, Claudia bersedia menikah dengan pria misterius yang penyakitan demi mengganti posisi Pricilia kakak tirinya.
Claudia lahir dari sebuah kesalahan ibunya yang hamil di luar nikah oleh ayahnya Morgan Tan.
Tidak pernah mendapatkan kasih sayang sejak kecil dan kerapkali mendapatkan hinaan, Claudia tumbuh menjadi wanita yang cantik dan percaya diri.
Takut akan rumor dan kondisi buruk Edward, kelurga Tan sengaja menukar anak gadisnya Pricilia dengan anak haram Morgan Tan yaitu Claudia. Apalagi terdengar rumor pria tersebut memilki penyakit aneh dan istri-istrinya meninggal secara misterius.
Lalu, bagaimana kah nasib Claudia di tangan kelurga Chen?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon enny76, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kembali lagi ke kandang
Dua jam sebelum nya...
Setelah kepergian Claudia. Austin bertanya pada sang suster yang berjaga di depan ruangan IGD.
"Suster, dimana pria yang tadi terjadi kecelakaan."
"Atas nama?"
"Edward Chen."
Sang suster mencari nama Edward Chen di buka daftar. "Maaf tuan, tidak ada nama Edward Chen, di daftar kecelakaan hari ini."
Austin lupa kalau yang membawa tuannya adalah Claudia. "Kalau begitu atas nama Claudia."
Sang suster mengecek kembali daftar buku pasien. "Nona Pricilia Tan." tanyanya.
"Iya benar."
"Pria itu masih di dalam, sedang kami observasi."
"Baiklah, saya tunggu di sini."
Austin duduk di bangku pengunjung. Tiba-tiba ia di kejutkan oleh tepukan seseorang di punggungnya.
"Tu-an? Austin terkejut "Bukannya tuan masih di observasi?"
Edward membuang nafas kasar "Aku hanya luka ringan. Kepala ku tadi sedikit terluka terbentur setir."
"Apa ini tidak sakit?" tunjuk Austin, pada bagian kening Edward yang di perban.
"Hanya sedikit!"
"Apa Tuan tahu yang menolong Anda nyonya Pricilia."
Tercetak senyuman tipis di wajah Edward. Wajah dingin tanpa ekspresi itu berubah manis seketika nama Pricilia keluar dari mulut Austin.
"Sebenarnya aku tidak benar-benar pingsan. Saat menabrak pohon besar, kepala ku pusing dan berkunang-kunang, mataku jadi sangat berat. Aku setengah sadar saat itu. Tiba-tiba ada seorang wanita masuk kedalam mobil ku, dia terlihat panik dan cemas. Aku buka mataku sedikit tanpa dia tahu, dan aku terkejut saat wanita itu adalah istri ku sendiri. Terpaksa aku lanjutkan sandiwara ini sampai tuntas."
Austin tersenyum "Di pikir-pikir bagus juga sandiwara tuan, bisa jadi aktor sungguhan." canda Austin sambil terkekeh, baru kali ini ia lihat tuan nya murah senyum. Biasanya menampilkan wajah dingin yang mencekam
"Tuan langsung tahu nyonya sudah pergi, apa tuan bekerja sama dengan suster?"
Edward berdecak "Apa kamu lupa? Rumah sakit ini salah satu yang aku donatur kan untuk penyakit jantung dan kanker."
Austin menepuk jidatnya "Astaga! Terlalu banyak Tuan jadi donatur untuk rumah sakit, panti jompo dan anak-anak telantar, saya jadi lupa."
"Pergi kemana Pricilia?!
Alih-alih sedang berbincang masalah internal Edward, pria itu justru teringat akan sosok istrinya yang sudah empat bulan di nikahi.
"Bilangnya ada acara di sebuah hotel, bukankah saudara nyonya Pricilia bertunangan hari ini?"
"Kau perintah kan bodyguard datang untuk mendampingi Pricilia, dan berikan kartu black untuknya. Dia telah berbaik hati menolong nyawa ku. Mulai saat ini dan di masa mendatang aku akan membalasnya."
"Baik Tuan!"
"Dan satu lagi, kau habisi orang yang telah memasukkan obat kedalam minuman ku. Untung saja aku sudah meminum obat penawarnya sebelum minum wine itu, jadi racun tidak berefek padaku."
"Laksanakan tuan, saya tidak akan segan untuk menghabisi siapa saja yang telah melukai tuan Edward."
