NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Sahabat

Menikah Dengan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Mereka tumbuh bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama. Tapi tak pernah menyangka akan menikah satu sama lain.

Nina dan Devan adalah sahabat sejak kecil. Semua orang di sekitar mereka selalu mengira mereka akan berakhir bersama, namun keduanya justru selalu menepis anggapan itu. Bagi Nina, Devan adalah tempat pulang yang nyaman, tapi tidak pernah terpikirkan sebagai sosok suami. Bagi Devan, Nina adalah sumber kekuatan, tapi juga seseorang yang terlalu penting untuk dihancurkan dengan cinta yang mungkin tak terbalas.

Sampai suatu hari, dalam situasi penuh tekanan dan rasa kehilangan, mereka dipaksa menikah demi menyelamatkan kehormatan keluarga. Nina baru saja ditinggal tunangannya yang berselingkuh, dan Devan, sebagai sahabat sejati, menawarkan sebuah solusi yaitu pernikahan.

Awalnya, pernikahan itu hanyalah formalitas. Tidak ada cinta, hanya kenyamanan dan kebersamaan lama yang mencoba dijahit kembali dalam bentuk ikatan suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16

Setelah seminggu istirahat total karena keluhan pusing dan kelelahan, Nina diminta dokter untuk mengurangi aktivitas. Artinya: tidak boleh terlalu banyak berdiri, tidak boleh belanja ke pasar sendiri, dan tidak boleh stres.

Jadi pagi itu, Devan—si suami siaga setengah panik—berubah jadi bodyguard 24 jam penuh. Ia bahkan menyeduh susu hamil untuk Nina dan membawakannya roti panggang yang gosong di salah satu sisi.

“Kamu nggak harus bikin roti sendiri, Van,” kata Nina sambil tersenyum melihat bentuk roti seperti pulau Jawa.

“Harus! Karena aku suami tangguh, kreatif, dan... ekonomis!”

“Ekonomis karena kita nggak jadi beli sarapan, atau karena kamu bakar roti sisa kemarin?”

“Keduanya,” jawab Devan dengan bangga.

Siang harinya, Devan mencoba hal baru.

“Nin, kamu pegal katanya? Biar aku yang mijet ya,” tawarnya dengan semangat.

Nina mengangkat alis. “Kamu bisa mijet?”

“Aku pernah lihat video di TikTok! Tinggal pencet-pencet lembut. Lihat, aku mulai ya…”

Nina duduk di kasur, dan Devan mulai memijat pundaknya. Awalnya enak. Tapi kemudian…

“Kok kamu nekennya kayak lagi ngulek sambel, Van!”

“Biar manjur, Nin!”

“Van... aduh... itu bukan pundak, itu tulang punggung!”

Devan berhenti sejenak, panik. “Eh, jangan-jangan aku salah titik refleksi?”

Nina langsung tertawa terpingkal-pingkal sambil meringis. “Kamu bukan bikin aku relaks, kamu bikin aku pengen rebus kamu!”

Setelah itu, Devan malah meringkuk sambil pegang pinggangnya sendiri. “Aku malah salah urat, Nin… waktu mijet kamu barusan, punggungku kayak ketarik.”

Nina menatapnya sambil ngakak. “Dasar suami nggak niat jadi tukang pijet!”

Sore itu, Devan menemukan video senam hamil di YouTube dan langsung ajak Nina mencobanya.

“Yuk kita gerak dikit, Nin! Demi kesehatan calon bayi dan kelenturan otot-otot cinta.”

“Kamu aja yang butuh lentur, Van.”

Mereka pun berdiri di depan TV. Instruktur di video memandu gerakan pernapasan dan stretching ringan.

Nina mengikuti pelan-pelan, tapi Devan…

Dia terlalu semangat.

Gerakan putar pinggul yang seharusnya elegan malah terlihat seperti goyang dangdut.

“Van, itu bukan senam! Itu goyang 17 Agustus di lapangan RT!”

“Gaya bebas, Nin! Yang penting happy!”

Lalu ketika instruktur menyuruh ‘angkat tangan pelan-pelan ke atas’, Devan malah menjatuhkan galon kosong yang dia jadikan dumbbell.

Braak!

“ADUH! KAKIKU!!” teriak Devan.

Nina langsung duduk sambil menutup muka karena tertawa tidak bisa ditahan.

“Kamu kenapa ngangkat galon segala?!”

