"Salahkah aku mencintainya?" -Regina-
"Ini hanya tidur bersama semalam, itu adalah hal biasa" -Arian-
-
Semuanya berawal dari kesalahan semalam, meski pria yang tidur bersamanya adalah pria yang menggetarkan hati. Namun, Regina tidak pernah menyangka jika malam itu adalah awal dari petaka dalam hidupnya.
Rasa rindu, cinta, yang dia rasakan pada pria yang tidak jelas hubungannya dengannya. Seharusnya dia tidak menaruh hati padanya.
Ketika sebuah kabar pertunangan di umumkan, maka Regina harus menerima dan perlahan pergi dari pria yang hanya menganggapnya teman tidur.
Salahkah aku mencintainya? Ketika Regina harus berada diantara pasangan yang sudah terikat perjodohan sejak kecil. Apakan kali ini takdir akan berpihak padanya atau mungkin dia yang harus menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Hak?!
Tidak ada yang berubah meski setelah menikah, Arian hanya bangun disamping Evelina sekarang, tapi tidak pernah ada sebuah pelukan atau kecupan manis seperti suami istri pada umumnya. Ini hanya tidur bersama dan tidak lebih dari itu selama mereka menikah hampir satu minggu ini.
"Aku sudah siapin pakaiannya Kak"
"Makasih ya Eve"
Evelina hanya mengangguk saja, menatap punggung suaminya yang berlalu ke ruang ganti. Tatapan mata tidak bisa berbohong, melihat Arian yang selalu bersikap dingin padanya, Evelina mulai tidak bisa tahan dengan sikapnya itu.
"Sebenarnya kenapa harus menerima perjodohan ini jika Kak Arian bahkan tidak mencoba membuka hati untukku"
Meski sebenarnya belum ada cinta diantara keduanya.Evelina pun masih bingung dengan perasaannya sendiri. Namun dengan pernikahan ini, dia berharap akan ada sebuah kemajuan yang lebih baik. Karena meski belum ada cinta, tapi Evelina sepenuh hati dalam pernikahan ini.
Evelina sedang bersiap untuk pergi bekerja juga. Tidak ada acara bulan madu atau apapun, mereka langsung menjalani aktivitas seperti biasa. Evelina dengan pekerjaannya, dan Arian yang sibuk di Kantornya.
"Sudah siap, ayo aku antar kamu" ucap Arian yang baru saja keluar dari ruang ganti, sudah siap dengan pakaian kerja yang di siapkan oleh Evelina.
"Iya Kak, ayo berangkat"
Mungkin rutinitas baru bagi Arian adalah mengantar jemput Evelina ke tempat kerjanya. Bukan karena apa, tapi dia merasa kasihan juga pada istrinya yang terlalu sering di abaikan, jadi Arian mencoba memberikan dia timbal balik atas pernikahan ini dengan mengantar jemput dia bekerja. Meski sebenarnya hal itu belum bisa di sebut sebagai sikap suami yang sebenarnya, karena Arian yang sama sekali tidak memberikan hak yang seharusnya sebagai seorang suami.
"Terima kasih sudah mengantar Kak"
"Iya Eve, nanti jika sudah pulang telepon saja. Kalau aku tidak bisa jemput, aku akan suruh sopir untuk menjemput kamu"
"Iya Kak"
Evelina turun dari mobil suaminya, berjalan masuk ke dalam Perusahaan. Hari-hari setelah menikah benar-benar tidak ada yang berbeda, selain dia tidak lagi tidur sendiri.
"Wah pengantin baru sudah masuk kerja saja. Apa tidak bulan madu dulu? Lagi hot-hotnya sekarang ya"
Evelina hanya tersenyum saat tempat kerja selalu menggodanya seperti itu. Karena nyatanya tidak seperti pengantin baru lainnya yang mengalami hal itu. Evelina sama sekali tidak merasa sudah menikah jika dia tidak melihat Arian yang bangun disampingnya setiap pagi. Jika saja mereka juga tidur terpisah, mungkin Evelina akan benar-benar lupa jika dia sudah menikah.
*
Hari sudah sore hampir petang, matahari sudah mulai kembali ke ufuk barat. Meninggalkan senja yang perlahan menggelap. Disini, Regina berdiri di sebuah jembatan jalan. Hanya menghirup udara di sore hari. Membiarkan angin menerpa wajahnya.
Tangannya perlahan mengelus perut yang masih rata. Beruntung keadaan calon bayinya masih baik-baik saja meski dia sempat meminum obat itu.
"Ayo Regina, kamu pasti bisa melewati semua ini. Hidup harus tetap berjalan apapun yang terjadi"
Regina hanya mencoba berdamai dengan kehidupan dan takdirnya. Meski sebenarnya masih begitu sulit untuk bisa mendapatkan rasa ikhlas itu. Karena sebenarnya tidak ada yang benar-benar bisa ikhlas, nyatanya hanya karena kita terbiasa dengan keadaan saat ini.
