NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 – Kopi Sore yang Tak Terduga

Zahwa baru saja melangkah masuk kembali ke gedung bersama Daniel ketika ponselnya bergetar.

Satu notif masuk: “Driver sudah sampai di lokasi.”

Zahwa langsung menepuk dahinya pelan.

“Astaghfirullah… aku lupa cancel ojol,” gumamnya panik.

Driver itu sudah menunggu di depan lobby, pastinya bingung karena dari tadi Zahwa tidak muncul.

Daniel yang mendengar mengangguk kecil, lalu menoleh ke sisi kiri lobby tempat seorang pria muda bersetelan rapih sedang berdiri sambil memegang tablet.

“Vin,” panggil Daniel.

Asisten itu segera menghampiri.

“Ya, Pak Daniel?”

“Bantu saya sebentar. Ada driver yang sudah terlanjur datang karena Miss Zahwa lupa cancel. Tolong bayarkan sesuai tarifnya dan minta dia langsung jalan saja tanpa penumpang.”

Arvino tersenyum sopan.

“Siap, Pak.”

Zahwa langsung gelagapan.

“Mas… nggak usah segitunya. Nanti aku yang bayar sendiri.”

Daniel menatapnya lembut.

“Nggak apa-apa. Kamu lagi banyak yang dipikirkan. Hal kecil begini biar saya bantu.”

Zahwa akhirnya mengangguk, meski tampak canggung.

Dalam hati, ia tak tahu harus mengatakan apa.

Perasaan bersalah bercampur hangat, perhatian sekecil itu terasa sangat berarti setelah semua penderitaan beberapa bulan terakhir.

Tak lama, Arvino kembali.

“Sudah beres, Pak. Drivernya pamit jalan.”

“Terima kasih,” jawab Daniel singkat.

Zahwa menunduk sedikit, malu tapi lega.

“Terima kasih, Mas Daniel…”

Daniel membalas dengan anggukan kecil, seolah mengatakan: sama-sama, kamu aman di sini.

---

Daniel memberi Zahwa ruang untuk berjalan keliling lobby lantai dasar gedungnya.

Zahwa memperhatikan setiap sudut dengan perasaan campur aduk: kagum, gugup, dan juga sedih karena gedung sebelah tempat Farhan bekerja, mengintip jelas dari balik kaca besar.

Daniel berdiri sedikit jauh, tidak terlalu dekat, memberi privasi.

Tapi dari sorot matanya, Zahwa tahu… ia memperhatikan.

Bukan dengan cara yang menekan.

Lebih seperti seseorang yang menjaga agar ia tidak jatuh.

Namun satu kalimat Zahwa sebelumnya terus berputar di kepala Daniel:

“Dia… masih suami saya.”

Itu membuat hatinya menegang, lalu jatuh lagi.

Ia kecewa , iya.

Tapi ia juga manusia yang punya kesabaran panjang.

Jika Zahwa masih terikat oleh masa lalunya, ia memilih menunggu.

Jika masih ada harapan kecil… ia memilih menyimpannya dalam diam.

---

Setelah puas berkeliling, Zahwa melangkah kembali ke arah Daniel.

“Mas… aku mau pulang,” katanya pelan.

Daniel menatap jam di dinding.

“Sore masih panjang. Kamu… mau minum kopi dulu? Aku juga butuh istirahat sebentar.”

Zahwa ragu.

Tapi setelah hari yang melelahkan, tubuhnya sendiri seperti memohon jeda.

“…boleh,” jawabnya akhirnya.

Keduanya berjalan keluar menuju kafe kecil di area outdoor gedung. Kafe itu tampak hangat, dengan wangi kopi dan suara air mancur kecil.

Namun belum sempat mereka duduk…

Zahwa terpaku.

Wajahnya pucat.

Di dekat pintu masuk kafe, berdiri seseorang yang sangat ia kenal… sangat ia hafal…

Farhan.

Ia sedang membeli kopi sambil mengobrol dengan dua rekan kantornya.

Senyumnya lebar.

Ia terlihat nyaman seolah hidupnya tak pernah mengalami badai.

Zahwa berhenti mendadak.

Tubuhnya kaku.

Tangan memegang jilbabnya gemetar.

Daniel menyadari perubahan itu.

“Zahwa?”

Zahwa berbisik lirih, paniknya pecah.

“Itu… itu Farhan… Mas. Jangan sampai dia lihat aku. Tolong… jangan.”

Daniel menoleh sekilas.

Hatinya langsung mengeras, tapi ia mengangguk cepat tanpa banyak tanya.

“Ikuti aku,” katanya tegas namun lembut.

Ia menggiring Zahwa menjauh dari pintu depan kafe, lalu masuk melalui pintu samping yang hanya bisa diakses dengan kartu khusus. Di dalamnya terdapat ruangan VIP kecil dengan kaca one-way dari dalam bisa melihat keluar, tapi dari luar tak ada yang bisa melihat mereka.

“Masuk sini. Kamu aman.” Daniel menutup pintu perlahan.

Zahwa berdiri di balik kaca.

Ia melihat Farhan sedang tertawa kecil, menyeruput kopi yang baru ia beli.

Tidak ada tanda bahwa laki-laki itu menyadari bahwa hanya beberapa meter di belakangnya… ada istrinya sendiri yang pernah ia usir.

Zahwa menutup mulutnya dengan tangan.

Lututnya melemah.

Daniel langsung sigap menopang siku Zahwa agar tidak jatuh.

“Duduk,” katanya lembut.

Zahwa terduduk di sofa VIP, tubuhnya gemetar.

Ia tak menangis keras, tapi matanya basah, suara napasnya patah-patah.

Akhirnya ia berkata lirih, nyaris tak terdengar:

“Dia… terlihat bahagia sekali, Mas…

Tanpa aku.”

Daniel duduk di sampingnya tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk menjadi sandaran tanpa menyentuh.

“Kadang… seseorang terlihat bahagia karena mereka tidak sadar sedang kehilangan hal paling berharga dari hidupnya,” jawab Daniel pelan.

Zahwa terdiam.

Hatnya sakit… tapi kata-kata Daniel menenangkan seperti balsem.

Melalui kaca itu, Zahwa melihat Farhan berjalan pergi bersama teman-temannya, tak sekalipun menoleh ke belakang.

Zahwa menghela napas panjang.

Sangat panjang.

Untuk pertama kalinya…

ia merasa benar-benar ditinggalkan.

Tapi untuk pertama kalinya juga…

ada seseorang yang duduk di sampingnya, diam-diam siap menerima kehadirannya.

Daniel memandang Zahwa dengan mata yang penuh empati dan sesuatu lainnya, sesuatu yang belum ia izinkan tumbuh, tapi sudah mulai muncul.

Sebuah benih kecil.

Sebuah harapan baru.

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!