NovelToon NovelToon
Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan Tentara / Romansa / Dokter / Gadis Amnesia
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Fantasi

Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.

Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Misi ditempat baru

Haris sudah memulai misi lanjutannya, kini dalam perjalanan menuju desa sebelah yang lumayan jauh dari desa sebelumnya. Sebelum keberangkatan, semua warga ikut menyaksikan perpisahan mereka.

Suasana haru menyelimuti, warga memeluk satu per satu tentara dan dokter yang telah berjasa memperbaiki fasilitas kesehatan di kampung mereka. Haris pun merasakan kesedihan, bukan hanya karena meninggalkan warga, tapi juga karena harus berpisah sementara dengan pujaan hatinya.

Saat Haris mengedarkan pandangannya lurus ke depan, terlihat Nahda tersenyum manis di belakang kerumunan warga. Ia melambaikan tangan ke arah Haris, dan Haris pun membalas lambaian itu.

"Aku janji... bakal kembali ke sini untuk jemput kamu pulang," batin Haris saat hendak memasuki mobil.

Kemudian, semua tentara bersiap dan mulai memasuki mobil satu per satu.

"Dahh... hati-hati!"

"Daaahhh!"

***

Satu jam berlalu dalam perjalanan, namun tujuan belum tercapai. Mereka masih menyusuri hutan belantara. Tempatnya sepi, tetapi jalannya beraspal. Masing-masing terdiam, tak ada yang bermain ponsel karena sinyal sulit didapatkan.

Setelah menempuh perjalanan hampir 2,5 jam, mereka akhirnya memasuki wilayah desa tujuan. Sesampainya di posko yang telah disiapkan oleh tim sebelumnya, mereka pun turun dari mobil satu per satu. Haris mulai mengamati desa tersebut dari jauh. Desa itu tampak sangat tidak teratur, banyak penduduk terlihat kekurangan gizi karena tubuh mereka yang kurus.

Fahri sepertinya paham akan keheningan Haris. "Pantas saja kita disuruh ke sini..." ujarnya pada Haris, dan Haris membenarkan perkataan temannya itu.

Tanpa pikir panjang, mereka semua langsung melaksanakan tugas masing-masing. Tak lupa, Haris menemui kepala desa setempat untuk mengonfirmasi maksud kedatangan mereka. Ternyata semua sangat antusias karena memang mereka sangat menantikan bantuan kesehatan dari pemerintah.

Semua bergotong royong membangun posko sementara sebelum mereka membangun klinik di beberapa titik desa tersebut. Tim Haris dibagi menjadi lima bagian, dan semuanya sudah berpencar untuk tugas masing-masing.

Haris melanjutkan dengan memberikan edukasi kesehatan kepada masyarakat di sana, dan ia bahagia melihat antusias warga di sini tak kalah dengan desa sebelumnya. Setelah selesai memberikan edukasi, ia pun mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis.

Dasar mata, memang tidak bisa melihat yang tampan sedikit. Banyak wanita dan ibu-ibu berebut untuk diperiksa oleh Haris karena ia juga ikut memeriksa kesehatan warga. Haris hanya tersenyum tipis dan mulai memeriksa mereka.

***

Setelah menemui Haris yang telah pergi misi lanjutan, Nahda kembali melakukan aktivitasnya di kebun. Kebetulan dirinya ditemani Puput, sahabatnya. Hatinya entah kenapa tidak rela jika pria itu pergi. Rasa khawatir mulai menghinggapinya.

Nahda bekerja dalam diam, tanpa berbicara apa pun. Puput menyadari jika temannya ini sedang menyimpan sesuatu.

"Han... istirahat sebentar yuk," ajak Puput.

Nahda pun mengangguk. Lalu mereka berdua duduk di bawah pohon rindang yang nampak sejuk. Lagi-lagi Nahda hanya terdiam. Dirinya seperti tak punya semangat hari ini.

"Hana... kamu kenapa? Cerita saja sama aku."

Nahda menoleh sekilas pada Puput dan menghela napas beratnya. "Aku cuma ngerasa kehilangan saja, Put," lirihnya.

Puput yang peka segera tersenyum. "Enggak usah khawatir, Han... Aku tahu kamu ngerasa kesepian dia enggak ada... Tapi nanti juga dia balik lagi kan ke sini?" Puput mengetahui semuanya karena Haris yang bercerita agar ia bisa menjaga Nahda selama dirinya tidak di sampingnya.

"Tapi, Put, aku ngerasa khawatir saja... Kalau dia enggak pulang gimana?"

"Kamu ini... terlalu berlebihan... Coba kasih sedikit kepercayaan sama pasangan kamu... Pikir positif saja... Jangan mikir yang aneh-aneh."

Nahda pun kembali menghela napas panjang. "Semoga saja dia enggak macam-macam."

