Jihan Hadid, seorang EO profesional, menjadi korban kesalahan identitas di rumah sakit yang membuatnya disuntik spermatozoa dari tiga pria berbeda—Adrian, David, dan Yusuf—CEO berkuasa sekaligus mafia. Tiga bulan kemudian, Jihan pingsan saat bekerja dan diketahui tengah mengandung kembar dari tiga ayah berbeda. David dan Yusuf siap bertanggung jawab, namun Adrian menolak mentah-mentah dan memaksa Jihan untuk menggugurkan kandungannya. Di tengah intrik, tekanan, dan ancaman, Jihan harus memperjuangkan hidupnya dan ketiga anak yang ia kandung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Di tengah perjalanan Selim melihat raut wajah mamanya yang gelisah.
"Ma, kita ke butik mana?" tanya Selim.
"Selim, sebenarnya kita tidak ke butik. Tapi Stela meminta mama untuk mengajak kamu keluar." jawab Mama.
"APA?!"
Selim memutar kemudinya dan segera ia mempercepat laju mobilnya menuju ke rumahnya.
Begitu mobil berhenti di depan gerbang, ia bahkan tidak mematikan mesin, langsung berlari masuk.
Pintu rumah terbuka sedikit, tanda tidak terkunci sempurna.
“Jihan!” teriak Selim sambil berlari ke kamar.
Namun, kamar kosong. Selimut berantakan, dan di lantai ada kain basah yang masih menyebarkan bau menyengat.
Selim memungut dan mencium kain itu, lalu melemparkannya
“Chloroform…” gumamnya.
Selim mengepalkan tangannya dengan rahangnya mengeras.
“Stela…”
Mama Selim yang baru masuk ke rumah dan terkejut melihat kamar Jihan yang berantakan.
“Maafkan Mama, Nak… Mama tidak tahu kalau Stela akan—”
“Sudah, Ma. Sekarang Mama kunci pintu, jangan keluar. Aku akan membawa Jihan pulang.” suara Selim tajam tapi terkendali.
Mama menangis sesenggukan dan meminta maaf kepada putranya.
Dengan cepat ia meraih ponsel, menekan nomor temannya Ferman.
Selim fokus menyetir dan berharap Jihan baik-baik saja.
"Ferman, tolong lacak mobil milik Stela dan kirimkan kepadaku." ucap Selim.
Sambil menunggu kabar dari Ferman, Selim menuju ke rumah Stela.
Sementara itu di apartemen Jacob, Adrian kembali marah setelah mendengar perkataan dari Mia dimana Jihan diculik.
"Kenapa Selim tidak memberitahukannya kepada kita?" tanya David.
"Bukankah sudah aku beritahu untuk tidak percaya kepada lelaki itu!"
Adrian menyiapkan senjatanya dan memasukkannya ke belakang pakaiannya.
Jacob berhasil meretas rekaman cctv kediaman Selim.
Mereka melihat seorang wanita dan dua orang pria yang masuk ke kamar Jihan.
Kedua orang tersebut langsung membius Jihan dan membawanya ke mobil.
David mengepalkan tinjunya. “Bangsat… mereka sudah merencanakan ini matang-matang.”
Jacob memeriksa plat nomor dan melacak kemana mereka membawa Jihan.
Adrian sudah berdiri di depan pintu, napasnya berat.
“Aku nggak peduli siapa yang ikut. Kalau aku harus sendirian, aku tetap berangkat.”
Jacob mengangkat tangan untuk menghentikannya.
“Tunggu. Aku sudah dapat koordinatnya dan ini bukan alamat biasa. Ini salah satu gudang milik Arkadion.”
“Kalau itu markas Arkadion, kita nggak bisa asal masuk. Kita butuh rencana.” ucap David.
“Rencana aku ambil Jihan dan habisi siapa saja yang menghalangi.” ucap Adrian sambil mencabut senjatanya.
Adrian berjalan keluar dari Apartemen Jacob dan disusul dengan mereka bertiga.
"Aku sudah mengerahkan anak buahku untuk pergi kesana," ucap Jacob.
Sementara mereka berempat yang akan menuju ke tempat Arkadion.
Jihan membuka matanya dan melihat dirinya yang terikat di atas brankar dengan kedua kaki terbuka lebar.
Ia membelalakkan matanya saat melihat Arkadion berjalan kearahnya.
"Lepaskan aku!"
"Sssshh... Aku akan melepaskan kamu, Jihan. Setelah dokter menggugurkan kandungan kamu." ucap Arkadion sambil mencium kening Jihan.
"TOLONG!! TOLONG!!" teriak Jihan.
Arkadion menganggukkan kepalanya dan meminta dokter untuk menganastesi Jihan.
Jihan menggelengkan kepalanya saat dokter akan memasang selang masker.
Salah satu perawat memberikan suntikan dan dalam hitungan detik Jihan kembali tidak sadarkan diri.
