Rio Tyaga hidup dalam kesialan bertubi-tubi. Ayahnya meninggal di penjara dan setelahnya ia hidup serba kekurangan. Ia mendapatkan uang untuk biaya sehari-hari dari taruhan Drag Race, balap motor liar. Saat itu tiba-tiba motornya hilang, ia kena tipu. Padahal uang jual-beli motor akan ia gunakan untuk hidup sehari-hari dan membeli motor bodong utuk balapan.
Di saat penelusuran mencari motor kesayangannya, Rio terlibat dalam aksi penculikan. Yang diculik oleh kawanan sindikat adalah temannya sendiri, gadis kaya yang populer di sekolah, Anggun Rejoprastowo. Rio berhasil menyelamatkannya dalam keadaan susah payah bertaruh nyawa.
Rio tadinya tidak terlalu kenal Anggun, namun setelah penculikan itu Anggun seakan begitu ketergantungan akan Rio. Tanpa Rio di sisinya ia bersembunyi di sudut kamar, seakan trauma dengan penculikan itu.
Walau benci, akhirnya orang tua Anggun membiarkan Rio si berandal mendampingi Anggun 24 jam 7 hari, termasuk saat Anggun ke sekolah.
Apakah Rio yang dingin akhirnya dapat luluh dengan kedekatan mereka? Bagaimana perasaan Rio sebenarnya? Dan Anggun, apakah memang ada perasaan cinta ke Rio atau hanya memanfaatkannya sebagai bodyguard saja?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekali Lagi Tragedi
CKIIIITTT!!
BRAKK!!
Sebuah benturan kencang sekali mementalkan tubuh Rio ke aspal. Yang Rio ingat, ia memang memacu jalannya karena melihat sebuah mobil hitam di belakangnya tampak mengebut mengikutinya. Rio berbelok beberapa kali, mobil itu masih saja mengikutinya, sampai ia memutuskan untuk memasuki gang sempit di perkampungan dekat situ, baru mobil itu berhenti karena jalanan gang tidak bisa dilewati mobil.
Tapi saat berbelok ke jalan raya, jenis mobil yang sama, namun dengan plat nomor yang berbeda tampak mengikutinya juga.
Bedanya dengan mobil pertama, yang ini lumayan ekstrim. Mobil itu berusaha mendahului Rio, lalu minggir dengan tajam untuk sengaja menabrak motor Rio dari samping.
Terang saja, Rio tidak sempat berkelit dan akhirnya harus rela motornya ringsek dan ia harus terguling-guling di aspal.
“Ugh...” Rio berusaha berdiri karena berniat menghindari lalu lalang laju kendaraan di malam yang padat.
Namun belum sampai ia berdiri, ia merasakan sebuah tangan mencengkeram kerah seragam sekolahnya, lalu menariknya dengan kuat.
Rio tersadar kalau kini ia sudah langsung berada di dalam mobil dengan pintu geser. Berikutnya yang ia ingat, kepalanya dipukul dari belakang, dan ia tak sadarkan diri setelahnya.
**
“Kata Boss dia mau diapain?” terdengar suara seorang wanita berbisik-bisik di depannya.
“Di-shutdown katanya, tapi mereka masih menunggu klien mau ada request apa.”
“Aduh, sayang banget! Masih muda ganteng pula! Masa mau dimati-in?!”
“Kita jangan ikut-ikutan deh, salah-salah malah kita yang kena eksekusi...”
Rio menelan ludah, tenggorokannya terasa kering.
Ia bergumam karena kepalanya sangat nyeri.
“Bangun tuh!”
“Booooss, ini si ganteng berondong udah bangun!”
Suara-suara melewati telinganya. Tampak sengau dan membuat kepalanya semakin sakit.
Bau manis yang ia kenal menghiasi sekitarnya.
Bau kristal terlarang yang dibakar...
“Heh! Bangun lu!!”
BYURR!!
Air dingin menimpa tubuhnya.
Rio merasakan beberapa tetes memasuki hidung dan telinganya.
