Kehidupan Zayn berubah dalam semalam karena orang tuanya tega 'Membuangnya' ke Pondok Pesantren As-Syafir.
"Gila gila. Tega banget sih nyokap ama bokap buang gue ke tempat ginian". Gerutu Zayn.
---
Selain itu Zayn menemukan fakta kalau ia akan dijodohkan dengan anak pemilik pondok namanya "Amira".
"Gue yakin elo nggak mau kan kalau di jodohin sama gue?". Tanya Zayn
"Maaf. Aku tidak bisa membantah keputusan orang tuaku."
---
Bagaimana kalau badboy berbisik “Bismillah Hijrah”?
Akankah hati kerasnya luluh di Pondok As-Syafir?
Atau perjodohan ini justru menjerat mereka di antara dosa masa lalu dan mimpi menuju jannah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MayLiinda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
AUTHOR POV – PAGI, KAMPUS DANRA
Kampus DANRA pagi ini nggak cuma rame. Kampus ini kayak pasar malam yang gosipnya lebih panas dari wajan gorengan. Bukan cuma karena foto akad kemarin. Sekarang, ada senjata baru yang bikin suasana tambah brutal:
Video.
Video berdurasi 15 detik itu tersebar di grup WhatsApp kelas, akun gosip kampus, dan story IG. Angle-nya diambil diam-diam: Zayn dan Amira duduk di sofa apartemen. Amira ketawa pelan, Zayn bersandar santai.
Kalau orang waras lihat, biasa aja. Tapi caption-nya bikin pikiran orang langsung ke jurang:
“Nikah muda seru banget ya, Guys. Apartemen goals.”
Komentar banjir.
“Pantes aja diem-diem.”
“Fix, Amira bukan cewek biasa.”
“Anjir, niat kuliah apa bulan madu sih?”
Amira jalan di lorong, jilbabnya jatuh sedikit ke pundak. Pandangan semua orang nusuk ke dia. Ada yang bisik-bisik, ada yang sengaja ketawa sambil liat HP.
“Itu dia yang di video, kan?”
“Astaga, gila… di apartemen berdua? Udah nikah tapi kok gitu ya?”
Kaki Amira lemas. Dunia kayak menghantam dia berkali-kali. Nafasnya tersengal. Dia coba buka HP, dan ya Allah… DM penuh kata-kata nyakitin.
“Pantes alim, ternyata…”
“Gak malu ya, baru nikah udah show off?”
“Next konten kapan?” disertai emoji jijik.
Amira berhenti sebentar, nyender ke dinding.
'Ya Allah… aku nggak kuat. Apa ini cobaan karena aku nikah muda? Apa aku salah?'
Air mata panas menggenang, tapi dia paksa jangan jatuh.
ZAYN POV – AREA PARKIR
Gue membuka dan setelah masuk gue tutup pintu mobil keras-keras. HP di tangan gue hampir pecah saking pengen gue banting. Video itu?
Jelas-jelas rekaman dari apartemen. Gue nggak bodoh. Itu berarti… ada yang masuk ke privasi kita.
“Robi…” nama itu keluar kayak racun. Rahang gue mengeras dan menggertakkan gigi gue sampai bunyi.
Fatah jalan cepat ke arah gue, napasnya sedikit ngos-ngosan.
“Bro, video itu udah nyebar ke semua akun gosip kampus. Gue udah coba take down satu, tapi keburu di-share ulang.”
“Lo tau siapa dalangnya?” gue tanya dengan suara dingin.
“Feeling gue nggak jauh dari Brightzone.”
Gue kepal tangan di saku.
“Feeling? Gue pengen bukti, Tah. Cari tahu. Sekarang.”
AUTHOR POV – KANTIN KAMPUS
Syifa duduk di meja pojok, HP di tangan, senyum tipis nempel di bibirnya. Dari layar, dia lihat trending story:
“#ZaynNikahMuda”.
