Cerita ini season dua dari Istri Kesayangan Bule Sultan. Bercerita tentang perseteruan antar ayah dan anak yang berlomba-lomba merebut perhatian Mommy nya.
"Hari ini Mommy akan tidak bersama ku."
"Tidak! Mommy milik adek!"
"Kalian berdua jangan bertengkar karena karena Mommy akan tidur dengan Daddy, bukan dengan kalian berdua."
"Daddy!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Jk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 24
Setelah menempuh perjalanan panjang dari Indonesia ke London, pesawat mereka mendarat dengan mulus di Bandara Heathrow saat pagi baru menyapa. Matahari London belum benar-benar menampakkan dirinya, tapi langit yang kelabu seakan menyambut kedatangan mereka dengan damai.
Di area kedatangan, Di balik pagar pembatas. Elizabeth dan Halbert sudah menunggu sejak lima belas menit lalu. Elizabeth tampak tak sabar, matanya bergerak lincah mencari wajah-wajah yang dirindukannya. Begitu melihat sosok Arvid yang mendorong troli, disusul Maizah dan dua bocah laki-laki di depannya, wajah Elizabeth langsung bersinar cerah. Ia melambaikan tangan dengan semangat.
“Matthew! Aidan!” serunya riang.
Begitu mereka semakin dekat, Elizabeth menunduk dan membuka kedua lengannya lebar-lebar. Aidan langsung lari ke pelukan neneknya.
“Grandmaaa! Aku kangen banget!” teriak Aidan sambil memeluk erat.
Matthew, yang lebih kalem, ikut memeluk Elizabeth. “Kami kangen sama Grandma dan Grandpa,” katanya dengan suara lembut.
Elizabeth tak kuasa menahan air matanya. “Oh sayang-sayang Grandma... kangen banget sama kalian. Satu pekan rasanya tuh satu tahun."
Halbert melangkah ke depan dan langsung memeluk Maizah. “Welcome home, my dear,” ucapnya hangat, kemudian menepuk punggung Arvid dengan lembut. Sebuah pelukan singkat yang penuh makna antara ayah dan anak.
“Thank you, Dad. It’s good to be back,” jawab Arvid sambil tersenyum, lalu menatap Maizah yang menggenggam tangannya erat.
Elizabeth, seperti biasa, penuh energi. “Ayo-ayo, Grandma udah masak makanan kesukaan kalian! Ada chicken pie, sup labu, dan brownies buat Aidan. Yuk, kita pulang ke rumah!”
Anak-anak langsung bersorak kecil.
“Brownies! Aku laper, Grandma!” seru Aidan.
“Pie-nya juga dong,” timpal Matthew.
Mereka mulai berjalan menuju tempat parkir bandara, sambil menarik koper masing-masing. Angin dingin menyambut mereka, tapi kehangatan hati membuat semuanya terasa ringan. Begitu memasuki mobil keluarga yang diparkir tak jauh dari pintu keluar, mereka mulai tertawa-tawa lagi.
Elizabeth duduk di tengah bersama Maizah dan kedua cucunya, sedangkan Halbert dan Arvid duduk di kursi depan. Meski lelah setelah penerbangan panjang, suasana di dalam mobil terasa hidup.
Perjalanan menuju rumah di kawasan Kensington memakan waktu hampir satu jam karena lalu lintas pagi hari. Tapi tak ada yang bosan. Jalanan kota London, bangunan-bangunan tua yang berjejer rapi, dedaunan kuning yang berguguran dari pohon-pohon mapel, semuanya menjadi pemandangan yang menyenangkan setelah sekian lama.
"Kita dah sampai...." seru Aidan.
"Alhamdulillah, kita sampai di rumah dengan selamat." Ujar Maizah setelah turun dari mobil.
Mereka semua turun dari mobil. Elizabeth sudah lebih dulu membuka pagar dan menyambut mereka dari tangga depan.
“Masuk, masuk. Ayo, cepat! Di dalam hangat,” katanya sambil menggoyang-goyangkan tangannya karena udara pagi yang dingin menusuk.
Begitu pintu dibuka, aroma sup ayam hangat dan cinnamon rolls langsung menyambut. Rumah itu bersih dan wangi. Lantainya mengilap, karpetnya bersih tanpa debu, bahkan jendela-jendela besar itu tampak seperti baru dipasang—tidak ada satu pun noda atau bekas sidik jari.
Elizabeth membayar jasa yang membersihkan satu rumah, baik di dalam mandi luar. Bahkan kebun Maizah pun dibersihkan.
Maizah masuk ke dapur sebentar lalu tersenyum kecil. Semua rak tertata rapi. Alat masak miliknya masih tersimpan seperti saat terakhir ia tinggal di sana. Bahkan celemek biru tua miliknya tergantung manis di samping kulkas.