Ia masih setengah sadar saat itu, tapi sudah lumayan bisa bernalar. Matanya masih buram, ia mengedipkan mata menatap sekelilingnya. Cahaya temaram di ruangan berbau alkohol yang khas. Dengan beberapa wanita berpakaian sangat seksi memandangnya dengan menggoda.
Rio berusaha bergerak.
Ia terikat di kursi kayu.
Tangannya disatukan dengan sejenis kabel ties, terasa dari tajamnya benda yang melilitnya, ke belakang punggungnya. Di sebelahnya ada meja kecil, di atasnya ada ponselnya dan sebotol tu-ak.
“Boss, dia mau dibunuhnya kapan?”
“Bentar lagi, paling... belum ada jawaban dari klien!” desis salah satu pria dengan pakaian yang tampak casual, dan penuh tatto. Wajahnya yang keras dan perut buncitnya, berguncang saat ia tertawa.
“Boss, Boss...” bisik salah satu wanita sambil melirik-lirik ke arah Rio. “Kita boleh pake dia dulu nggak? Biar nggak mubazir gantengnya...”
“Dasar gatel lu, ngeliat yang bening dikit kepanasan! Lu pake dah! Awas, jangan kegores, klien minta eksekusinya di buat seakan dia kecelakaan habis mabok!”
“Kalo gitu pas dooong kalo kita kerjain dulu. Kalo mabok kan biasanya ngxx juga,”
“lo usahakan dia mabok juga, lo cekokin dah tuh tu-ak di meja. Bikin pingsan sekalian! Hahahahahah!”
Dan si Boss pun akhirnya keluar dari ruangan.
Rio menggelengkan kepalanya berusaha sadar sepenuhnya. Lalu mengerang karena tubuhnya sakit semua. Ia bisa merasakan sepanjang lengannya perih, kemungkinan bekas terseret aspal saat ia jatuh terpelanting dari motor.
Belum sempat ia mendeteksi apa saja yang kurang di tubuhnya, ia merasakan ikat pinggang dan resleting celananya dibuka.
“Wuih gilaaa, anak SMA jaman sekarang...” desis salah satu wanita.
Yang Rio lihat selanjutnya adalah mereka secara berbarengan mengerjainya.
Sudah pasti yang jadi korban adalah bagian tubuh terlarangnya.
Lidah mereka bermain di sepanjang tubuhnya, hisapan dan lum atan yang membuat Rio jijik sendiri membuatnya mengerang menolak kenyataan yang sedang terjadi.
“Bang sat...” gumam Rio.
Tapi keluhannya hanya ditanggapi dengan kekehan para wanita yang sedang asik dengan tubuhnya.
“Gue perdana ya!” terdengar suara wanita lain.
“Kenapa harus lo?” tanya wanita yang lain dengan nada sewot..
“Mau protes? Mau gue minta Boss buat buang lo ke Angke dalam keadaan kepala pisah dari badan?” kata wanita itu. Kelihatannya posisinya cukup penting di kawanan serigala ini.
Semua terdiam setelah wanita itu berbicara.
Tapi bagi Rio, siapa pun yang di dekatnya tidak penting. Yang penting adalah siapa mereka dan bagaimana caranya bisa lolos dari sini.
Yang pertama kali ia lakukan kalau sudah bisa lepas dari tempat ini adalah...
Mandi.
Sebersih-bersihnya.
Rio sudah bisa menajamkan penglihatannya, ia juga sudah mampu berpikir jernih.
Ia menunduk, melihat celananya sudah melorot sampai betis. Dan tubuhnya terpampang jelas sekarang.
Memalukan sekali...
Wanita di depan Rio, naik ke atas pangkuannya, lalu meraba tubuh Rio dengan menggerakkannya lembut dari pangkal sampai ujung.
“Jangan- ugh!” Rio mendengus karena wanita itu menyatu dengan tubuhnya.
Rasanya campur aduk.
Ia sedang didzolimi.
Wanita di atasnya bergerak perlahan, semakin lama semakin cepat. Pinggulnya bergoyang dengan liukan bagaikan ular.
Rio hanya bisa menahan hasrat sekuat tenaganya.
