Giani Fifera adalah gadis yang tak pernah mengenal dunia luar. Sejak kecil ia hanya belajar dari rumah, tak pernah mengenal dunia luar seperti kebanyakan gadis seumurannya.
Saat orang tuanya meninggal, Giani tinggal berdua dengan kakaknya Geraldo. Giani bahagia karena kakaknya itu sangat menyayanginya. Namun suasana damai di rumah mereka berubah menjadi neraka semenjak kakaknya menikah dengan Finly Prayunata, anak salah satu konglomerat di Indonesia.
Finly punya selingkuhan. Dan selingkuhannya itu adalah anak angkat papanya. Seorang pria bule keturunan Spanyol-Inggris.
Giani tahu kalau kakaknya sangat mencintai istrinya sekalipun sudah tahu kalau istrinya itu punya selingkuhan. Giani pun bertekad merebut dan menikahi selingkuhan kakak iparnya. Dan untuk bisa melakukan itu, Giani harus merubah penampilannya dari gadis lugu, menjadi gadis dewasa dengan gaya yang sedikit menggoda.
Berhasilkah Giani merebut selingkuhan kakak iparnya itu? Berhasilkah Giani membahagiakan kakaknya Geraldo?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Spanyol (Part 2)
Bunyi bel pintu membangunkan Giani dari tidurnya. Tadi selesai makan siang, Giani memilih tidur lagi sedangkan Jero sibuk dengan ponselnya.
Siapa yang membunyikan bel pintu ya? Terus, kemana si Jero?
Giani bangun lalu membuka pintu kamar. Seorang pelayan hotel lsngsung tersenyum saat pintu terbuka.
"Miss Giani Dawson?" tanya pelayan itu.
"Yes" jawab Giani.
"There is a gift for you, madam." Kata pelayan pria itu sambil menyodorkan sebuah kotak hadiah berwarna putih yang diikat dengan pita biru.
"For me?"
"Yes. This is your name right?" Tanya pelayan itu sambil menunjukan nama yang tertera di kotak itu.
For : Mrs. Giani Dawson
"Yes. This is my name. Thank you!" Ujar Giani saat menerima kotak itu. Ia merogoh saku celananya dan memberikan tip pada pelayan itu sebelum menutup pintu kembali.
Penuh rasa penasaran, Giani meletakan kotak itu di atas tempat tidur dan membukanya. Matanya langsung berbinar melihat gaun berwarna biru. Gaun yang sederhana namun terlihat mewah. Sebuah sheath dress dengan tangan pendek. Dan sebuah sepatu heels jenis peep toe yang juga berwarna biru.
Siapa yang mengirim ini padaku? Tak ada catatan apapun. Gaun ini juga sangat pas di tubuhku dan sepatunya sangat cocok di kakiku. Apakah kak Jero? Kalau dia, ngapain juga harus repot-repot meminta pelayan mengantarkannya?
Giani jadi bingung. Ia pun menyimpan sepatu dan dress itu ke dalam lemari. Ia berdiri di balkon sambil menatap indahnya kota Madrid di sore hari. Setelah agak lama berdiri di balkon, ia pun masuk kembali bersamaan dengan pintu kamar yang terbuka. Terlihat Jero yang masuk dengan pakaian olahraga. Wajahnya terlihat agak berkeringat begitu juga dengan tubuhnya. Sangat jelas terlihat pakaian olahraga itu menempel ditubuhnya dan menampakan tubuh atletis Jero.
"Dari mana kak?"
"Aku nge-gym di bawah. Setelah itu lari sore di sekitar hotel. Tubuhku agak kaku setelah sangat lama duduk di pesawat." Jero menuangkan air putih yang tersedia di atas meja di dalam gelas. Ia meneguknya sampai habis.
"Sekalian lirik cewek Madrid ya?"
"Kok tahu sih?"
Giani tertawa. "Dasar mata keranjang!"
Jero tak tersinggung mendengar perkataan Giani. Dia akui kalau tadi ia memang melihat banyak cewek cantik yang juga sedang lari sore seperti dirinya. Bahkan ada yang berani-berani menggodanya. Dan entah apa yang merasuki kepalanya, Jero justru mengangkat tangannya, menunjukan jari manisnya yang ada cincin pernikahannya membuat cewek-cewek itu langsung kabur.
Melihat Jeronimo hanya tersenyum membuat Giani jadi kaget. "Jadi benar kakak tadi sekalian cuci mata?"
"Namanya juga mata lelaki."
"Baguslah. Setidaknya kakak tahu kalau di dunia ini masih banyak perempuan cantik yang lebih dari kak Finly."
Jero tak menanggapi. Ia hanya duduk di atas sofa sambil membuka sepatu ketsnya.
"Kak, tadi ada yang mengirim gaun dan sepatu untukku."
Jero menoleh. "Benar? Kamu punya pengagum dong di sini. Pada hal kita baru beberapa jam ada di sini."
"Nggak tahu juga. Tapi aku suka gaun dan sepatunya. Sangat cantik. Tak sabar untuk memakainya."