Bahkan ada yang bikin meme wajah Amira dengan tulisan “Queen of Hidden Moves”.
Afifah duduk di depannya, nahan tawa.
“Syif, gila… ini kampus panas banget gara-gara gosip itu.”
Syifa cuma nyeruput minumannya santai, tapi matanya nyala kayak lampu disco.
“Ya… makin panas, makin seru.”
“Lo… nggak sakit hati?” Ilmia nyeletuk sambil lirik ke HP Syifa.
Syifa senyum miring. “Kenapa gue harus sakit hati? Game baru aja mulai, Sayang.”
HP Syifa bergetar. Notifikasi masuk. Nama pengirimnya bikin dia senyum lebih lebar: Robi.
“Step dua sukses. Target udah goyah. Lo tau apa yang harus lo lakuin.”
Syifa balas dengan cepat:
“Gue urus. Siap-siap, Rob. Gue bakal buat dia runtuh dari dalam.”
Dia berdiri pelan, benerin rambut, senyum tipis.
“Gue cabut dulu. Ada yang harus gue temuin.”
Afifah dan Ilmia saling pandang.
“Mau kemana?”
Syifa cuma lempar senyum sambil jalan.
“Temuin… calon gue.”
AUTHOR POV – LORONG BELAKANG GEDUNG
Amira berdiri sendirian, sembunyi di pojok, air mata nggak bisa dibendung lagi. Bahunya bergetar halus. Dia buka catatan HP, nulis satu kalimat yang bikin hatinya lebih perih:
“Mungkin aku nggak pantas buat dia.”
Langkah pelan terdengar dari ujung lorong. Syifa datang dengan senyum ramah yang sebenarnya di baliknya ada sebuah racun.
“Amira…” suaranya lembut, seolah peduli.
Amira kaget, buru-buru hapus air mata.
“S-Syifa… ada apa?”
Syifa mendekat, pura-pura bawa tisu. Dia sodorin pelan ke Amira.
“Lo kuat banget ya? Gue salut sama lo.”
Amira bingung. “Maksud lo?”
Syifa tatap dia, senyum simpati palsu.
“Lo tetep bisa senyum walaupun satu kampus lagi hajar lo. Hebat banget. Gue… nggak bisa bayangin kalau gue di posisi lo.”
Amira nunduk, menggenggam tisu. Hatinya sedikit hangat, tapi ada sesuatu yang aneh di tatapan Syifa.
“Lo… nggak marah sama gue?” Amira lirih.
Syifa ketawa pelan, pura-pura.
“Marah? Buat apa? Gue bukan tipe cewek yang suka drama.” Dia mendekat sedikit, bisik pelan di telinga Amira:
“Lagian, semua orang punya rahasia… dan rahasia itu nggak selamanya aman.”
Amira merinding. Syifa mundur, lempar senyum manis.
“Keep strong, ya. Kita temenan kok.”
Dia pergi dengan senyum smirk yang terpatri di wajahnya dan meninggalkan Amira dengan dada yang makin sesak. Setelah meninggalkan Amira HP Syifa bergetar,ternyata sebuah pesan dari kembarannya Robi.
Robi: “Besok, waktunya jebakan. Siapin tempatnya.”
Syifa: “Done. Zayn bakal main sama kita sekarang.”
MARKAS BRIGHTZONE, MALAM
Lampu redup, bau rokok bercampur aroma minuman keras. Musik EDM pelan terdengar dari speaker. Robi duduk di kursi panjang, kaki selonjoran di atas meja, rokok terselip di jari. Di depannya, Juno lagi otak-atik laptopnya, Andre sibuk scroll medsos, Bara asyik ngelap knuckle.
Di layar laptop, video trending tentang Zayn masih diputar ulang. Semua ketawa kecil, kecuali Robi. Dia nggak ketawa, dia cuma senyum… senyum tipis yang bikin suasana makin dingin.
“Bagus. Gosip udah panas,” ucap Robi datar. “Sekarang… waktunya bikin ledakan.”