“...Rio, kan?” bisik wanita itu sambil menunduk, berbicara di sebelah telinga Rio dengan nada rendah.
Rio membuka matanya. Ia langsung waspada.
Wanita itu masih bergerak di atasnya, kali ini dalam gerakan stabil.
“Aku tahu kamu. Kamu anak Guntur Tyaga,” bisik wanita itu.
“Aku- ugh!”
“Maaf, kita harus bertemu dalam keadaan seperti ini, tapi kalau tidak begini aku tak bisa mengobrol denganmu,” bisik wanita itu lagi.
Rio masih diam.
Obrolan mereka diselingi leng uhan dan de sahan, supaya orang lain tidak tahu mereka sedang mengobrol.
“Aku akan buka ikatan kamu, tapi bebaskan aku dari sini. Bawa aku pergi dari tempat ini dan lindungi diriku. Bagaimana?”
“Siapa?” desis Rio.
“Namaku Adinda.”
Rio langsung teringat nama itu. Orang yang terakhir disebut ayahnya.
“Bagaimana Rio?”
“O-oke,” bisik Rio.
“Janji akan bantu aku juga ya?”
“Iya,”
“Oke...”
Adinda melepaskan ikatan Rio dengan gunting kecil yang ia sembunyikan di balik gelung rambutnya. Rio merasa ikatannya mengendur, ia masih berpura-pura terikat.
Adinda berhenti bergerak, sengaja ditengah-tengah sesi agar emosi Rio memuncak dan tidak kehabisan tenaga.
Mereka saling bertatapan.
Lalu,
BRAKK!!
PRANG!!
Rio melempar botol di dekatnya ke atas ke arah bohlam.
Ruangan itu jadi setengah gelap, semua kaget dan berteriak panik.
Adinda turun dari tubuh Rio, mengambil jaket dan tasnya, Rio memperbaiki posisi celananya dan mengambil sebuah botol. Ia memecahkan bagian atasnya agar botol itu menjadi tajam.
Banyak orang masuk ke ruangan itu, semua dengan senapan tera cung.
Tapi ruangan itu setengah gelap. Rio menyabet wajah orang yang paling depan menyerangnya, lalu merebut senapan laras pendeknya.
Dan ia mulai menembaki siapa saja yang masuk ke dalam ruangan.
Adinda berlindung di belakang Rio.
“Keluar pintu, sebelah kiri ada jendela, tangga darurat di bawahnya!” seru Adinda di tengah suara deru peluru.
“Ambil pistol yang bisa kamu raih,” sahut Rio.
Adinda mengambil senapan yang terjatuh, Rio menyambarnya, mengokangnya, dan kembali menembaki orang-orang. Dia menekan tubuh Adinda ke pinggir agar wanita itu terhalang pintu dan hujan peluru.
Setelah sekian lama mereka dalam posisi itu, Rio mendapatkan kesempatan untuk lari ke arah kiri. Jendela yang dimaksud Adinda berada di atas hidrant. Cukup tinggi sebenarnya. Tapi cowok itu terbiasa dengan parkour (pelatihan halang rintang).
Ia meloncat ke dinding sebelahnya, menjadikan bangunan semen sebagai pijakan, lalu meloncat dengan mudah ke tepian jendela dan mengangkat tubuh besarnya ke atas.
Adinda hanya bisa ternganga dari bawah selagi Rio membuka kaitan jendela.
Rio memeriksa area bawah, ada tangga darurat untuk ke bawah, mereka tampaknya berada di ruko lima lantai. Dan hari sudah... pagi.
Di ujung sana Rio bisa melihat matahari terbit.
Rio menapak keluar dari jendela, lalu menggantung tubuhnya terbalik dengan jari-jarinya terkait di tepi jendela. Tangannya terulur ke arah Adinda.
“Raih tanganku!” seru Rio.
Adinda sedikit meloncat untuk meraih tangan Rio.
Di ujung sana ada ribut-ribut. Tampaknya makin banyak orang berdatangan.
Tangan mereka bertemu, lalu Rio menarik Adinda ke atas.
**
mewakili netijen