NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Tuan Mafia

Jerat Cinta Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

Dewi, seorang pelayan klub malam, tak sengaja menyaksikan pembunuhan brutal oleh mafia paling ditakuti di kotanya. Saat mencoba melarikan diri, ia tertangkap dan diculik oleh sang pemimpin mafia. Rafael, pria dingin dengan masa lalu kelam. Bukannya dibunuh, Dewi justru dijadikan tawanan. Namun di balik dinginnya Rafael, tersimpan luka dan rahasia yang bisa mengubah segalanya. Akankah Dewi bisa melarikan diri, atau justru terperangkap dalam pesona sang Tuan Mafia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 27

Langkah kaki Mia tergesa menuruni jalanan kecil menuju halte bus. Angin pagi menyapu wajahnya yang pucat, tapi matanya penuh dengan keyakinan. Tas selempang tipis tergantung di bahunya, hanya berisi beberapa potong pakaian dan dokumen penting. Tak ada waktu untuk menangis. Tak ada waktu untuk menyesal.

Di dalam hatinya, suara tangisan adiknya terus menggema.

“Mbak... aku takut...”

Air mata Mia nyaris jatuh, tapi ia cepat-cepat menghapusnya. Ia tak boleh goyah. Bukan sekarang. Karena hari ini, ia telah menjadi bagian dari permainan kotor. Tapi juga hari ini, ia mendapatkan cukup uang untuk memberi adiknya harapan hidup.

...

Dua bulan yang lalu...

Mia duduk di bangku belakang taman kecil di halaman rumah lama Tuan Rafael. Sore itu, senja menggantung murung di langit. Daun-daun kering beterbangan, dan Mia menggenggam ponselnya erat. suara dari seberang membuat dadanya sesak.

“Adikmu harus operasi pencangkokan hati. Segera. Kalau terlambat... risiko kematian tinggi.”

Itu suara dokter dari rumah sakit di kampungnya. Tangannya gemetar. Gaji yang ia kumpulkan selama delapan bulan tak cukup untuk membayar operasi sebesar itu.

Langkah kaki terdengar mendekat. Anjar, salah satu pelayan pria di rumah  Rafael, duduk di sebelahnya dengan napas berat dan rokok yang belum menyala.

"Ada apa?" tanya Anjar setelah menatap wajah Mia yang tegang.

Mia menoleh perlahan. Matanya sembab. “Adikku... dia butuh operasi. Tapi biayanya... aku nggak tahu harus cari dari mana. Bahkan tabungan yang kukumpulkan selama ini cuma cukup buat perawatan dasar.”

Anjar terdiam sejenak. Lalu menyalakan rokoknya. Asap putih mengepul.

“Bukankah kau akan ikut pindah ke rumah baru Tuan Rafael minggu depan?” tanyanya dengan suara datar.

Mia mengangguk, bingung dengan arah pembicaraan itu.

“Memangnya kenapa?”

Anjar menatap lurus ke depan.

“Kalau kau benar-benar butuh uang... ada pekerjaan yang bisa kau lakukan. Cepat. Dan bayarannya besar.”

Mia mengerutkan dahi. “Pekerjaan apa?”

Anjar menatap Mia lekat-lekat. Lalu berkata dengan berbisik, “Kalau kau mau, aku akan bicarakan ke kenalanku. Dia akan membayar mahal. Sangat mahal.”

...

Seminggu setelah percakapan itu, Mia menerima telepon dari nomor tak dikenal. Suara berat terdengar dari seberang.

“Aku Malik.”

Mia membeku di tempatnya.

“Temui aku malam ini, di taman kota. Jangan sampai ada yang tau.”

Dan malam itu, Mia berdiri di bawah lampu taman yang temaram. Malik datang dengan jas gelap, tangan kirinya memegang plastik kecil berisi satu butir pil putih.

Ia menyodorkannya pada Mia.

“Obat tidur kuat. Campurkan ke dalam minuman targetmu. Setelah dia tidak sadarkan diri, orang-orangku akan masuk dan mengambil yang lain.”

Mia menggigit bibir bawahnya. “Kalau aku ketahuan?”