“Terima kasih banyak, Mom,” katanya sambil memeluk Elizabeth.
“Aku tahu kalian pasti capek setelah perjalanan jauh, jadi semuanya udah mommy siapkan,” jawab Elizabeth sambil menepuk punggungnya.
***
Seperti rencananya kemarin, Arvid ingin mengajak istrinya pergi menikmati waktu berdua tanpa kedua putranya. Sekarang Arvid punya misi yaitu membujuk kedua putranya agar mengizinkan mereka berdua pergi.
Arvid memasuki kamar Matthew yang ternyata ada Aidan juga di dalam sana. Kesempatan yang bagus bukan?
"Daddy?" Arvid tersenyum saat Matthew pertama kali menyadari keberadaan.
Aidan yang tadinya sibuk dengan puzzle barunya mendongak menatap sang ayah. "Ada apa Daddy?" Tanyanya.
"Ada yang ingin Daddy katakan pada kalian," Arvid duduk di atas karpet lembut diikuti oleh Matthew dan Aidan.
"Ada apa dad?" Kini Matthew yang bertanya, sepertinya serius yaa dilihat dari ekspresi sang ayah.
Melihat kedua putranya duduk menghadap padanya Arvid pun mulai berbicara. "Jadi, Daddy mau ajak Mommy kalian jalan-jalan ke xxx,"
"Besok kita sudah sekolah Daddy, mana bisa." Ucap Aidan.
"Daddy maunya hanya berdua dengan Mommy, jadi kalian tidak perlu ikut."
"Mana bisa begitu!" Sanggah Aidan dengan cepat.
"Bisa dong. Daddy akan belikan apapun yang kalinya mau kalau mengizinkan Mommy dan Daddy pergi berdua."
Aidan sedikit tergiur dengan tawaran Daddy nya itu, tapi tetap saja ia tidak ingin Mommy nya pergi tanpa dirinya. Sedangkan Matthew diam sendari tadi membuat Arvid menebak kemungkinan-kemungkinan putra sulungnya itu.
"Matthew bagaimana?" Tanya Arvid.
Matthew menatap sang Daddy sebelum menjawab. "Kalau Mommy yang mau aku gak papa," jawabnya, sebenarnya ia juga tidak ingin ditinggal sama Mommy nya, tapi jika Mommy nya bahagia bisa jalan-jalan sama sang Daddy kenapa tidak?
"Tentu saja Mommy mau dan akan sangat bahagia dengan itu. Tapi..." Arvid menatap Aidan sebelum lanjut berbicara. "Tapi sepertinya Aidan tidak setuju deh," lanjutnya membuat Arvid gelagapan saat di tatap tajam dengan Matthew.
"Aidan mana bisa tidur kalau Mommy puk-pukul Daddy," ucap Aidan sedikit merengek.
"Bisaa. Kamu kan sudah besar Aidan, harus dibiasakan itu, gak malu apa nanti kalau teman-teman kamu tau?"
"Lagian yaa emang kalian gak mau..." lanjut Arvid menggantung.
"Mau apa?"
Arvid mendekat dan berbisik diantara kedua putranya. Entah apa yang dibisikkan, tapi itu mampu merubah ekspresi kedua anak laki-laki itu.
"ADIK!" seru Aidan.
"Stttt,"
"Gimana, kalian mau gak? Masa kalian gak mau punya adik sih, apalagi kalau adiknya perempuan dan mirim dengan Mommy yang cantik dan manis,"
Matthew dan Aidan membayangkan adik perempuan yang mirip dengan Mommy nya, cantik dan manis. Pasti itu sangat menyenangkan bukan?
"Gimana? menyenangkan bukan?" Tanya Arvid dengan senyuman manis. Melihat ekspresi kedua putranya ia sudah bisa menebak kalau keduanya sangat tertarik dengan itu.
Anak perempuan yang mirip dengan Maizah? Ahh dia juga sangat menantikan hal itu. Memikirkan itu, ia jadi teringat dengan putrinya yang sudah berpulang.
"Gimana?" Tanya Arvid sekali lagi pada kedua putranya.
"Setelah dipikir-pikir boleh juga, Aidan kan sudah besar jadi, harus belajar tidur tanpa di puk-puk sama Mommy." Ujar Aidan
"Nahh itu baru anak Daddy, pulang nanti Daddy akan belikan apapun yang kalian inginkan, ok?"
"Ok!"
"Kalau begitu selamat malam anak-anak Daddy, jangan lupa siapkan peralatan sekolah kalian." Arvid berdiri lalu berjalan keluar dari kamar dengan perasaan yang sangat senang.
Tbc.
semangatttt