Edward mengangguk
Bos dan anak buah itu melangkahkan pergi meninggalkan rumah sakit.
~Di hotel Cendana.
Claudia dan Marlina berjalan keluar dari hotel, sebuah sedan hitam sudah menunggu di depan lobby. Sang bodyguard membukakan pintu mobil untuk mempersilahkan Claudia dan Marlina masuk kedalam mobil.
Tanpa ragu Claudia masuk kedalam di ikuti Marlina.
"Siang Nyonya, kita akan pergi kemana?" tanya sang supir sopan.
"Kemana saja pak!" cetus Claudia yang masih terlihat kesal.
"Hah?!! Sang supir menggaruk kepalanya karena bingung.
"Jalan pak!" seru Claudia.
Akhirnya sang supir melajukan mobilnya walaupun di liputi kebingungan. Ia memutar-mutar jalan tanpa tujuan. Dua mobil sang bodyguard mengikutinya dari belakang.
"Kita akan pulang kemana Diah? Apa akan kembali ke rumah ayah mu?"
"Jangan sebut dia ayah ku bu! Aku tidak pernah memiliki ayah sejak dalam kandungan ibu!" ucap Claudia tegas.
"Claudia! Jangan bicara seperti itu, baik dan buruknya Morgan tetap ayah kandung mu."
"Tapi laki-laki itu sudah sering menyakiti ibu, bahkan menampar ibu di depan umum." Claudia mendengus kesal "Wanita jahat dan anak ular keparat itu juga menamparku. Tapi ayah hanya diam saja dan tidak membela ku sama sekali!"
Claudia menahan tangisnya, namun air mata itu tetap lolos juga. Walaupun ia berusaha tegar di depan banyak orang, tetapi di depan ibu kandungnya Claudia tidak bisa bersandiwara. Dia juga manusia biasa yang punya perasaan, dia juga bisa rapuh dan terluka.
Marlina menarik Claudia kedalam pelukannya, ia dapat merasakan rasa sakit yang anaknya derita. Tidak pernah di akui oleh kelurga ayah nya, di hina dan selalu di salahkan. Claudia sudah terbiasa hidup dalam tekanan dan bayang-bayang kelurga Tan. Di perlakukan tidak pernah adil, bahkan tidak mendapat pendidikan yang layak. Beruntung Claudia gadis yang cerdas, ia memperoleh beasiswa dari sekolah dasar hingga kuliah.
"Maafkan ibu, sudah membuat mu menderita. Seharusnya kamu tidak usah terima bujukan Ayah mu untuk menerima perjodohan kelurga Chen. Biarlah kita hidup di desa sebagai nelayan seperti dulu."
"Tuan Chen tidak bersalah bu, justru dia telah mengangkat harga diri kita di depan orang-orang jahat. Lihatlah tuan Chen, dia telah menolong kita."
"Kalau kamu sudah yakin tuan Chen baik dan perduli padamu. Jangan pernah tinggalkan dia, meskipun dia sedang sakit saat ini."
"Iya bu, selama keluarga Chen tidak melepaskan aku. Aku akan berada di sisi tuan Chen."
Marlina tersenyum seraya mengusap lembut rambut panjang Claudia.
"Nyonya, kita sudah muter-muter satu jam. Apa tidak ada tujuan yang pasti?"
"Ibu, aku akan membelikan ibu rumah."
"Tidak, jangan Claudia. ibu tidak mau, itu uang suami mu. Kamu jangan sembarang mengunakan uang orang, ibu takut suatu saat uang yang kamu pakai, di buat untuk kelemahan mu dan kamu tidak bisa membela diri sendiri."
Claudia terdiam, apa yang di katakan ibunya adalah benar. Ia tadi sudah berani mengeluarkan uang 10 milyar tanpa bertanya dulu. Tetapi, meskipun bertanya, pada siapa? Sedang kan dia tidak memiliki nomor telepon suaminya.
Memikirkan hal itu membuat Claudia menghela nafas.
"Jadi, tujuan kita sekarang kemana bu?
"Pulang ke rumah keluarga Tan, saat ini tidak ada pilihan lain nak "
Claudia menatap sedih wajah sang ibu. Harapan untuk membelikan ibunya rumah, pupus sudah.
"Pak, kita pulang ke komplek Arwana."
"Baik Nyonya."
ALL... BANTU KOMEN YA, BIAR AUTOR LEBIH SEMANGAT LAGI NULIS NYA. SEE YOU 🤗