Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Cinta Atau Perpisahan?
Anak-anak terlihat begitu bahagia bermain di mandi bola. Raya yang terus mengikuti kemana Zenia pergi. Dan Zenia juga terlihat begitu menjaga adik sepupunya itu. Melati dan Delia duduk menunggu di kursi disana.
"Mel, kamu belum menjawab pertanyaanku"
Melati langsung terdiam, Zenia yang mengalihkan percakapan tentang pertanyaan tadi. Tapi ternyata Delia masih saja belum berhenti sampai mendapatkan jawaban dari Melati.
"Kak, aku tidak tahu apa Kakak akan bisa menjaga ini, atau mungkin tidak. Karena aku tidak bisa menceritakan apapun pada siapapun!"
Delia menghela nafas pelan, dia menatap Melati dan seolah melihat dirinya di masa lalu. "Mel, asal kamu tahu, bagaimana aku menjalani pernikahan yang tidak semudah itu. Mungkin kamu melihat aku dan Rey yang sekarang sudah menjadi pasangan suami istri yang saling mencintai dan saling memiliki. Tapi sebelum itu, sungguh berbeda Mel. Aku pernah menjalani kehidupan yang hancur ..."
Melati terdiam, dia cukup terkejut saat mendengar semua detail cerita Delia tentang pernikahannya, tentang cintanya, dan semua yang dia lewati, bahkan Melati rasa itu lebih berat daripada yang dirinya alami saat ini. Apalagi saat dia tahu jika Delia dan Diana sempat terjebak dengan satu pria yang sama. Semua kisah tentang mereka berdua, hingga Zaidan muncul sebagai pria yang mencintai Diana.
"Jadi, apa kamu akan berpikir aku tidak bisa menjaga rahasia? Kamu bisa bercerita apapun padaku, meski tidak bisa membantu, tapi setidaknya kamu akan merasa lega karena mempunyai teman cerita dengan semua beban yang kamu hadapi saat ini"
Melati terdiam sejenak, menundukan kepalanya dan menatap tangannya sendiri yang saling bertaut di atas pangkuan. "Se-sebenarnya pernikahan aku dan Tuan Zaidan, hanya sebatas kontrak perjanjian ... dia tidak pernah mencintaiku, dan tidak akan pernah melihatku sebagai istrinya"
Delia terdiam, dia langsung merangkul bahu Melati dan memeluknya. Padahal dia sudah senang mendengar Zaidan yang akhirnya mau menikah lagi. Apalagi saat melihat wanita yang dinikahi adalah Melati, perempuan yang terlihat baik.
"Jika kamu belum bisa membuka hatinya yang terkunci. Tapi percayalah, suatu saat dia akan luluh. Karena sebuah perjuangan tidak akan ada yang sia-sia. Jika kamu ingin berusaha dan berjuang untuk mendapatkan hatinya, maka kamu jangan berhenti sampai disini. Abaikan sejenak kontrak perjanjian diantara kalian. Lihat saja apa yang ingin kamu dapatkan dari pernikahan ini, apa sebuah cinta, atau sebuah perpisahan? Tanyakan pada hatimu yang paling dalam, apa yang sebenarnya kamu inginkan"
*
Melati kembali ke rumah setelah mengantar Delia pulang. Zenia yang sudah tertidur karena kelelahan bermain di Mal tadi. Melati hanya duduk diam di tempat tidur setelah mandi dan berganti pakaian. Memikirkan tentang ucapan Delia tadi siang. Mungkin benar jika mempunyai teman bercerita untuk berbagi keluh kesah, sedikit membuat beban Melati hilang. Tapi, ucapan Delia malah membuatnya kepikiran sampai sekarang.
Apa sebuah cinta atau sebuah perpisahan yang kamu inginkan?
Melati menghembuskan napas kasar, dia melirik ke arah nakas. Di dalam laci itu ada surat kontrak pernikahan mereka, dan Melati beringsut untuk mengambilnya. Membaca kembali setiap pasal yang tertulis di surat kontrak pernikahan dirinya dan Zaidan.
"Aku masih tidak tahu apa yang sebenarnya aku inginkan saat ini. Apa aku ingin dia membuka hati untukku sebagai istrinya, atau aku akan tetap pada tujuan awal, berpisah dengannya dan mengejar Kak Ares?"
Kak Ares? Kenapa hati Melati mulai terbiasa saat dia mengingat tentang Ares. Karena biasanya dia akan berdebar kencang ketika menyangkut nama Ares, bahkan hanya karena menyebutkan namanya saja. Tapi sekarang, kenapa berubah?
