Bagaimana jadinya seorang anak pelakor harus tinggal bersama dengan ibu tiri yang merupakan istri pertama dari ayahnya.
Alma selalu mengalami perbuatan yang tidak mengenakkan baik dalam fisik maupun mental, sedari kecil anak itu hidup di bawah tekanan dari ibu tirinya.
Akan tetapi Alma yang sudah remaja mulai memahami perbuatan ibu tirinya itu, mungkin dengan cara ini dia bisa puas melampiaskan kekesalannya terhadap ibunya yang sudah meninggal sedari Alma berusia 4 tahu.
Akankah Alma bisa meluluhkan dan menyadarkan hati ibu tirinya itu??
temukan jawabannya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKIT 27
Perlahan Ameer mulai menyelinap masuk ke dalam kamarnya, menjadi pelengkap antara percakapan keduanya, sebagai seorang suami Ameer tahu, kalau sang istri akan luluh dengan kehadiran anaknya, apa lagi posisi Zaidan yang saat ini sudah bisa menerima Alma dengan baik, akan bearti bukan Ameer menyepelekan kesehatan psikis istrinya.
Bahkan saat ini dirinya mulai mencoba untuk merayu Alma agar mau di bawa ke psikolog.
"Selamat pagi Sayang, maaf ya pagi tadi aku tinggal keluar sebentar," ucap Ameer mencoba untuk lembut meskipun terdengar aneh di telinga Alma.
"Iya gak apa-apa Mas," sahut Alma.
"Papa, jangan dekat-dekat dengan Mama, dia itu punya aku tahu," cegah Zaidan yang merasa terusik dengan kehadiran ayahnya.
"Astaga! Ini Papa loh Nak," jelas Ameer.
"Iya aku tahu, tapi kan Mama Alma punyaku bukan punya Papa," tegas anaknya itu memperingati.
Sejenak Alma terkikik sendiri, melihat tingkah anaknya yang menjadikan ayahnya sebagai saingannya.
"Mas, sepertinya sainganmu berat nih," bisik Alma pelan.
"Heeeemb, benar banget aku tersingkirkan di rumahku sendiri," celetuk Ameer.
"Apasih kalian bisik-bisik, Mama sini saja dekat aku jangan dekat-dekat Papa," ucap anaknya itu sambil menarik lengan Alma.
"Emang Mama gak boleh ya, dekat sama Papa dia kan suami Mama," sahut Alma.
"Iya aku tahu, tapi aku anak Mama," ucap Zaidan dengan malu-malu.
Seketika tatapan wajah Alma berubah menjadi tatapan yang penuh keharuan air mata menetes begitu saja, akan tetapi ini bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagian ketika mulut kecil itu mulai menganggap dirinya sebagai seorang ibu, dunia Alma seolah baik-baik saja padahal kemarin ia baru mendapatkan musibah.
"Sayang, coba kau ulangi lagi perkataan yang barusan," pinta Alma, sambil membingkai wajah anak itu.
"Aku ini kan anak Mama," ucap anak itu dengan penuh keyakinan.
Seketika Alma mulai memeluk erat tubuh Zaidan, kehadiran anak itu layaknya obat penenang dan penyembuh luka lara, di saat kondisi hatinya sedang tidak baik-baik saja.
"Sayang, makasih banyak ya, sudah mau menerima kehadiran Mama Alma," ucap Alma masih dalam keadaan memeluk anak sambungnya itu.
"Sama-sama Ma, aku sayang sekali sama Mama, ajakin aku main ke wahana lagi ya," celetuk anak itu sontak mengundang gelak tawa bagi dua orang dewasa di hadapannya itu.
"Astaga Nak, baiklah kau mau naik wahana yang modelan apa, pasti akan Mama turuti," ucap Alma sambil menyenggol lengan suaminya.
Ameer begitu bahagia melihat Istrinya itu yang nampak ceria ketika sedang bersama anaknya, dan hal itu membuat Ameer sedikit lega.
"Sayang makasih ya sudah mau tertawa untuk aku dan Zaidan," bisik Ameer dengan lirih.
********
Sementara di tempat lain Aldi bersama dengan tim nya mulai menemukan titik dimana keberadaan Karina dan juga komplotannya, sebagai asisten yang di percaya penuh oleh Ameer di sini Aldi di tuntut jeli u tuk menyelidiki kasus ini.