Juno berhenti ngetik. “Step tiga, Bro?”
Robi angguk pelan, tatapannya dingin. “Step tiga. Kita tarik Zayn keluar… jauh dari Amira. Gue nggak mau dia punya kesempatan jelasin atau ngelindungin ceweknya.”
Bara nyeletuk sambil ketawa. “Caranya?”
Robi buang abu rokok, senyum miring.
“Syifa yang gerak. Cewek itu punya modal gede buat narik perhatian. Kita main di tempat yang… Zayn nggak bakal nyangka.”
Andre angkat alis. “Club?”
Robi menatapnya tajam.
“Club. Tapi bukan club murahan. Tempat elegan. Lo semua urus logistik. Gue urus jebakan visualnya. Gue pengen besok pagi semua orang liat Zayn bukan cuma nikah muda, tapi juga main di tempat yang salah… sama cewek yang salah.”
Dia ambil HP, kirim chat ke Syifa:
“Tempat siapin. Outfit lu harus matiin. Dia nggak boleh punya alasan buat nolak.”
Syifa balas cepat:
“Santai, Bro. Dia bakal datang… dan gue pastiin Amira nggak siap nerima kenyataan.”
Robi senyum, tatap anak buahnya.
“Kalian tahu apa yang gue benci?”
Juno nebak asal. “Orang yang ngelawan lo?”
Robi ketawa kecil, tapi matanya gelap.
“Orang yang pura-pura suci. Besok… gue cabut semua kedok mereka.”
AUTHOR POV – APARTEMEN ZAYN, MALAM
Langit Jakarta gelap, tapi lampu kota menyala kayak lautan bintang. Di lantai 15, Zayn duduk di sofa, HP di tangannya nyala, tapi matanya kosong. Berita, gosip, video, komentar… semuanya bikin kepalanya panas.
Amira keluar dari kamar, bawa teh hangat. Wajahnya pucat, mata sembab. Dia duduk pelan di sebelah Zayn.
“Zayn…” suaranya lirih.
Zayn nengok, tatap matanya.
“Ya?”
“Apa… kita bisa lewatin ini semua?”
Zayn narik napas dalam, taruh HP ke meja, lalu pegang tangan Amira erat.
“Mir, denger gue baik-baik. Gue nggak peduli dunia ngomong apa. Gue nggak peduli mereka mau bikin apa. Gue cuma peduli satu hal: lo aman.”
Air mata Amira jatuh pelan.
“Tapi… kalau mereka bikin kamu hancur?”
Zayn geleng keras. “Nggak ada yang bisa hancurin gue selama lo di sini.”
Mereka saling tatap. Ada hangat, tapi juga ada retak yang nggak kelihatan. Karena di detik itu, HP Zayn bergetar lagi. Notifikasi dari nomor tak dikenal:
“Kalau lo cowok sejati, datang sendiri. Gue tunggu jam 10 malam di Club Luna. Jangan bawa siapa-siapa kalau mau beresin ini.”
Zayn baca, rahangnya mengeras. Dia tau siapa yang bikin undangan ini. Dan dia nggak mau Amira tau. Dia cuma balas pelan,
“Gue datang.”
Dia ambil jaket, berdiri.
“Lo istirahat ya. Gue keluar bentar, ada urusan penting.”
Amira bingung, panik. “Kemana, Zayn?”
Zayn cuma lempar senyum tipis, yang lebih mirip topeng dari pada ketulusan.
“Cuma sebentar.”
Pintu apartemen nutup. Amira berdiri di ambang, dadanya sesak.
SYIFA POV – CLUB LUNA, MALAM
Lampu neon ungu dan biru bikin tempat ini berasa kayak dunia lain. Musik pelan berdentum, orang-orang berkelas duduk di lounge sofa dengan minuman mahal di meja.