Malik menyeringai. “Kau akan dapat 150 juta. Itu cukup untuk operasi adikmu, bukan?”

Tangan Mia gemetar saat menerima plastik kecil itu. Tapi ia tahu, ini satu-satunya jalan. Ia tak punya koneksi, tak punya tabungan cukup, dan tak mungkin mendapat pinjaman dalam waktu sesingkat ini. Pilihan ini salah. tapi ia melakukannya demi hidup satu-satunya keluarga yang tersisa.

...

Kini, di dalam bus antarkota yang berderu menembus jalan tol, Mia duduk memeluk tasnya erat. Ponselnya bergetar pelan.

Notifikasi Mobile Banking

Matanya membelalak saat melihat layar:

+Rp150.000.000,00

Pengirim: [ANONIM]

Tangannya langsung menutupi mulutnya. Dadanya bergemuruh. Itu bukan hanya uang. Itu adalah harga yang harus ia bayar jika rafael menemukannya. Hidupnya akan berakhir di dalam kandang harimau.

Ia menoleh ke luar jendela. Ladang-ladang hijau mulai terlihat. Kampung halamannya tak lama lagi.

“Adik... tunggulah. Kakak akan datang membawa harapanmu,” bisiknya pelan, seolah mengirimkan doa ke langit yang mendung.

Namun jauh di benaknya, Mia tahu… bayangan dari dosa hari ini mungkin akan terus mengikutinya, bahkan saat ia pulang membawa harapan.

...

Dewi terbangun dengan napas tercekat, tubuhnya bergetar hebat saat pandangannya mulai menyesuaikan dengan cahaya redup di ruangan itu. Bau apek dan debu menyengat hidungnya, membuatnya ingin muntah. Ia mencoba menggerakkan tangannya, namun langsung menyadari kenyataan yang lebih mengerikan. tangan dan kakinya terikat erat pada kursi kayu yang dingin dan lapuk.

Matanya terfokus pada sosok pria di hadapannya, duduk tenang seperti predator yang sabar menunggu mangsanya. Wajah pria itu belum terlihat jelas, tersembunyi di balik hoodie kelabu yang menunduk, namun aura gelapnya memenuhi ruangan yang sunyi itu.

“Siapa… siapa kamu…?” suara Dewi bergetar, napasnya tak beraturan.

Pria itu tidak menjawab. Ia hanya mengangkat kepalanya perlahan, memperlihatkan wajah yang membuat darah Dewi seakan berhenti mengalir. Separuh wajahnya rusak, penuh bekas luka bakar yang seperti merenggut sisi kemanusiaannya. Mata kirinya terlihat kosong, gelap, dan tak bernyawa. Namun mulutnya menyeringai, menampakkan deretan gigi kuning yang sebagian ompong.

“Selamat pagi,” ucapnya datar, tapi senyumnya membuat tubuh Dewi kaku seperti es.

“APA YANG KAU MAU?!” jerit Dewi, berusaha mengangkat tubuhnya dari kursi, tapi ikatan di pergelangan tangan dan pergelangan kakinya terlalu kuat. Tali itu menggesek kulitnya, meninggalkan rasa perih dan nyeri.

“Aku mau kamu,” jawab pria itu, dingin. Suaranya serak dan rendah, seperti seseorang yang telah lama kehilangan kewarasan.

Ia bangkit dari duduknya dan mulai berjalan mengitari kursi Dewi dengan langkah pelan, seperti seekor serigala kelaparan yang mengendus mangsanya. Suara sepatunya yang menyentuh lantai kayu berderak makin mempertebal ketegangan di udara.

“Kau tahu kenapa aku membawamu ke sini, kan?”

Dewi menggeleng pelan, matanya penuh ketakutan. Ingatan buruk menghantam kepalanya. ia pernah mengalami ini. Bertahun lalu. Wajah itu, situasi ini, rasa takut yang melumpuhkan.

Rafael.

Pernah… pernah ada momen mengerikan ketika ia juga terbangun dalam kondisi seperti ini. Rafael menyekapnya saat pertama kali mereka bertemu. Tapi Rafael… dia tak seperti ini. Rafael gila, tapi Rafael punya batas. Pria di hadapannya ini… tidak punya batas. Tidak punya rasa.

