"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jaminan?
Bastian berhenti.
Satu kalimat sederhana itu seperti tali yang menahan seluruh tekadnya untuk pergi.
Ia memejamkan mata sejenak. Harusnya ia masuk ke mobil. Harusnya ia pergi. Tapi tubuhnya tidak bergerak sesuai logika.
Bastian mengembuskan napas berat, lalu perlahan berbalik.
Riri terbelalak ketika melihat Bastian berjalan kembali ke arahnya — langkah besar, mantap, seolah menolak segala jarak yang tadi coba mereka bangun.
“Om?” bisiknya.
Tanpa memberi kesempatan Riri mengucap apapun lagi, Bastian berhenti tepat di depan gadis itu — jaraknya hanya sejengkal. Tatapannya penuh dengan sesuatu yang tak bisa ia sembunyikan lagi.
“Riri… kamu tahu?” suara Bastian serak. “Kamu justru bikin saya gak bisa pergi.”
Sebelum Riri sempat bereaksi, Bastian menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
Pelukan itu erat. Seakan ia takut Riri akan menghilang jika ia melepaskannya walau sedetik saja.
Riri sempat terkejut, seluruh tubuhnya membeku beberapa detik sebelum akhirnya tangannya terangkat perlahan — membalas pelukan itu dengan hati yang berdegup begitu kencang.
Dada Bastian terasa hangat. Pelukan yang kokoh namun lembut. Riri bisa merasakan detak jantung pria itu menekan pipinya.
“Om…” suara Riri bergetar.
“Saya gak mau pergi,” gumam Bastian tepat di dekat telinganya. Nada suaranya rendah, penuh pergulatan. “Kenapa rasanya saya gak mau berpisah sama kamu malam ini.”
Riri terdiam. Pelukan itu… lebih dari cukup untuk menjawab semua keraguannya selama ini. Pelukan itu menjawab semua rasa rindunya.
Bastian melonggarkan pelukannya hanya sedikit, menatap mata Riri dengan begitu serius.
“Riri… apa kamu sadar kamu ini bahaya?” tanya Bastian pelan.
Riri berkedip pelan, senyumnya muncul samar. “Bahaya kenapa, Om?”
Bastian menelan ludah. "Karena kamu selalu bikin saya bersikap di luar kendali. Kamu yang bikin saya datang malam-malam begini, kamu juga yang bikin saya enggan buat pergi. Setiap melihat kamu, saya merasa selalu ingin melewati batas."
Riri mengusap lembut pipi Bastian. "Itu tandanya, Om gak mau kehilangan aku kan?"
Bastian mengangguk mantap, "Sudah saya bilang bukan, sejak hari itu. Kamu milik saya. Sejak hari itu, saya akan melakukan apapun demi bisa bersama kamu. Termasuk menunggu restu kedua orangtua kamu, Riri."
"Apa kamu ragu pada saya, Riri?" Tanya Bastian menatap dalam pada gadisnya.
"Sedikit. Aku takut om lepasin aku, dan ngejauh dari aku seperti waktu itu." jawab Riri mewakili perasaannya.
Pelukan itu belum benar-benar hilang dari tubuh mereka ketika Bastian menarik napas panjang, mencoba mengembalikan kendali dirinya. Ia melepaskan pelukan pelan-pelan, tetapi tangan kirinya tetap berada di punggung Riri, seolah enggan benar-benar hilang kontak.
“Riri…”
Nada suaranya rendah, dan berat, seolah ada keputusan besar yang baru saja dibuat dalam hitungan detik.
Riri menatapnya dengan mata berbinar namun penuh kebingungan.
“Iya… om?”
Tanpa kata tambahan apa pun, Bastian menggenggam tangan Riri. Hangat dan mantap. Tidak ada lagi rasa ragu.
“Ayo ikut saya.”
Riri terkejut. “Ke… ke mana Om?”
Bastian tidak menjawab. Ia hanya menarik tangan Riri menuju mobilnya yang terparkir di depan rumah. Pegangannya tidak terlalu kuat, tapi cukup untuk memberi pesan bahwa ia tidak ingin Riri melepaskan diri.
“Om, ini sudah malam,” bisik Riri, separuh gugup separuh berharap.
“Saya tahu.”
Bastian membuka pintu mobil penumpang untuk Riri, gerakannya pelan namun tegas. “Masuk.”