“Katanya senam harus pakai beban biar kerasa!” sahut Devan sambil meringis sambil lompat-lompat kecil memegangi kaki.

 

Malamnya, setelah semua kekonyolan, mereka duduk di balkon rumah. Nina menyandarkan kepala di bahu Devan. Angin sepoi-sepoi menyejukkan pipi mereka.

“Van,” gumam Nina sambil menggenggam tangannya, “makasih ya… udah bikin hari-hari aku nggak pernah sepi tawa.”

Devan tersenyum. “Aku juga makasih. Kamu bersedia jadi istri dari suami gagal jadi tukang pijet dan atlet senam galon.”

Mereka tertawa bersama.

“Eh, Nin… kalau nanti anak kita lahir, kita harus ngasih dia pelajaran penting.”

“Apa?”

“Bahwa kebahagiaan itu nggak harus dari jalan-jalan ke luar negeri atau makan di resto mewah.”

“Cukup dari galon kosong dan bantal di rumah?”

“Dan dari cinta yang selalu mau ketawa bareng, walau kepleset.”

Nina memeluknya lebih erat. “Aku cinta kamu, Van.”

“Dan aku cinta kamu, Nin. Dengan semua tawa, nyeri punggung, dan mie instan kita.”

Hari ini aku nggak bisa berhenti tertawa. Ternyata cinta bukan cuma soal kata manis dan janji setia. Tapi tentang siapa yang bersedia memijat pundak walau salah urat, jatuh bareng saat senam gagal, dan tetap bilang: aku di sini, sayang. Hari ini, rumah terasa lebih hangat… karena kamu ada.

*

Langit malam itu tampak biasa saja. Tapi di dalam kamar kecil mereka, dunia Nina mendadak berubah.

Nina terbangun dari tidurnya dengan tubuh penuh keringat. Napasnya memburu, matanya berkaca-kaca. Tubuhnya gemetar. Tangannya memegang perut dengan panik.

Devan yang tidur di sampingnya segera bangun ketika mendengar suara isak pelan istrinya.

“Nin? Kenapa? Sakit?” tanya Devan panik sambil duduk dan menyentuh pundaknya.

Nina menggeleng sambil memeluk perutnya erat. “Aku... aku mimpi, Van... mimpi buruk.”

“Mimpi apa? Hei, lihat aku...” Devan memegang wajah Nina, menyapunya dengan jemarinya yang hangat. “Kamu aman sekarang. Ceritain, ya?”

Nina berusaha menenangkan dirinya, tapi suaranya masih bergetar. “Aku mimpi... aku jatuh dari tangga, dan... dan bayi kita... hilang.”

Devan membeku. Ia merasakan ketakutan itu merambat masuk ke dalam dadanya.

Tapi ia tahu, saat ini bukan waktunya ikut panik.

Devan menarik Nina ke dalam pelukannya. Dipeluknya istrinya erat-erat, seolah ingin menyerap semua rasa takut itu. Tubuh Nina masih sedikit gemetar, dan Devan mencium ubun-ubunnya.

“Nggak akan terjadi, Nin. Aku jaga kamu, aku jaga anak kita. Kamu nggak sendirian.”

Nina mengangguk kecil di dalam pelukannya. “Tapi mimpi itu terasa nyata banget, Van. Aku... aku belum siap kalau terjadi sesuatu.”

“Dengerin aku,” bisik Devan. “Aku juga takut, tapi kita udah sejauh ini. Kita kuat karena kita berdua. Kalau kamu jatuh, aku jadi tempat kamu bersandar.”

Ia menarik wajah Nina, menatapnya dalam-dalam.

“Kita bakal jadi orang tua yang baik, Nin. Mungkin nggak sempurna, tapi kita bakal coba terus. Nggak akan ada yang hilang dari kita… asal kita saling jaga.”

Setelah Nina sedikit tenang, Devan turun ke dapur dan membuat teh hangat. Saat kembali, Nina sudah duduk bersandar di kepala ranjang, selimut membungkus tubuhnya.

“Tehnya nggak sehebat bikinan kamu sih, tapi ini hangat,” kata Devan sambil menyerahkan cangkir.

Nina menerimanya. “Terima kasih, Van.”

“Kalau bisa, aku mau masuk ke mimpimu dan gebukin tangga itu,” canda Devan, mencoba meringankan suasana.

