NovelToon NovelToon
Azur Lane The New World

Azur Lane The New World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Anime
Popularitas:737
Nilai: 5
Nama Author: Tirpitz von Eugene

Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.

Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Beberapa jam telah berlalu, suasana di atas anjungan menjadi semakin tegang. Tirpitz berulang kali memeriksa koordinat pada peta, sedangkan Madjapahit tak henti-hentinya mengawasi area sekitar dengan radarnya. Kapal hantu Flying Dutchman sudah menghilang beberapa waktu yang lalu, tapi Tirpitz masih bisa merasakan keberadaannya yang tak begitu jauh dari armadanya.

"Kontak! Arah dua-dua derajat!" seru kapal penjelajah Mahakam Ulu memecah keheningan, "ada sembilan kapal, jarak dua puluh mil!"

"Battle station!"

"Battle station!" sahut Madjapahit memperingati yang lain.

Tirpitz mencoba mencari keberadaan kapal lawan di tengah badai itu, namun penglihatannya sangat buruk karna ombak yang terus menggulung menutupi jarak pandangnya. Kali ini Tirpitz tidak memerintahkan para gadis untuk memasuki mode tempur, sehingga mereka terpaksa mengendalikan kapal mereka dari anjungan masing-masing.

"Kontak bawah air! Tujuh orca terdeteksi berada di dalam konvoi musuh!" lapor Sandjaja.

"Siapkan perimeter! Suruh para hiu beraksi!"

Perimeter disiapkan! Hiu bergerak mengusir orca!"

Kapal-kapal perusak dalam armada itu segera mengubah formasi dan membentuk barisan di kedua sisi armada. Sonar-sonar mereka terdengar saling bersahutan guna melacak posisi kapal selam yang terdeteksi, sekaligus membimbing kapal selam Tjakra dan Nanggala karna sonar mereka dimatikan guna memperkecil kemungkinan terdeteksi.

RI Nanggala dan Tjakra adalah kapal selam kelas Type VIIC yang saat ini menjadi kelas Tjakra. Kedua kapal selam ini memiliki kemampuan yang bisa dibilang melebihi kapal selam di kelas yang sama, yaitu kemampuan untuk merayap dalam keheningan. Bahkan menurut hasil latihan terakhir, sonar kapal kawan sekalipun tidak dapat membaca pergerakan mereka berkat teknologi mutakhir ini!

Di saat tegang begini, Flying Dutchman kembali terlihat oleh Tirpitz. Namun kapal ini menunjukkan gerakan yang aneh, seolah hendak ikut bertempur dengan dibukanya palka-palka meriamnya mengarah ke posisi kapal Seiren berada.

Seolah mendapatkan petunjuk, Tirpitz segera meminta semua gadis kapal di armadanya untuk mempersiapkan persenjataan mereka.

"Siapkan senjata! Tunggu aba-aba menembak dari ku," ujar Tirpitz lalu melanjutkan, "ketika perintah ku berikan, semua kapal harus menembak serentak ke posisi kapal lawan yang terlihat!"

Marina yang berdiri di samping Tirpitz segera memperingati bahwa konvoi lawan memiliki dua kapal tempur. Informasi ini segera dimanfaatkan oleh Tirpitz untuk mulai merancang taktik yang efektif.

"Siapapun yang memiliki persenjataan di atas delapan inci, target kan kapal tempur dan penjelajah berat mereka! Sisanya beri dukungan tembakan untuk mengacaukan formasi lawan!"

Beberapa detik kemudian, kapal pertama mulai terlihat pada jarak sepuluh mil. Marina segera mengenali jenis kapal yang mulai memasuki kontak visual itu.

Kapal kelas Mass Production dapat dikenali dari bentuk lambungnya yang sangat aneh pada saat itu. Kapal kelas ini menggunakan model lambung Trimaran, yang membuat kapal ini sangat sulit dideteksi oleh radar pada jarak di luar lima belas mil tanpa sedikitpun keberuntungan.

"Itu pion Mark III, kapal perusak kelas mass production." ujar Marina menjelaskan.

"Semua gadis perusak dan penjelajah ringan, serang pion Mark III!"

"Perusak dan penjelajah ringan, sikat pion Mark III!"

Sandjaja dan Sisingamangaraja segera membuka tembakan pertama, di ikuti oleh Mahakam Ulu dan Kutai Kartanegara. Tembakan mereka berhasil mengenai kapal Seiren itu, namun kelihatannya kapal itu masih bisa bertahan dan hanya mengalami kerusakan ringan.

Tiga kapal pion yang berada di jarak pandang segera membalas tembakan dari Sandjaja dan yang lainnya. Tirpitz segera memerintahkan semua kapal untuk berbelok.

"Menghindar!"

"Berhasil menghindar!"

"Singosari-san, apakah kau bisa menerbangkan Junkers untuk mengganggu mereka?"

Singosari menjawab kalau itu mustahil, sehingga Tirpitz hanya bisa berharap bahwa badai ini segera pergi. Ditengah keputusasaan itu, tiba-tiba kapal hantu Flying Dutchman mengibarkan bendera Jolly Roger pada tiang layar buritan kapal itu. Sinyal ini segera dimengerti oleh Tirpitz yang langsung meminta semua kapal bersiap menembak.