“Tapi kalau Mama dan Papa lihat—”
“Biar nanti saya yang tanggung jawab.”
Suaranya tegas, tapi matanya penuh kelembutan.
Riri sempat ragu beberapa detik. Tapi hati dan tekadnya lebih dulu bergerak.
Ia masuk ke dalam mobil.
Begitu pintu tertutup, Bastian berjalan ke sisi pengemudi.
"Kenapa Om bawa aku masuk ke mobil?" tanya Riri dibuat heran dengan semua sikap tiba-tiba dari Bastian.
Bastian menatap Riri, tatapan yang membuat Riri mengerti Bastian tengah menginginkan sesuatu.
"Om, jangan macam-macam ya. Nanti kalau ada yang lihat gimana?"
"Kenapa, Ri? Kamu takut?" tanya Bastian dengan nada menggoda.
"Bukan takut sama Om, aku takut ada yang lihat." jawab Riri begitu polos membuat Bastian terkekeh kecil.
Bastian menarik hidung Riri gemas. "Berarti kalau gak ada yang lihat, saya boleh macam-macam sama kamu?"
Riri memalingkan pandangannya dari wajah Bastian. "Terserah, Om." jawabnya ragu-ragu.
Bastian meraih dagu Riri, agar gadis itu kembali menatap dirinya. "Tolong hilangkan semua perasaan ragu kamu pada saya Riri, saya sudah bilang sama kamu. Sekali saya melangkah maju ke arah kamu, saya tidak akan pernah mundur." ucap Bastian tegas.
"Apa jaminannya kalau Om gak akan pernah lepasin aku lagi?"
"Jaminan?"
"Iya, kalau sekedar ucapan. Om bisa aja ingkar." ujar Riri.
"Bagus, kamu gadis yang pintar. Saya suka kamu begini. Raden sudah salah menilai kamu ini kekanakan. Padahal, putrinya sudah sangat dewasa, bahkan jago menggoda."
Bastian lalu mengambil sesuatu dari saku celananya. "Ini jaminan saya untuk kamu. Ini jaminan kalau saya tidak akan pernah selangkah pun mundur untuk meninggalkan kamu." Ucap Bastian serius seraya membuka kotak kecil di tangannya.
"Om..?" Riri menutup mulutnya tak percaya.
"Apa kamu mau menikah dengan saya, Riana Maheswari?"
"Om serius?" Riri masih tak percaya.
"Apa jaminan ini kurang untuk membuktikan keseriusan saya, Ri?"
Riri menggeleng cepat. "Aku mau, Om. Aku mau." jawabnya begitu antusias.
Bastian pun tersenyum lalu memakai kan cincin yang ia bawa untuk Riri. "Cincin ini milik Mami saya. Dan sekarang, saya berikan kepada kamu. Saya ingin dia juga tahu, kalau saya sudah memilih kamu."
"Om.." Riri tidak lagi bisa berkata-kata. Matanya sudah mengembun sebab terharu.
"Saya akan mendapatkan restu dari orangtua kamu. Setelah itu, saya akan memperkenalkan kamu pada keluarga saya. Tolong bersabar sedikit lagi Riana, saya akan berjuang untuk hubungan kita." Ucap Bastian penuh keyakinan.
Riri tak mampu membendung lagi air matanya. Benar saja, hatinya tak salah memilih sejak awal. Ia tak salah saat jujur pada Bastian.
Tangan Riri terulur, membelai lembut rambut Bastian yang selalu tertata rapi.
"Terimakasih karena selalu meyakinkan saat aku merasa ragu. Terimakasih karena mau berjuang untuk hubungan kita. Kamu tau? Betapa bersyukurnya aku bertemu lelaki seperti kamu." Ucap Riri di sela tangis harunya.
Bastian menghapus jejak airmata di wajah Riri. Ia tersenyum lembut pada gadis yang baru saja ia minta untuk menikah dengannya. Bastian seolah tak butuh waktu lama untuk merasa yakin bahwa Riri lah wanita yang tepat untuknya. Sejak pertama ia melihat Riri, gadis itu selalu membuat perhatian Bastian mengarah padanya.
Bastian menarik tengkuk Riri lembut agar mendekat padanya, lalu..
Cup.. Satu ke-cupan singkat mendarat di bi-bir Riri.
"I love you, Riana."