"Sudah yuk, Han... Lanjut kerja lagi... Biar bisa cepat pulang."

Nahda kembali lagi dengan semangatnya seperti biasa. Rasa lesu dan cemasnya sudah hilang karena Puput ada di sampingnya. Mereka pun kembali bekerja untuk melanjutkan tugas mereka yang tertunda tadi.

***

Lita sedang mengelilingi sebuah klinik untuk mencari sesuatu. Entah apa yang ia cari. Ia terus menyusuri ruangan kosong, bahkan mengedarkan pandangan pada kerumunan pasien klinik tersebut.

"Ke mana dia?" batinnya.

Lalu dirinya memeriksa bilik yang terpasang tak jauh dari lokasi klinik tempat ia bekerja. "Hah? Kok hilang? Ke mana mereka semua?"

Karena kesal, Lita pun kembali ke klinik dengan wajahnya yang ditekuk. Ternyata saat menyusuri jalanan menuju klinik, terlihat Agung yang baru saja datang karena tugasnya adalah siang hari.

"Pasti dia tahu," pikir Lita.

Lalu dengan cepat Lita menghampiri Agung yang hendak memasuki klinik. "Gung! Agung!"

Merasa terpanggil, Agung pun menoleh pada sumber suara yang memanggil namanya. Ketika menoleh ke belakang, ia melihat wanita berjas putih mulai menghampirinya.

"Ada apa?"

Napas Lita tersengal akibat kelelahan berlari. "Semua tentara pada ke mana? Dan lagi dokter di sini juga berkurang... Apa ada sesuatu?"

"Lu enggak tahu? Mereka semua sudah dipindahkan ke desa sebelah untuk misi lanjutan."

"Apa?! Kenapa lu enggak ngasih tahu?!! Berarti Haris ikut sama mereka?!"

"Iya," jawab Agung enteng dan jelas.

Napas Lita semakin memburu. Ia marah sekali hari ini. Kenapa hanya dirinya yang tidak tahu soal ini.

"Sial!"

Padahal ia rela mengikuti Haris pergi misi dan meminta atasannya untuk memindahkan dirinya ke sini agar bisa bersama dengan Haris. Namun, ia kembali ditinggal olehnya.

"Kalau lu enggak ada urusan lagi, gue pergi... Eh iya, jangan lupa tugas lu di sini banyak, Jangan bikin ulah dan pengen pindah tugas lagi," celetuk Agung dingin.

Ia juga merasa kesal pada wanita ini yang selalu menguntit sahabatnya ke mana pun ia bertugas. Dulu saat Haris bertugas di Papua, ia rela menyusulnya bahkan sampai terkena pelanggaran untuk menyusul Haris ke sana. Dan di sini, lagi-lagi Lita membuat masalah yang sama. Agung kesal karena ia juga terkena hukuman akibat Lita berada di satu tim yang sama.

Agung pun masuk ke dalam klinik, meninggalkan Lita seorang diri yang sedang terlihat marah itu.

"Kenapa sih lu selalu ninggalin gue?! Eh, tunggu dulu—"

Tiba-tiba senyum jahatnya kembali berkembang di bibirnya. "Kebetulan dia tidak ada di sini... Jadi gue bisa kasih pelajaran sama gadis desa sok itu," batinnya menggebu.

***

"Huhhhh..." Haris merebahkan tubuhnya di kursi karena lelah seharian beraktivitas tanpa henti. Terlebih dari perjalanan jauhnya, ia belum istirahat sama sekali.

Sekilas ia merasakan rindu kehadiran wanita di sampingnya. Kemudian Haris merogoh ponselnya dan melihat foto wanita yang sudah ia jadikan wallpaper. Perlahan senyumnya mulai bangkit.

"Baru sehari pergi... Rasanya aku sudah kangen saja sama kamu..." gumamnya pelan.

Ia ingin sekali menelepon kekasihnya hanya sekadar mendengar suaranya. Tapi sinyal di sana tidak stabil, jadi tidak ada koneksi jaringan internet.

Ada rasa khawatir di hatinya. Bukan cuma takut disakiti, tapi ia juga tak ingin jika kekasihnya itu didekati orang lain. Namun, ia sudah meminta Puput dan Agung agar menjaga Nahda dari dekat. Ia tak ingin siapa pun menyakiti dirinya.

"Huhh... Gue enggak boleh ngeluh... Gue harus bereskan secepat mungkin biar gue bisa balik... Tunggu aku ya, sayang... Aku pasti pulang."

Lalu ia pun memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantongnya dan kembali melakukan pekerjaannya.

***

Kedua wanita yang sedang bekerja di kebun telah menyelesaikan tugasnya. Hari sudah mulai agak teduh, pertanda hari sudah semakin sore.

"Han... Ayo kita pulang!"