"Bersiaplah menembak! Bidik target kalian!"

"Target telah dipilih, menunggu perintah selanjutnya!"

Sesaat kemudian, Flying Dutchman terlihat melakukan salvo dengan meriam-meriam nya, yang tentu saja bola-bola meriam mereka tidak pernah mencapai sasaran karna berbeda alam.

"Tembak!"

"Mulai menembak!"

Dengan serempak semua kapal di armada itu menembakkan meriam mereka, menciptakan salvo hujan peluru yang dengan cepat menumbangkan ketiga kapal pion itu.

"Pion dipulangkan!" sahut Madjapahit senang.

"Muat kembali lalu tunggu perintah!"

Marina kembali memberitahukan kepada Tirpitz bahwa ada dua kapal penjelajah ringan pada jarak tiga belas mil.

"Putar ke kanan! kita akan melakukan serangan frontal!"

"Putar ke kanan! Luruskan haluan ke arah lawan!"

Tak butuh waktu lama, kedua kapal penjelajah ringan Seiren terlihat. Flying Dutchman kembali menembakkan meriamnya, tapi kali ini ia juga mengarahkan haluannya mengikuti arah kapal-kapal armada yang dipimpin oleh Tirpitz.

"Salvo haluan penuh! Kandas kan dua kesatria itu!"

"Salvo haluan penuh!"

Meriam-meriam kembali mengaum melontarkan proyektil-proyektil mereka, kedua kapal penjelajah ringan segera pamit menghadap Neptunus setelah dihujani peluru-peluru penusuk armor.

Setelah menenggelamkan lima kapal lawan, kengerian mulai terlihat di depan Tirpitz. Beberapa peluru yang entah darimana asalnya menghantam buritan Mahakam Ulu, membuat gadis itu kehilangan tenaga penggeraknya dan perlahan tertinggal oleh formasi mereka.

"Apa kau baik-baik saja?"

"Kerusakan parah pada propeler, saya tak bisa melanjutkan pertempuran." jawab gadis itu dengan nada menyesal.

"Diponegoro, Brawidjaja, tolong kawal Mahakam Ulu kembali ke pelabuhan."

"Aye-aye," jawab Diponegoro lalu mulai berbelok untuk menghampiri kapal penjelajah yang malang itu, Brawidjaja mengikutinya dari belakang.

"Apakah kita harus tetap bertempur dengan keadaan begini? Sangat sulit membelokkan kapal besar ini, shikikan-san." ucap Madjapahit ketus.

"Tapi kau tidak bisa berubah ke mode tempur selama ada manusia di anjungan mu. Mau tak mau kita..." ucapannya segera dipotong oleh Marina.

"Kita bisa," ujar gadis kecil itu tanpa menoleh sedikitpun.

"Apa maksudmu?"

"Aku akan meminjamkan kekuatan ku. Selama Madja-sama memasuki mode tempur, kau akan berada di dunia para Seiren bersama ku tanpa kehilangan komunikasi dengannya."

Tirpitz terlihat ragu sejenak, tapi Singosari segera mengalihkan perhatiannya lewat komunikasi radio.

"Sepertinya ide bagus, kenapa tidak kita coba saja?"

"Apakah hal itu berbahaya? Karna bisa saja para Seiren mengetahui keberadaan ku di dunia mereka."

Tiba-tiba sebuah peluru menghantam geladak Madjapahit dan merusak salah satu dari empat turret meriam kaliber lima belas inci nya. Hantaman tadi membuat Madjapahit merasa kesakitan, ia segera memberitahukan bahwa turret yang dihantam mengalami malfungsi.

"Oke, kita coba saran dari mu."

"Genggam tanganku, dan kuatkan hatimu," ujar Marina sambil mengulurkan tangan kirinya kedepan. Tirpitz segera menggenggam tangan Marina sambil memberi perintah kepada para gadis.

"Mulai prosedur mode tempur!"

"Prosedur mode tempur, dimulai!"

Seketika tubuh Marina mengeluarkan cahaya keemasan, cahaya itu perlahan merambat lewat sentuhan tangan Tirpitz. Dalam sekejap mata mereka berdua sudah berdiri di atas pasir pantai, lautan dihadapan Tirpitz terlihat sangat tenang.

"Kita sudah sampai," ujar gadis itu menjelaskan, "kau bisa melepaskan genggaman mu."

Tanpa diminta kedua kalinya, Tirpitz segera melepaskan genggaman tangannya. Matanya masih terpana melihat keindahan lautan di depan matanya, lautan penuh kedamaian yang selama ini ia idam-idamkan.

"Shikikan-sama, apa kau mendengar ku?" tanya Madjapahit lewat radio.

Tirpitz segera mendekatkan mikrofon radio ke mulutnya lalu menjawab pertanyaan Madjapahit barusan, "Sangat jelas, sayangku."

Aneh rasanya jika dilihat bahwa kabel headphone yang ia gunakan bergelantungan di depan perutnya, tapi ia masih bisa mendengar suara Madjapahit pada headphone tersebut.