"Kita cari makan ya Nak, hari ini mau makan apa kita? Jangan mual-mual lagi ya"
Regina mencari makanan di sekitar, hingga dia memilih satu kedai mie di pinggir jalan. Dia memesan satu porsi mie goreng dan juga minum. Mencium aroma mie sampai ke jalanan, membuat dia tidak bisa menahannya. Rasa ingin memakan mie itu langsung terasa sampai air liur hampir menetes.
"Mari makan Nak, hari ini makan mie ya"
Regina mulai memakan mie miliknya dengan tenang. Semuanya aman, dia tidak merasa mual selama makan. Karena biasanya dia akan langsung mual ketika ada makanan yang masuk. Kali ini bayi dalam kandungannya sedang bisa di ajak kerja sama.
"Ayo kita pulang dan istirahat, besok kita masih harus bertempur dengan pekerjaan. Kamu harus kuat dalam perut Ibu ya"
Selesai makan, Regina kembali pulang ke Apartemen. Segera mandi dan bersiap untuk istirahat. Tidak lupa meminum susu ibu hamil sebelum tidur.
Duduk bersandar di atas tempat tidur dengan tangan mengelus perutnya sendiri. Dia sadar menjalani kehidupan seperti ini, memang tidak mudah. Tapi, Regina akan berusaha untuk bertahan.
"Doakan Ibu selalu sehat ya, biar kita bisa terus bekerja dan beraktivitas. Tolong kerja sama dengan Ibu ya, Nak"
*
Duduk berdampingan dengan pria yang sudah menjadi suaminya. Evelina sedikit melirik ke arah Arian yang sibuk dengan iPad ditangannya. Mungkin masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Kak..." Panggilan Evelina terdengar cukup ragu, ketika Arian menoleh dan menatapnya dengan penuh tanya. Evelina malah mendadak sangat gugup. "Aku tahu jika pernikahan kita memang terjadi karena perjodohan. Tapi, apapun yang terjadi, aku tetap istrimu 'kan Kak?"
Pertanyaan itu cukup membuat Arian bingung, tapi Arian tahu ini menuju pada percakapan yang serius. Menyimpan iPad di atas nakas, lalu fokus pada istrinya sekarang.
"Ya, kita sudah mengucapkan janji suci pernikahan. Kau memang istriku"
Tidak bisa menyangkal itu, apapun yang terjadi memang Arian sudah menikahi seorang gadis untuk menjadi istrinya. Maka dia tetap harus mengakuinya sebagai istri.
"Lalu, kenapa kamu tidak memberikan hak ku? Aku siap memberikan diriku untuk kamu sepenuhnya, Kak"
Arian terdiam, masih merasa terkejut atas ucapan Evelina. Lebih dibuat terkejut saat sadar Evelina sudah berada di depannya, duduk di atas pahanya dengan kaki yang di buka lebar.
"Ayo kita lakukan Kak"
Evelina menarik kerah baju suaminya dan mencium bibir Arian dengan paksa. Hal itu membuat Arian cukup terkejut, merasakan hal yang tidak biasa.
"Evelina, apa yang kau lakukan?" Arian terpaksa mendorong tubuh istrinya untuk melepaskan ciuman mereka. "Eve, tidak seperti ini caranya"
Evelina mengusap bibirnya dengan kasar, bahkan dia sudah rela merendahkan dirinya sendiri untuk bisa mendapatkan hak sebagai istri dari suaminya. Tapi Arian malah menolaknya mentah-mentah.
"Lalu aku harus seperti apa Kak? Kamu pikir aku bisa tahan terus menerus menjadi istri kamu yang di abaikan. Sebenarnya ada apa Kak? Apa karena pernikahan kita terjadi atas perjodohan, atau Kak Arian yang punya perempuan lain?"
Arian terdiam mendengar Evelina yang berucap dengan penuh emosi. Arian menghela napas pelan untuk menenangkan dirinya sendiri agar tidak terpancing emosi. Dia menangkup wajah Evelina dan menatapnya lekat.
"Kita baru menikah satu minggu, dan pernikahan kita juga terjadi karena sebuah perjodohan. Jadi, kita coba untuk pendekatan dulu. Seperti orang pacaran pada umumnya, supaya bisa saling mengenal dan memahami satu sama lain. Tidak langsung pada intinya seperti ini. Kamu juga pasti tidak mau 'kan melakukan hal ini tanpa adanya cinta? Itu akan terasa sangat aneh"
Evelina hanya diam menatap mata biru milik Arian yang mempunyai tatapan begitu tajam. Ketika Arian mengelus kepalanya dengan lembut, Evelina bisa merasakan jika sikapnya ini seolah dia memperlakukan seorang adik.
Bersambung
semoga reghina slalu baik baik dan kandungan nya sehat,,,Samuel beri perlindungan pada reghina..takut ada yg mencelakai nya
Mungkin ada keajaiban esok hari