Ketika seorang jenderal militer yang legendaris menghembuskan napas terakhirnya di medan perang, takdir membawanya ke dalam tubuh seorang wanita polos yang dikhianati. Citra sang jenderal, kini menjadi Leticia, seorang gadis yang tenggelam di kolam renang berkat rencana jahat kembarannya. Dengan ingatan yang mulai terkuak dan seorang tunangan setia di sisinya.
Pertempuran sesungguhnya dimulai, bukan dengan senjata, melainkan dengan strategi, intrik, dan perjuangan untuk memperjuangkan keadilan untuk dirinya...
apakah Citra akan berhasil?
selamat datang di karya pertamaku, kalau penasaran ikuti terus ceritanyaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegelapan malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Suara Tuan William dan Nyonya Clara yang cemas di balik pintu berhasil mengalihkan fokus Maximilian Bailey dari pistol di tangannya. Ia menarik napas panjang, menoleh ke Leticia yang masih berdiri di sampingnya dengan wajah tegang. Di mata Max, wanita itu sekarang tampak jauh lebih besar, lebih berbahaya, dan sekaligus lebih rapuh.
"Tia... apa yang akan kita katakan pada mereka?" bisik Max, suaranya pelan.
"Kita tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, Max. Mereka akan panik," jawab Leticia, tatapannya tajam, merencanakan kata-kata yang akan ia gunakan. "Kita katakan saja ada masalah pada sistem keamanan, dan kita berhasil mengatasinya. Katakan penyusup itu lari."
Max mengangguk, tangan Leticia yang dingin, namun terasa begitu kuat, menggenggam tangannya. Momen pengungkapan yang memilukan itu masih terasa segar, namun Max tahu, sekarang bukan saatnya untuk duka. Istrinya, atau jiwa di dalam raganya, kini membutuhkan dirinya, mereka harus bersatu.
Max membuka pintu. Di depan pintu, Tuan William dan Nyonya Clara berdiri dengan wajah tegang, diikuti oleh Bram.
"Max! Leticia! Apa yang terjadi di sini? Kami mendengar alarm dari lobi!" Nyonya Clara langsung bertanya, matanya cemas.
"Tidak ada apa-apa, Ma," jawab Max, berusaha terlihat tenang. "Ada masalah teknis pada sistem keamanan. Alarmnya tiba-tiba berbunyi. Ada sedikit... kekacauan, tapi semuanya terkendali."
Bram yang menatap Max dengan curiga, melangkah masuk. Ia melihat seorang pria terikat dan pingsan di lantai.
"Masalah teknis? Max, ini bukan masalah teknis." Mata Bram kemudian beralih ke Leticia yang berdiri di samping Max, melihat kekotoran di pakaiannya dan goresan kecil di tangannya. "Apa yang terjadi?"
Max mengangguk ke arah pria yang pingsan. "Ada penyusup. Dua orang, kami berhasil melumpuhkan satu, dan satu lagi kabur." Ia tidak menjelaskan siapa yang melumpuhkan pria itu.
"Tia, kamu tidak apa-apa?" Nyonya Clara langsung menghampiri Leticia, memeluknya erat, wajahnya lega.
"Aku tidak apa-apa, Ma. Max melindungiku" jawab Leticia, menatap Max sejenak, memberikan senyum kecil penuh makna. Ia tidak berbohong, Max memang melindunginya, namun perannya kali ini terasa jauh lebih besar.
Setelah Nyonya Clara dan Tuan William merasa tenang, mereka pun pulang. Bram, bagaimanapun, tetap tinggal. "Max, kita perlu bicara," katanya, menunjuk pria yang pingsan.
Max mengangguk. "Tia, kau ke dalam dulu. Ini urusan laki-laki."
"Tidak, Bram," sela Leticia, suaranya tegas. Max dan Bram menoleh ke arahnya. Leticia menatap Max, lalu kembali menatap Bram.
"Dia adalah bagian dari rencana jahat Clarissa Johnson. Dia ada di sini untuk Max. Aku harus terlibat."
Bram memandang Max, bingung. "Clarissa Johnson? Siapa itu? Dan rencana jahat apa?"
Max menatap Leticia, lalu menghela napas.
"Duduklah, Bram. Ada banyak hal yang perlu kau ketahui."