Arkadion meminta mereka untuk segera mengeluarkan janin yang ada di kandungan Jihan.
BRAAAKKK!!
Arkadion dan mereka semua yang ada disana langsung terkejut ketika melihat mobil Selim masuk kedalam.
Selim turun dari mobil dan menghajar anak buah Arkadion.
"HENTIKAN ATAU KAMU AKAN MELIHAT JASADNYA?!" ucap Arkadion sambil menodongkan senjatanya ke arah Jihan.
Selim mengangkat tangannya sedikit, mencoba menenangkan diri, namun sorot matanya penuh amarah.
“Kamu bahkan tidak tahu apa yang akan kau dapat kalau menyentuh dia.”
“Oh, aku tahu persis. Aku akan menghapus sesuatu yang membuatnya lemah dan membuatmu hancur.”
Tiba-tiba terdengar suara langkah cepat dari arah pintu belakang.
BRAAATTT!!
Jacob, Adrian, David, dan Yusuf menerobos masuk bersama anak buah Jacob.
Peluru beterbangan, kaca dan peralatan medis hancur berantakan.
Arkadion menyeret Jihan sedikit, menahannya sebagai tameng hidup.
“SATU LANGKAH LAGI DAN AKU TEMBAK DIA!” teriaknya.
“Lepaskan dia, atau aku pastikan kau tidak akan keluar dari sini hidup-hidup.”
Selim melirik Jacob dan memberikan kode halus ke Jacob.
Jacob menganggukkan kepalanya dan menggerakkan anak buahnya ke posisi mengapit.
"SEKARANG!!"
Selim memeluk tubuh Jihan erat sambil menjatuhkan diri ke lantai, membuat Arkadion terpaksa melepas bidikan untuk menjaga keseimbangan.
Adrian ya h melihat peluang langsung mengarahkan senjatanya.
DOR!
Peluru langsung menembus jantung Arkadion, membuat pria itu terhuyung dan terjatuh.
David dan Yusuf segera menutup posisi, menembaki anak buah Arkadion yang mencoba mendekat.
Jacob menarik brankar menjauh, memastikan jalur keluar terbuka.
Selim memeriksa kondisi Jihan yang masih tidak sadarkan diri.
Ia segera memasukkan Jihan ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit.
"Adrian, David, Yusuf. Lekas ke rumah sakit. Biar aku yang mengurusnya." ucap Jacob.
Mereka menganggukkan kepalanya dan segera menuju ke rumah sakit
Jacob meminta anak buahnya untuk membuang jasad Arkadion.
Ia juga menangkap Leonardo dan Stela yang bersembunyi di lantai atas.
Leonardo melihat Arkadion yang telah tewas dan tergeletak di lantai.
“Jangan coba-coba bergerak, Leonardo. Hari ini permainan kalian selesai.”
Stela yang berada di sudut ruangan tampak gemetar, namun masih mencoba berkilah,
“Kau tidak mengerti, semua ini aku lakukan..."
PLAK!
Jacob menamparnya hingga tubuh Stela tersandar ke dinding.
“Diam. Kau akan menjelaskan semuanya di tempat yang aku tentukan, bukan di sini.”
Anak buah Jacob segera memborgol keduanya, lalu menyeret mereka keluar dari gudang.
Sementara itu, di rumah sakit, Selim berlari masuk ke ruang gawat darurat sambil menggendong Jihan.
"Cepat pasangkan selang infusnya." ucap Selim yang kemudian mengambil stetoskop untuk memeriksa keadaan Jihan.
Selim sangat takut jika ada obat yang sudah diberikan oleh Arkadion.
"Jihan, apakah kamu mendengar suaraku?" tanya Selim sambil menepuk-nepuk pipi Jihan.
Perawat mengambil alkohol yang ia teteskan ke kain.
Selim mengambil kain dan mendekatkan ke arah hidung Jihan.
“Dia merespons! Terus pantau tekanan darahnya,” ucap perawat sambil memeriksa monitor.
Selim menghela napas lega, tapi rasa takut masih menghimpit dadanya.
Tangannya tak lepas menggenggam jemari Jihan.
“Aku di sini, Jihan. Tolong jangan tinggalkan aku,” bisik Selim.
Jihan membuka matanya perlahan-lahan dan melihat Selim ada di hadapannya.
"Jihan, jangan membuatku gila." ucap Selim sambil mencium kening Jihan.
Jihan masih seperti orang kebingungan saat melihat Selim.
Selim meminta perawat untuk memberikan obat untuk menetralisir obat bius yang ada di tubuh Jihan.
Sementara itu di luar ruang UGD dimana mereka bertiga masih menunggu Selim yang ada di dalam.
Adrian mondar-mandir di depan ruang UGD sambil sesekali menoleh ke arah pintu yang masih ditutup.