Jero melepaskan kaos olahraga yang dipakainya. "Pakailah gaun dan sepatu itu sebentar malam saat kita akan bertemu dengan tuan Mendes. Kau kan suka warna biru."
Giani mengerutkan dahinya. "Dari mana kakak tahu kalau warnanya biru?"
Jero menahan senyum. Giani langsung mengerti. "Itu dari kakak ya?"
"Ya." Jawab Jero pelan. Hampir tak terdengar.
"Benar?" Tanya Giani lalu duduk di samping Jero.
"Tadi pas sedang lari sore, aku melihat sebuah butik yang memejang gaun dan sepatu itu. Jadi ingat kalau kamu suka warna biru. Aku nggak tahu juga kalau ukurannya pas atau tidak."
Cup!
Jero menoleh dengan kaget saat Giani mencium pipinya. "Makasi, kak. Aku suka. Suka banget hadiahnya." Kata Giani dengah wajah berseri. Melihat wajah Giani yang gembira seperti itu, Jero merasakan ada desiran aneh di hatinya.
Bukankah ia biasa juga memberikan hadiah kepada Finly? Bukankah Finly selalu berterima kasih dengan menghujaninya dengan ciuman panas yang m**emabukan sehingga selalu berakhir di tempat tidur saja? Lalu mengapa ini hanya sebuah kecupan singkat di pipi membuat hati Jero begitu mengembang dengan rasa senang saat melihat kebahagiaan Giani yang merasa senang dengan hadiah yang diberikannya?
"Baguslah kalau kau suka. Sekarang bersiaplah. Ini sudah jam 6. Pukul setengah 8 sopir tuan Mendes akan menjemput kita untuk makan malam dengan mereka." Jero langsung berdiri dan menuju ke kamar mandi. Ia tak mau Giani melihat wajahnya yang bersemu merah karena dicium oleh Giani.
**********
Jeronimo yang sudah rapih dengan setelan kemeja tangan panjang biru dan celana kain hitam memilih menyingkir ke balkon karena tak tahan melihat Giani yang baru saja keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk.
Giani pun segera berdandan. Kursus kecantikan yang selama ini diikutinya secara online (atas usul Joana tentunya), telah membuatnya bisa berdandan termasuk mengatur tatanan rambutnya. Rambut Giani yang panjang sebahu digulungnya ke atas menggunakan mengait rambut.
"Giani, apakah kau sudah si....ap?" Jero menelan salivanya kasar. Ia tak percaya melihat Giani yang nampak cantik dengan dandanannya.
"Sudah, kak. Hanya bajuku tolong dinaikan resletingnya."
Jeronimo menaikan reslating baju Giani. Ia menahan napas agar tak tergoda melihat punggung mulus gadis itu.
"Ayo, kak." Ajak Giani. Ia melingkarkan tangannya di lengan Jero. Keduanya melangkah bersama meninggalkan kamar.
Saat tiba di lobby hotel, sopir yang akan menjemput mereka sudah menunggu. Keduanya langsung masuk ke dalam mobil yang akan mengantar mereka ke sebuah restoran.
Restoran yang mereka tuju adalah salah satu restoran termewah di kota ini dengan beberapa ruangan pribadi VVIP.
Tuan Girasol Mendes sudah menanti mereka dengan seorang wanita cantik.
"Holla Mr. Dawson. Who is this beautiful woman?" Tanya Girasol sambil menatap Giani dengan tatapan laparnya. Jero jadi tak suka.
"Soy la esposa del Sr. Dawson. Mi nombre es Giani Dawson" (Aku adalah istri dari tuan Dawson. Namaku Giani Dawson) Kata Giani membuat Jero dan juga Girasol terkejut. Tak menyangka kalau Giani bisa berbahasa Spanyol dengan sangat fasih.
"Eres muy hermosa y muy joven. Tu marido tiene mucha suerte de tenerte." (Kau sangat cantik dan masih sangat muda. Suamimu sangat beruntung memilikimu).
Giani hanya tersenyum manis menerima pujian itu. "Sayang tuan Mendes mengatakan kalau aku cantik dan masih sangat muda. Katanya kau beruntung memilikiku." Kata Giani.
"I am very lucky to have my wife." Ujar Jero sambil mengusap tangan Giani yang ada digenggamannya. Sebagai lelaki dewasa yang cukup berpengalaman dengan wanita, Jero dapat memahami apa arti tatapan Girasol. Pria berusia 50 tahun ini seakan tak perduli jika wanita cantik yang ada di sana adalah istrinya. Sepertinya juga istrinya sudah terbiasa melihat perlakuan suaminya itu.
Mereka pun makan bersama. Jero semakin kagum pada Giani karena gadis itu langsung akrab dengan Sarah Mendes, wanita berusia 30 tahun yang merupakan istri ketiga dari Girasol.
"Aku pastikan kalau produk kain kami memiliki kualitas terbaik. Juga ada produk batik yang sudah kami pasarkan di Jerman, Turki dan Belanda." Kata Jeronimo sambil memberikan beberapa contoh kain.