Di ruang keluarga, Max menceritakan semuanya. Mulai dari insiden di kolam renang, dugaan tentang Arka, hingga kematian Petricia. Bram mendengarkan dengan serius. Leticia melengkapi, menceritakan secara singkat tentang dalang yang dendam Clarissa, anak dari kembaran Nenek Sophia yang menggunakan Petricia sebagai pion, dan kini mengancam mereka. Ia tidak mengungkapkan tentang transmigrasinya, karena itu akan terlalu mengejutkan dan tidak masuk akal untuk Bram.
Bram mengangguk, raut wajahnya tegang. "Aku sudah curiga. Ada banyak kejanggalan dalam kasus Petricia. Pesan samar di TKP, alur dana yang aneh... ini bukan pekerjaan satu orang." Ia menatap Leticia dan Max dengan hormat. "Jadi, apa rencana kalian?"
"Kami harus mencari tahu tentang Clarissa Johnson" jawab Max, matanya penuh tekad.
"Aku punya ide," Leticia berkata, mengambil alih pembicaraan. "Clarissa itu sangat terorganisasi, sama seperti para prajuritku dulu." Ia menoleh ke Bram. "Bram, aku butuh akses ke semua dokumen keluarga Johnson, Anderson dan Smith yang berhubungan dengan Nenek Sophia. Terutama tentang sengketa warisan atau konflik masa lalu. Juga, cari tahu tentang arsip lama yang ada hubungannya dengan Nenek Sophia dan saudara kembarnya."
Bram terkejut, namun mengangguk. "Aku bisa melakukannya. Tapi kenapa kamu butuh informasi itu, Leticia?"
Leticia tersenyum tipis. "Karena jika kita ingin mengalahkan musuh, kita harus tahu asal-muasalnya."
Setelah Bram pergi untuk mengurus permintaan tersebut, Max dan Leticia kembali ke kamar. Malam yang seharusnya diwarnai dengan pengungkapan dan kelegaan, kini dipenuhi dengan rencana strategis. Max duduk di meja kerjanya, membuka laptop, siap membantu Leticia
"Leticia, tentang tadi malam..." Max memulai, suaranya pelan. "Kau bisa ceritakan padaku tentang Jenderal Citra... tentang sumpah itu?"
Leticia tersenyum. Ia tahu, meskipun Max menerima dirinya, ada banyak pertanyaan yang mengganjal di benaknya. Ia duduk di samping Max.
"Aku tidak tahu bagaimana aku bisa berada di sini, Max," Leticia memulai, menatap Max dengan tulus. "Yang aku tahu, aku terbangun dari koma... dan semua yang terjadi padaku terasa seperti mimpi."
Ia mulai menceritakan tentang perjalanannya, namun kali ini ia menyelipkan detail tentang kehidupannya di masa lalu sebagai Jenderal Citra, seorang pemimpin militer yang berjanji pada Ratu Sophia untuk melindungi garis keturunannya.
"Ratu Sophia?" tanya Max, kebingungan.
Leticia mengangguk. "Ya. Di zamanku, Nenek Sophia adalah ratu. Dia adalah sosok yang adil, bijaksana, dan sangat dicintai. Namun, ada banyak musuh di dalam istana, dan dia memintaku untuk bersumpah, melindungi keluarganya dari segala macam ancaman."
"Lalu... kau mati dalam perang?" tanya Max, wajahnya sendu.
Leticia mengangguk. "Ya. Aku mati saat melindungi ratu. Dan kemudian... aku terbangun di sini." Ia menatap Max. "Aku adalah janjinya, Max. Aku ada di sini untuk memenuhi sumpah itu, melindungi keluarga Anderson dari dendam yang diwariskan dari kembaran ratu."
Max terdiam, mencerna setiap kata. Kisah itu terdengar seperti dongeng, namun melihat tatapan Leticia yang penuh tekad, ia tahu itu adalah kebenaran. Ia menarik Leticia ke dalam pelukannya lagi, mencium keningnya dengan lembut.
"Aku akan membantumu, Citra," bisik Max. "Aku bersamamu. Sampai akhir."
Malam itu, di tengah kegaduhan dan ancaman yang semakin nyata, mereka berdua mulai menyusun strategi. Max membuka laptopnya, mencari informasi tentang Olivia Johnson dan Clarissa Johnson, sementara Leticia duduk di sampingnya, memikirkan setiap langkah yang harus mereka ambil.
Mereka tahu, ini adalah permulaan dari pertempuran sesungguhnya, pertempuran yang tidak hanya akan melindungi keluarga Anderson, tetapi juga akan mengukuhkan takdir baru mereka bersama.
kalau boleh, minta doble up nya ya thor 🤭💪