"Ayo... tapi kamu jadi menginap di rumahku kan?"

"Iya... Ayo, sudah sore."

Mereka pun merapikan barang-barang yang dimasukkan ke dalam bakul, termasuk beberapa bahan makanan. Mereka mulai berjalan meninggalkan kebun yang sudah sepi pekerja. Di sepanjang jalan mereka berbincang dengan sangat asyik hingga tertawa. Namun itu hanya sementara.

"Heh, lu yang di sana!!"

Mereka berdua seketika terhenti dan menoleh ke belakang. Rupanya itu adalah seorang wanita yang masih memakai jas kebesarannya. Puput kebingungan karena ia tak mengenali perempuan tersebut. Sementara Nahda, ia terdiam dan masih memperhatikannya.

"Iya... ada apa ya, Teh?" tanya Nahda baik-baik.

"Enggak usah sok baik lu.. Gue cuma mau bilang, selama Haris tidak ada di sini, gue bakal bikin lu hancur di sini!" ancamnya.

Puput terkejut. Rupanya wanita ini kenal dengan Haris. Sementara Nahda hanya merespons santai.

"Oh ya? Lakukanlah... Saya tidak peduli."

Lita semakin dibuat geram oleh sikap gadis yang sudah merebut tambatan hatinya itu.

"Cih! Jangan sombong lu, Nanti juga kalau Haris berpaling sama gue, habis lu!"

"Teteh pikir saya takut diancam kaya gitu? Haris bakal berpaling dari saya? Oh ya? Tapi kenapa Haris semakin tergila-gila ya sama saya?" ujar Nahda sedikit angkuh. Puput hanya terdiam mendengarkan perdebatan dua wanita ini.

"Sialan!! Lu kira, lu cakep banget gitu hah? Enggak usah belagu... Dasar gadis miskin enggak berguna, cuma jadi benalu Haris doang!"

"Iya dong... Saya benalunya dia. Tapi dia malah senang kalau aku ngerepotin dia. Kenapa, Teh? Iri ya?"

Lita mengepalkan tangannya. "Kurang ajaaarr!"

"Eiitttsss... Jangan mendekat!"

Saat hendak melangkah ingin melakukan sesuatu padanya, Nahda langsung mengeluarkan alat dari bakulnya.

"Kalau Teteh mendekat, siap-siap saja benda ini melayang ke mukamu!" ujar Nahda garang. "Mungkin aku terlihat polos dan bodoh... tapi saya tidak akan pernah bisa diam saja jika kamu mengusik diriku dan juga kekasihku... Semoga kamu bisa move on deh... yang lajang masih banyak, Teh..."

Lita hanya bisa terdiam membisu mendengar ucapan tegas dari gadis itu.

"Ayo, Put, kita pergi... Enggak ada untungnya meladeni wanita ini." Puput pun mengangguk dan mereka pun pergi meninggalkan Lita seorang diri. Ada rasa kepuasan dalam diri Nahda setelah mengatakan hal tersebut pada gadis obsesi itu. Semoga Lita tidak mengacau lagi hubungannya dengan Haris.

Sementara Lita, ia semakin marah akan sikap gadis itu yang sok. "HAAAAAAA... DASAR GADIS KAMPUNG SIALAN!! GUE ENGGAK BAKAL KALAH DARI LU!!"

Setelah berteriak, ia pun memutuskan untuk pergi dari lokasi tersebut. Karena klinik buka sampai jam 8 malam, akhirnya Lita kembali ke klinik tersebut dengan keadaan marah. Dan raut wajah kesalnya ternyata sudah diamati oleh Agung dari kejauhan.

"Sepertinya dia lagi berantem sama seseorang," batin Agung. Ia jengah akan sikap juniornya itu yang semakin menjadi-jadi. Ia hanya bisa mengawasinya dari kejauhan agar Lita tidak berbuat lebih jauh.

***

"Han... Tadi kamu keren banget tahu," ujar Puput sembari memakan pisang goreng yang sudah dibuat oleh Nahda setelah pulang dari kebun.

Nahda pun tersenyum sembari meletakkan makanannya di meja kayu. "Terkadang memang kita harus tega, Put, sama apa yang di luar pikiran kita... Ya aku juga enggak mau kalau terus-menerus ditindas... Sudah capek aku... Aku bakal pertahankan apa yang jadi milikku... Jika dia menyerah, ya biarkan pergi."

"Bagus!! Ini namanya Hana... Eh iya, apa perlu wanita tadi dilaporkan ke Pak Haris saja? Takutnya dia ganggu kamu lagi."

"Untuk sementara jangan dulu... Kasihan dia... Aku enggak mau dia makin khawatir."

"Ya sudah, Han... Aku ikut kata kamu saja... Eum, aku lapar mau makan sekarang saja ya."

"Boleh... Ayo kita ke dapur."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!