"Tidak, mana mungkin perasaanku pada Kak Ares bisa menghilang begitu saja? Aku hanya kelelahan saja"
Melati menyimpan kembali surat kontrak itu. Lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, tanpa sadar matanya mulai terpejam dan dia terlelap. Selain karena lelah setelah membawa Zenia pergi jalan-jalan, tapi dia juga lelah dengan pikiran dan perasaannya sendiri.
Waktu berlalu, hari sudah gelap. Zaidan baru saja kembali dari bekerja. Melihat Pak Than yang langsung mengambilkan sandal rumah untuknya. Zaidan menggantinya dengan duduk di sofa. Pak Than juga kembali menyimpan sepatu Johan di temaptnya.
"Dimana dia?"
"Nona belum keluar kamar sejak pulang tadi sore bersama Nona Zen. Sepertinya dia tertidur"
Zaidan sedikit mengangkat alisnya, menatap Pak Than. "Apa dia belum makan malam?"
Pak Than menggeleng pelan, dia mengambil tas kerja Zaidan dan juga jas yang sudah dilepas oleh Zaidan. "Belum, saya juga sudah mencoba mengetuk pintu kamarnya untuk membangunkan. Tapi sama sekali tidak ada jawaban. Sepertinya memang Nona tertidur"
Zaidan berjalan menaiki anak tangga dengan diikuti oleh Pak Than. "Aku akan mandi dulu, tolong siapkan makan malam. Aku belum makan"
"Baik Tuan"
Beberapa saat setelah Zaidan selesai mandi dan berganti pakaian dengan lebih santai. Dia kembali turun ke lantai bawah, sampai di anak tangga terakhir, Zaidan terdiam sejenak saat menatap pintu kamar yang tertutup.
"Apa dia tidak lapar?" Entah apa yang membawa langkah kakinya mendekat ke arah pintu kamar itu. Terdiam sejenak di depan pintu yang tertutup itu. Lalu, mulai mengetuknya. "Bangun! Apa kau tidak ingin makan?"
Beberapa saat menunggu, tapi tidak ada jawaban dari dalam sana. Sampai Zaidan mulai kesal, karena dia yakin Melati pasti mendengar ucapannya itu.
"Jika kau tidak keluar dalam hitungan tiga, maka aku akan menghancurkan pintu ini!" ancam Zaidan. "Satu, dua, ti ..."
Pintu akhirnya terbuka, menampilkan wajah Melati yang lesu. Zaidan tersenyum, melihat wajah khas bangun tidur Melati dengan mata yang masih terlihat mengantuk, bibirnya yang pucat tanpa polesan pewarna bibir. Dan juga rambut yang sedikit acak-acakan.
Dia menggemaskan juga. Eh.
"Cepat makan, aku tidak mau kau mati di rumahku karena kelaparan!" ucap Zaidan yang berlalu pergi meninggalkan Melati.
Hembusan napas kasar keluar dari mulut Melati. Suaminya itu benar-benar tidak punya perasaan. Bahkan mengucapkan kata-kata yang begitu kejam padanya.
Memangnya ada orang yang langsung mati hanya karena lupa makan malam. Lagian aku sudah makan tadi sore sebelum pulang dari Mal. Masih kenyang.
"Masih ingin berdiam disana! Kau tidak ingin aku menyeretmu sekarang"
Melati mengerjap pelan, dia menghela nafas pelan dan mulai melangkah mengikuti Zaidan ke ruang makan. Disana sudah ada Pak Than yang menyiapkan makanan dibantu oleh Lina dan Maya.
"Nona akhirnya bangun juga. Em, tapi apa Nona Kecil ..."
"Zen sudah makan saat sore tadi, seharusnya bisa kenyang. Dan biarkan saja dia tidur. Aku juga sudah makan sore tadi, jadi masih kenyang" ucap Melati memotong ucapan Maya.
"Kalau kau kenyang, bisa temani aku makan!"
Melati hanya menghela nafas pelan, menatap Zaidan dengan kesal. Kenapa aku harus menemaninya makan? Padahal dia juga bisa makan sendiri. Aaa.. Aku ingin tidur, bukan menemaninya makan.
"Bukannya seorang istri harus menemani suaminya makan, meski dia sudah makan duluan. Dan kau tahu, semua perintahku tidak bisa kau bantah!" tekan Zaidan.
Melati hanya menghela nafas pelan, memang sesuai dalam perjanjian, Melati tidak boleh membantah ucapan pihak pertama, yaitu Zaidan.
Dia menyebalkan sekali.
Bersambung
Jangan pernah nabung bab plis.. Kerja samanya ya tolong..
Tapi tidak menabung bab
nextttt thor.....