Gue duduk di pojok VIP, gaun hitam gue nempel pas di badan. Rambut caramel gue dibiarkan jatuh bebas. Senyum gue tipis, tapi tajam.
HP gue bergetar. Chat dari Robi masuk:
“Target OTW. Kamera siap.”
Gue balas:
“Gue pastiin dia nggak bisa nolak gue malam ini.”
Gue raih gelas, teguk sedikit. Mata gue fokus ke pintu. Beberapa menit kemudian… dia muncul.
Zayn.
Dengan kemeja hitam, jaket kulit. Wajahnya tegang. Tatapan matanya langsung nyapu ruangan sampai berhenti di gue.
Gue senyum.
“Selamat datang di permainan gue, Zayn.”
AUTHOR POV – CLUB LUNA, MALAM
Lampu ungu, biru, dan merah saling bersahutan. Musik berdentum pelan, nggak terlalu keras, tapi cukup buat nutupin bisik-bisik penuh rencana. Udara dingin AC bercampur bau alkohol dan parfum mahal.
Di pojok VIP, Syifa duduk anggun di sofa hitam. Gaun slim fit warna hitam membalut tubuhnya. Bibirnya dihias lipstik merah gelap, mata tajam penuh percaya diri. Di meja ada dua gelas—satu kosong, satu lagi berisi cairan amber yang nggak bisa dianggap teh manis.
Syifa sandarin tubuhnya ke sofa, kaki disilangkan. HP di tangannya bergetar. Chat masuk:
Robi: "Kamera udah standby. Pastikan dia duduk deket lo."
Syifa senyum tipis, jemari lentiknya mengetik pelan:
Syifa: "Tenang. Malam ini Zayn bakal punya dua pilihan: duduk di sini... atau hancur di luar sana."
Dia taruh HP, matanya nyapu ruangan. Dan di detik itu, pintu VIP kebuka.
Zayn masuk. Jaket kulit hitam, kemeja yang digulung sampai siku, langkah tegas. Sorot matanya nggak tenang. Dia langsung ngeh sama Syifa yang melambaikan tangan pelan, senyum menggoda.
“Zayn...” suara Syifa rendah, manis, tapi ada racun yang tersembunyi. “Gue kira lo nggak bakal datang.”
Zayn berhenti dua langkah dari meja. Tatapannya dingin.
“Lo yang kirim pesan?”
Syifa pura-pura kaget. “Pesan? Gue nggak kirim apa-apa. Gue cuma... pengen ngobrol.” Dia geser duduk, kasih ruang di sebelahnya. “Duduklah. Kita temen, kan?”
Zayn nggak langsung duduk. Dia tatap sekeliling, cari tanda-tanda Robi atau anak Brightzone. Tapi area ini kelihatan bersih.
“Gue nggak punya banyak waktu, Syifa. Kalau lo cuma mau main drama, gue cabut sekarang.”
Syifa nggak gentar. Dia pegang gelas di meja, putar pelan, cairan di dalamnya berputar mengikuti gerakan tangannya. “Drama? Oh, lo pikir gue nggak tau? Foto-foto lo sama Amira udah jadi trending topic. Semua orang lagi ngomongin lo.”
Zayn ngepalin tangan. “Kalau lo cuma pengen ngomongin gosip—”
“Enggak, Zayn,” Syifa potong dengan suara lebih dalam, matanya menatap tajam. “Gue pengen tau satu hal... Apa dia pantas buat lo?”
Kalimat itu bikin udara mendadak lebih berat.
Zayn naikin alis, nadanya rendah, tapi tajam kayak bilah pisau.
“Hati-hati, Syifa. Lo nggak punya hak buat nentuin siapa yang pantas buat gue.”
Syifa ketawa kecil, miringkan kepala. “Hak? Mungkin enggak. Tapi logika? Semua orang tau lo bisa dapetin cewek jauh lebih dari sekadar... dia.”
Tatapan Zayn dingin menusuk. “Lo nggak kenal dia.”