Di sebuah pinggiran kota tepatnya di desa terpencil yang di penuhi pepohonan pinus, di sinilah letak persembunyian Karina bersama dengan komplotannya.
"Ayo kita lanjutkan perjalanan, tempat markas mereka sudah terdeteksi," ucap Aldi laku mulai mengemudikan kembali mobilnya.
Di sini Aldi tidak berani sendirian karena di sana pun mereka membawa komplotan, di jalanan yang di penuhi oleh hutan pinus ini, Aldi mulai menyusuri tempat terpencil itu, bahkan saat ini mobilnya sudah mulai masuk ke dalam hutan pinus, karena bangunan kosong itu terletak di dalam hutan.
"Bos, kira berhenti di sini saja, agar suara mobil kita tidak di ketahui oleh pihak lawan," ucap dari salah satu anak buah Aldi.
"Baiklah kalau begitu," sahut Aldi.
Rombongan Aldi mulai keluar satu persatu dari mobil langkah merekah perlahan sambil mengawasi keadaan sekeliling.
Di sini Aldi sudah menyiapkan semuanya, dan ketika sampai di hadapan bangunan tua itu, nyalinya semakin tertantang dalam menyiapkan strateginya untuk menghadapi lawan.
"Ayo siapkan semua!" serunya yang terdengar begitu tegas.
Saat ini Aldi dengan di dampingi ketiga anak buahnya mulai menyelinap melalui pintu yang memang sengaja tidak di kunci, ketika masuk ke dalam suasana cukup sepi dan hening, akan tetapi ketika mereka sudah berada di tengah ruangan tiba-tiba serangan datang mendadak.
"Dor ... Dor ....," suara senjata api menggelegar sebagai tanda peringatan.
Aldi dan ketiga anak buahnya mulai berhati-hati menghadapi serangan mendadak seperti ini hingga pada akhirnya mereka keluar dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga membuat Aldi mau tak mau menyuruh pasukannya keluar dengan cara memanggilnya dengan tombol yang berbentuk sebagai jam di pergelangan tangan.
Sekali tekan mereka keluar semua, dan siap untuk menghadapi jumlah lawan yang cukup banyak.
"Lakukan tugas kalian," ucap Aldi seraya memberi isyarat dengan lirikan.
Saat ini mereka mulai bertempur, dan perlahan anggota dari lawan mulai berkurang, bahkan Aldi sempat kewalahan menghadapi para lawan beruntung ia mendapatkan bala bantuan yang cukup banyak sehingga dapat mengimbangi.
"Sekarang tinggal kamu Tuan Sergah, ternyata kau imut melindungi wanita terkutuk itu," desis Aldi dengan tatapan yang begitu tajam.
Sergah pun mulai mencari celah agar bisa terselamatkan dari kondisi ini, dengan cara menodongkan sebuah senjatanya ke arah Aldi, beruntung dengan cepat pria itu menangkis tangan Sergah.
"Bruuuugh," pistol pun terjatuh akibat tendangan dari Aldi.
Saat ini Aldi mulai menghampiri sergah lalu ia pun mulai memukul dada Sergah karena dia merupakan dalang karena ia merupakan kekasih dari Karina.
"Bruuugh ... Bruuugh!" pukulan berkali-kali menghantam dada Sergah sehingga membuat pria itu kewalahan sendiri untuk melawan musuh yang berjumlah banyak itu.
"Di mana kau sembunyikan wanita licik itu dimana!" teriak Aldi, sedangkan Sergah hanya terdiam.
"Baiklah jika kau tidak mau menjawab," desis Aldi laku mulai menendang kaki pria itu hingga tersungkur ke lantai.
Sedangkan saat ini anak buah dari Aldi mulai menggeledah ruangan kamar satu persatu, akan tetapi mereka tidak menemukan Karina, tapi ada satu ruangan yang membuat mereka penasaran, yaitu sebuah ruangan bawah tanah yang sepertinya tidak bisa sembarang orang masuk.
"Baiklah kalau begitu kita masuk saja ke ruangan itu," ucap Aldi.
"Tunggu Pak, di situ tempatnya gelap dan khawatir akan banyak jebakan di dalamnya," ujar anak buahnya itu.
Bersambung ...