"Batik adalah kain khas Indonesia. Perempuan khususnya akan terlihat anggun dan cantiķ jika memakai kain batik. Aku yakin dengan brand baju terkenal yang anda miliki, kain batik kami akan lebih terkenal di Spanyol ini." Sambung Giani dengan suara merdunya membuat Girasol tersenyum senang.
"Ok. Aku menyetujui kerja sama ini. Aku akan langsung memesan dengan jumlah yang banyak." Kata Girasol.
"Terima kasih tuan Mandes. Aku akan membuat perjanjian kontraknya malam ini sehingga besok kita sudah bisa menandatanganinya." Kata Jeronimo senang walaupun hatinya masih dongkol melihat mata Girasol yang sepertinya terus memandang Giani dengan genitnya. Jero bahkan sedikit menyesal karena memilih gaun itu untuk Giani dengan belahan dada yang sedikit rendah dan punggung yang agak terbuka.
"Bagaimana kalau besok sambil menandatangani perjanjian kerja sama, kita mengundang mereka untuk makan siang di rumah kita, sayang?" Tanya Sarah Mandes.
"Oh, itu usul yang baik. Bagaimana menurut kalian?" Tanya Girasol sambil memandang Giani dan Jero secara bergantian."
Giani tersenyum. Ia menatap Jero. "That's a sweet invitation. Yes, honey?"
Jero mengangguk. "Yes."
"Istriku sangat pintar memasak. Kalian pasti akan sangat suka dengan masakannya." Kata Girasol.
"Istriku juga sangat pintar memasak." kata jero tak mau kalah.
"Kalau begitu, besok datanglah jam 9 pagi. Sambil kita menyiapkan berkas kerja sama ini, biarkan 2 wanita cantik ini bekerja sama menyiapkan makan siang. Bagaimana?" Girasol tampak sangat bersemangat. Giani dan Sarah saling berpandangan dan secara spontan mengangguk dengan senang.
Akhirnya acara makan malam itu pun berakhir dengan manis. Saat mereka masuk ke dalam mobil, Jero langsung mengambil tisue dan membersihkan pipi Giani.
"Ada apa, kak? Pipiku kotor?" Tanya Giani heran sambil memegang pipi kanannya yang dibersihkan Jero.
"Si genit itu mencium pipimu sangat lama. Aku mau menghapus jejaknya."
"Ah, kakak cemburu?" Tanya Giani sambil mencolek pinggang Jero.
"Aku nggak cemburu, hanya kesal saja melihatmu dicium olehnya." Jero berdalih. Ia sendiri heran mengapa membersihkan pipi Giani dengan tisue.
"Katakan saja kalau kakak cemburu." Giani terus menggoda Jero.
"Aku nggak cemburu, Giani. Kamu kan bukan tipeku."
"Ya sudah. Kalau kakak nggak cemburu, besok aku bukan hanya membiarkan pipiku dicium olehnya, tapi juga bibirku."
"Apa?"
Giani tertawa. Ia dengan entengnya menyandarkan kepalanya di bahu Jero.
"Seharusnya kakak tahu, aku bukan perempuan murahan yang mudah jatuh dalam pesona lelaki penggoda seperti dia."
Cup
Giani menatap Jero yang tiba-tiba mencium bibirnya. Namun Jero pura-pura cuek.
"Kalau si palo bangun, aku nggak mau menidurkan dia lagi ya."
Jero jadi tertawa membuat si sopir hanya geleng-geleng kepala. Ia memang tak mengerti dengan apa yang pasangan itu bicarakan. Namun mereka terlihat bahagia.
***********
Giani meletakan kopi yang ia pesan dari restoran hotel yang buka 1x24 jam.
"Kak, ini kopinya."
"Makasi ya."
"Selamat bekerja. Selamat atas kontraknya. Aku mau bobo dulu ya..." Ujar Giani. Ia mengecup pipi Jero. Kembali Jero merasa ada sesuatu yang menggelitik hatinya.
Selama 3 jam, Jero membuat kontrak kerja sama sambil sesekali konsultasi dengan papa Denny dan Dion. Akhirnya semua selesai dibuat. Jero pun naik ke atas tempat tidur sambil menatap wajah Giani yang sudah terlelap dengan balutan gaun tidur yang agak tertutup kali ini.
Besok, aku akan membuat suasana romantis. Aku akan menaklukanmu untuk bisa kumiliki seutuhnya. Kau sudah membuatku paloku menderita selama ini. Sejak kita menikah aku bahkan tak pernah tidur dengan wanita manapun. Sabar paloku, besok kau akan terpuaskan.
Jero tersenyum manis. Ia kemudian memeluk Giani dari belakang.
Berhasilkah Jero melaksanakan Malam Pertamanya bersama Giani?
Segera like, komen dan vote ya he...he...
tpi lebih enak dibaca kata memelihara diganti dg kata " merawat" ☺☺☺