“Dan lo nggak kenal gue.” Syifa maju dikit, jarak wajahnya tinggal beberapa senti. Suaranya turun jadi bisikan, manis tapi beracun. “Kalau lo pengen hidup lo balik normal, lo butuh gue.”
Zayn nggak bergerak. Rahangnya mengeras. Dia bisa cium bau parfum Syifa, campur dengan aroma alkohol di meja. Dalam hatinya, kalimat doa berulang:
'Ya Allah... jangan biarin gue jatuh ke permainan ini.'
Tapi sebelum dia sempet mundur, suara pintu kebuka keras. Dua cowok berbadan gede masuk—anak Brightzone. Mereka jalan santai, pura-pura pelanggan, tapi mata mereka ngunci ke arah Zayn.
Syifa senyum tipis. “Lo punya dua pilihan, Zayn...” Dia angkat gelasnya pelan. “Duduk manis sama gue... atau keluar dan hadapin mereka.”
Zayn noleh ke pintu. Dua cowok itu udah nutup jalannya. Dia tarik napas panjang. Pilihannya jelas: tetap berdiri dan bikin ribut di club (yang bisa viral lagi)... atau duduk dan pura-pura ikut permainan.
Zayn akhirnya duduk. Rahangnya kaku, matanya dingin.
“Gue duduk bukan karena lo menang, Syifa. Tapi karena gue nggak mau bikin keributan di sini.”
Syifa mendekat, taruh tangannya di meja. Senyumannya menang.
“Good boy.”
CLICK!
Di luar, Robi tekan tombol kamera dari HP. Jepretan foto masuk: Zayn duduk di sofa VIP, Syifa miring ke arahnya, senyum sensual. Angle sempurna buat framing: cowok nikah muda selingkuh di club mewah.
Robi ketawa kecil di balik setir mobilnya.
“Bagus. Masuk perangkap, Bro.”
AUTHOR POV – APARTEMEN, MALAM YANG SAMA
Amira duduk di tepi ranjang. HP di tangannya udah mati berkali-kali karena refresh notif nggak ada tanda Zayn balik. Dia gelisah, jantungnya nggak tenang.
‘Kenapa dia belum pulang? Kenapa nggak jawab chat?’
Air mata turun pelan. Dia ambil kerudung, keluar apartemen. “Aku harus tenang. Aku harus ke masjid.”
Amira turun ke parkiran, pesan ojek online. Tapi begitu dia keluar gerbang apartemen... dua motor gede berhenti di depannya. Helm full face, jaket hitam.
“Amira Zahrattul Syafira?” suara berat.
Amira mundur, panik. “I-iya... siapa kalian?”
Cowok itu nggak jawab. Dia cuma buka pintu mobil hitam yang parkir di belakang. Dari dalam... Robi keluar. Senyum miring, mata dingin.
“Udah malam, Mir. Bahaya kalau sendirian.” Dia dekati pelan, tatapan licik.
“Ayo, ikut gue. Zayn lagi sibuk sama temennya di club. Gue janji lo bakal aman... sama gue.”
Amira gemetar, mata melebar. “Lo... siapa?”
Robi ketawa kecil, bisik di telinganya.
“Orang yang bakal hancurin semua hidup lo.”
Cowok-cowok Brightzone nutup mulut Amira dengan kain. Dia berontak, tapi tenaganya kalah. Dalam hitungan detik... Amira hilang ke dalam mobil.
Robi tutup pintu, nyalain rokok, tatap kaca mobil sambil senyum.
“Permainan baru aja naik level.”
ENDING BAB 27
Cut ke Club Luna. Zayn ngerasain firasat aneh, ambil HP buat ngecek Amira. Tapi notif WA terakhir cuma centang satu. Wajahnya menegang.
Robi kirim foto baru: Amira di kursi belakang mobil, mata tertutup.
Caption:
“Selamat datang di babak berikutnya, Bro.”
To Be Continued...✨️🫶