“Berapa usia kandunganmu?” tanya pria itu. Suaranya pelan, tapi ada nada ancaman yang jelas terasa di balik ketenangannya.

Dewi menahan napas. Ia tak menjawab.

“Berapa?” ulang pria itu, masih tenang, tapi kini langkahnya berhenti tepat di depan Dewi.

Perut Dewi terasa nyeri tiba-tiba. Ia menggigit bibirnya, menahan rasa sakit itu. Ia tahu, ia tak bisa menunjukkan kelemahan. Tapi tubuhnya mengkhianatinya. Tangan gemetarnya, wajah pucatnya, semuanya mengisyaratkan ketakutan.

“Jenis kelaminnya apa?” tanya pria itu lagi.

Dewi tetap bungkam.

Kesabaran pria itu runtuh. Dengan gerakan tiba-tiba, ia menarik pisau lipat dari saku celananya.

Klik.

Suara logam itu terdengar nyaring di ruangan sunyi itu saat pisau terbuka. Ia menunjuk perut Dewi dengan ujungnya, menggoreskan sedikit bagian baju di atas perutnya.

“Aku tanya… APA JENIS KELAMINNYA?!”

“Aku… aku tidak tahu…” bisik Dewi akhirnya, air mata mengalir perlahan di pipinya.

“Oh, jadi kau bahkan belum tahu jenis kelamin anakmu sendiri?” Pria itu tertawa kecil. “Bagaimana kalau aku beritahu?”

Ia mendekatkan pisaunya ke perut Dewi, cukup dekat hingga ujungnya menyentuh kulit. Dewi menjerit panik, tubuhnya menggeliat panik di kursi, tapi tidak bisa ke mana-mana.

“Apa yang akan kau lakukan?! Jangan macam-macam padaku! Kau tahu Rafael pasti akan menemukanku! Dan kalau dia menemukanmu… dia akan membunuhmu!”

Pria itu terdiam. Lalu tiba-tiba tertawa. keras, panjang, menggema di seluruh ruangan seolah-olah suara setan yang mengolok-olok.

“Kau pikir Rafael akan datang menyelamatkanmu?” katanya di sela-sela tawanya. “Kau benar-benar polos.”

Dewi menggeleng. “Dia akan datang… dia akan...”

“Sstt…” Pria itu mendekatkan jari telunjuknya ke bibir Dewi.

“Kau tahu kenapa aku begini?” bisiknya dekat telinga Dewi.

“Karena semua ini salah Rafael. Dia  menghancurkan hidupku. Aku kehilangan wajahku, keluargaku, masa depanku… karena dia. Dan kau… adalah bagian dari hidupnya.”

Dewi menatapnya, air matanya tak terbendung.

“Kau siapa…?”

Pria itu tidak langsung menjawab. Ia menarik kursi lain dan duduk tepat di depan Dewi, sejajar.

“Namaku Malik. Mungkin kau tidak tahu aku. Tapi Rafael tau. Dia pasti tau.”

Dewi menggigit bibirnya, tubuhnya bergetar tak terkendali. Rasa nyeri di perutnya semakin tajam. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Tapi ia tahu, pria ini tidak hanya gila. dia berbahaya.

“Jadi, Dewi…” ucap Malik dengan senyum sadisnya kembali,

“maukah kau mendengarkan cerita kecil tentang bagaimana Rafael menghancurkan hidup seseorang… dan bagaimana aku akan menghancurkan hidupnya, dimulai dari… kamu?”

Dewi tak menjawab. Matanya terpejam rapat, berusaha menahan rasa takut yang menggulung dalam dadanya. Jantungnya berdebar begitu kencang hingga ia takut pria bernama Malik itu bisa mendengarnya. Tapi ia tahu, diam bukan pilihan yang menyelamatkan. tidak dengan orang seperti dia.

1
Myōjin Yahiko
Bikin nagih bacanya 😍
Silvia Gonzalez
Gokil abis!
HitNRUN
Bingung mau ngapain setelah baca cerita ini, bener-bener seru!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!