Nina tersenyum kecil. “Kalau bisa, aku juga mau kamu selalu ada di mimpiku. Biar aku nggak takut.”

“Berarti kita tidur bareng terus ya. Mau kamu mimpi di siang bolong pun, aku ikut.”

Nina memandangi perutnya yang mulai membuncit.

“Kadang aku merasa... aku belum cukup dewasa untuk ini, Van. Belum siap jadi ibu. Aku bahkan masih takut lihat jarum suntik.”

Devan meraih tangan Nina dan mengusapnya.

“Aku juga belum siap jadi ayah. Tapi ternyata cinta itu ngajarin kita banyak hal. Sejak kamu hamil, aku belajar bedain susu UHT dan susu hamil. Aku bisa bedain tisu wajah dan tisu dapur sekarang. Hebat kan?”

Nina terkekeh. “Kamu belajar karena sering salah ambil waktu belanja.”

“Dan kamu marah, terus aku nyesel. Tapi dari situ aku belajar. Nanti kalau anak kita tanya, ‘Ayah, apa gunanya salah?’ aku akan jawab: ‘Supaya kamu bisa ngerti kenapa ibu kamu marah.’”

Nina tiba-tiba bertanya, “Kamu udah kepikiran nama untuk anak kita?”

Devan terdiam sejenak. “Kalau perempuan... aku mau kasih nama yang artinya ‘cahaya’. Karena kamu dan dia cahaya hidupku.”

Nina tersenyum pelan, matanya mulai berkaca-kaca lagi—kali ini bukan karena takut, tapi terharu.

“Kalau laki-laki?”

“Yang artinya ‘pelindung’. Karena dia harus belajar dari ayahnya... gimana caranya menjaga seseorang yang dia cintai.”

Nina menarik napas panjang. “Semoga dia punya hati kayak kamu, Van.”

“Dan semoga dia punya keberanian dan tawa kamu, Nin.”

Jam dinding menunjukkan pukul 03.17 pagi. Tapi bagi mereka, malam belum selesai.

Devan memeluk Nina dari belakang, tangannya menyentuh lembut perut istrinya.

“Anak kita tidur nyenyak nggak, ya?” gumam Nina.

“Kalau dia bisa denger suara kita sekarang, pasti dia tahu… dia anak yang paling dicintai sedunia.”

Nina mengangguk pelan. “Aku seneng banget punya kamu, Van. Dulu aku takut pernikahan kita karena ‘terpaksa’. Tapi ternyata... kamu rumah terbaik buat aku.”

Devan mengecup pelan leher Nina. “Kalau kamu bahagia, aku tenang. Kalau kamu sedih, aku hancur. Jangan pernah ngerasa sendiri, Nin. Karena bahkan di mimpi terburuk-mu… aku tetap ada.”

Matahari mulai mengintip dari balik tirai jendela. Nina baru saja tertidur dengan senyum tipis, sementara Devan masih terjaga, mengamati wajah istrinya.

Ia membuka buku catatan harian mereka dan menulis:

Malam ini kamu ketakutan, Nin. Tapi kamu tetap kuat. Kamu tetap wanita paling berani yang aku kenal. Kita mungkin belum sempurna, tapi kita punya satu sama lain. Dan cinta kita... cukup. Selalu cukup.

Lalu ia menyelipkan satu kalimat lagi, di halaman paling belakang:

Untuk anakku kelak, kalau kamu baca ini… ketahuilah, kamu lahir dari cinta yang begitu dalam. Dari dua orang yang saling jatuh cinta setiap hari, bahkan di malam-malam yang penuh air mata.

1
Eva Karmita
masyaallah bahagia selalu untuk kalian berdua, pacaran saat sudah sah itu mengasikan ❤️😍🥰
Julia and'Marian: sabar ya kak, aku kemarin liburan gak sempat up...🙏
total 1 replies
Eva Karmita
semangat semoga semu yg kau ucapkan bisa terkabul mempunyai anak" yg manis ganteng baik hati dan sopan ya Nina
Eva Karmita
semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua 😍❤️🥰
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Herman Lim
selalu berjuang devan buat dptkan hati nana
Eva Karmita
percayalah Nina insyaallah Devan bisa membahagiakan kamu ❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
Julia and'Marian: hihihi buku sebelumnya Hiatus ya kak, karena gak dapat reterensi, jadi males lanjut 🤣, makasih ya kak udah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!