"Ada tiga kapal di jarak sebelas mil, salah satunya berukuran lebih besar."

"Dua kapal itu adalah uskup, kapal penjelajah berat, sedangkan yang besar itu adalah benteng, kapal tempur. Keduanya adalah Mark II, tipe yang paling lemah di kelas ini." ujar Marina menjelaskan.

"Fokuskan tembakan pada benteng, biarkan Singo-san dan yang lainnya mengurus dua uskup itu."

Madjapahit segera memberikan instruksi kepada para gadis. Suaranya terdengar sangat jelas di telinga Tirpitz, seolah Madjapahit sedang berada tepat di sampingnya.

"Eugene-san," panggil Marina yang sedang berbaring di atas pasir, disampingnya terdapat tumpukan pelepah kelapa yang terlihat sangat rapih, "mau kah kau berbaring disini dengan ku?"

Tirpitz segera beranjak menghampirinya lalu berbaring di atas tumpukan pelepah kelapa itu, ia merasa seperti sedang liburan meskipun situasinya sangat genting di sambungan radio.

"Aku hendak mengatakan sesuatu."

"Katakanlah, aku akan mencoba menjadi pendengar yang baik."

Marina memperbaiki posisinya, kali ini ia berbaring menyamping menghadap Tirpitz dengan kepalanya tertopang pada tangan kiri.

"Apa kau percaya dengan ungkapan Enterprise?"

"Maksudmu?"

"Bukankah Enterprise telah memberi tahu identitas ku sebenarnya?"

Tirpitz terdiam sejenak, otaknya mencoba mengorek kembali ingatan saat Enterprise memberitahukan identitas sebenarnya dari Marina.

"Ah, aku ingat! Tapi aku agak ragu dengan ungkapannya."

"Dia tidak berbohong, Eugene-san."

Tirpitz mengerutkan keningnya, ia mencoba memahami maksud ucapan Marina barusan.

"Aku adalah salah satu dari empat elit Seiren, tugas ku adalah untuk mengumpulkan dan mengoreksi data yang diperoleh dari para gadis kapal."

Mendengar ungkapan barusan, Tirpitz hampir saja tertawa. Di dalam pikirannya, ada yang lebih lucu dari ungkapan cinta seorang bocah cilik kepada kakek-kakek seperti dirinya.

"Data apa? Tentang kekuatan kami, umat manusia? Tentu saja jauh dibandingkan dengan kekuatan kalian."

"Hampir tepat, tapi juga tidak sepenuhnya benar."

Tangan Marina segera menyentuh kening Tirpitz. Sekilas nampak Marina sedang berada dalam sebuah perbincangan dengan tiga orang gadis yang tidak ia kenal, tapi dalam perbincangan itu mereka menyinggung soal kekuatan dari data kubus pengetahuan.

...****************...

"Apa kau sudah mendapatkan data yang kita butuhkan?" tanya gadis bertampang menyeramkan di depan Marina kepada gadis di sampingnya. Tangan gadis itu menggenggam sebuah alat yang entah gunanya apa.

"Belum, aku kesulitan menilai data-data yang kita dapatkan selama Kode G menghilang." ujar gadis yang ditanya. Gadis itu terlihat seolah duduk di atas kursi mengambang dengan tentakel-tentakel gurita yang hidup menjulur di sekelilingnya.

"Ah aku mulai bosan!" sahut seorang gadis cilik yang terlihat lebih muda dari Marina.

Gadis itu mengenakan gaun putih berlengan panjang dengan hiasan yang sama seperti yang dikenakan oleh Marina, hanya saja letak hiasan bunga mawar tiruannya berada di sekitar kerah depan gaunnya.

"Berhentilah mengeluh, Compiler!" bentak gadis bertampang menyeramkan.

"Ah ya sudah lah, kenapa tidak kalian tanyakan kepada Zero? Diakan biasanya punya data yang kita butuhkan."

Gadis bertampang menyeramkan dan yang satunya menoleh menatap ke arah Marina seolah menagih data yang mereka maksud, sedangkan gadis cilik yang dipanggil dengan Compiler terlihat memalingkan pandangannya menatap sesuatu di belakang gadis bertampang menyeramkan.

"Sejauh pengamatan ku, Kode G sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda keberadaannya." jawab Marina.

Setelah itu Tirpitz kembali ke dirinya yang semula. Ia segera menatap Marina yang saat ini sedang asyik memainkan kubus kristal di tangannya.

"Apa sudah cukup jelas, Eugene-san?"

1
Giuliana Antonella Gonzalez Abad
Cerita ini bikin ketagihan, thor. Cepetan update lagi ya! 🤤
Heinz Blitzkrieg: Otw brader wkwkwk
Kebetulan lgi rancang next episode sambil nyari referensi kapal nih😉
total 1 replies
Alexander
Aku udah rekomendasiin cerita ini ke temen-temen aku. Must read banget!👌🏼
Heinz Blitzkrieg: Terimakasih kak, semoga cerita karya saya dapat menghibur😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!