Nabila Fatma Abdillah yang baru saja kehilangan bayinya, mendapat kekerasan fisik dari suaminya, Aryo. Pasalnya, bayi mereka meninggal di rumah sakit dan Aryo tidak punya uang untuk menembusnya. Untung saja Muhamad Hextor Ibarez datang menolong.
Hextor bersedia menolong dengan syarat, Nabila mau jadi ibu ASI bagi anak semata wayangnya, Enzo, yang masih bayi karena kehilangan ibunya akibat kecelakaan. Baby Enzo hanya ingin ASI eksklusif.
Namun ternyata, Hextor bukanlah orang biasa. Selain miliarder, ia juga seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya. Istrinya pun meninggal bukan karena kecelakaan biasa.
Berawal dari saling menyembuhkan luka akibat kehilangan orang tercinta, mereka kian dekat satu sama lain. Akankah cinta terlarang tumbuh di antara Nabila yang penyayang dengan Hextor, mafia mesum sekaligus pria tampan penuh pesona ini? Lalu, siapakah dalang di balik pembunuhan istri Hextor, yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28. Panik
Hextor seketika panik. "Eh, kamu bicara apa!?" Ia ingin membekap mulut Sergio tapi adiknya itu memiringkan tubuhnya, menghindar. "Sergi!" "Kenapa dia senang sekali mengadu?" Pria itu mengerut kening.
Herlina tertawa melihat anak-anaknya. Sudah dewasa tapi kelakuannya ketika bersama, kadang seperti saat mereka masih anak-anak. Selalu saja ribut, di mana pun mereka berada. Hextor yang terlalu kaku dan Sergio yang selalu jahil, tapi mereka tidak pernah bertengkar.
"Ibu, tadi Kak Hex disuapin sama pengasuh Enzo lho, Bu." Sergio tersenyum licik melirik kakaknya.
"Eh, itu ... a-aku sedang menggendong Enzo dan dia tiba-tiba menyuapiku, Bu." Hextor mengusap belakang kepala sambil melihat tatapan tak percaya Hugo dan Herlina. Ia telah dijebak Sergio dengan mengakui sendiri apa yang telah dilakukannya.
Sergio tersenyum lebar karena sang kakak kembali masuk perangkapnya. "Iya 'kan, Kak?"
Hextor menyipitkan mata sambil melirik adiknya dengan kesal.
"Ini beneran?" Herlina tersenyum melihat Hextor kebingungan.
"Tidak begitu, Bu. A-aku sedang sibuk menggendong Enzo karena sudah lama tidak bertemu, dan dia tiba-tiba menawarkan diri menyuapiku ...." Hextor melirik kedua orang tuanya yang tengah mendengarkan dengan seksama. "Pokoknya aku sudah menolak dan ia memaksa!" Ia kesal, bagaimana lagi menerangkan ini pada semua.
"Duuh ... perhatiannyaa ...," ledek Sergio lagi dan tertawa.
"Sergi!" Hextor membentak adiknya. "Hubungan kami tidak seperti itu. Dia ... eh, enak diajak ngobrol saja."
"Oohh ...," sahut Sergio lagi, mengangguk-angguk.
"Sergi!"
Bahkan Hugo tersenyum simpul. Keluarganya memang selalu ramai saat bertemu.
"Ya sudah, aku percaya, tapi sementara ya ...," sahut Herlina lagi.
"Ya, ibuu ...." Hextor merengut.
Sergio pun terbahak.
"Ya sudah. Tapi benar kamu tertembak, Hextor?" tanya Herlina memperhatikan anak sulungnya.
"Oh, cuma sedikit, Bu."
"Tapi, apa sampai operasi mengeluarkan peluru?"
"Oh, hanya dijahit saja. Tidak ada peluru yang tinggal."
"Syukurlah. Ibu sih tak masalah kamu diurus Nabila." Herlina mencomot perkedel dengan garpu.
"Ibu! Yang benar saja! Dia sudah menikah, Bu!" tolak Hextor. Ia menatap ibunya dengan pandangan aneh. Kenapa ibunya senang sekali menjodoh-jodohkan anaknya?
Herlina menatap Hextor dan mulai mengigit perkedel. "Apa Hextor bodoh, atau bagaimana? Pastinya mereka makin akrab setiap harinya karena Hextor sempat pergi keluar negeri hampir sebulan, tapi saat kembali, mereka seperti tidak terpisahkan."
Hextor melihat ibunya yang lama terdiam. "Ibu sedang memikirkan apa?"
"Oh, tidak. Nanti sebelum pulang, ibu mau lihat cucu ibu."
"Oh, iya. Gak papa. Oya, Enzo tidur sama Nabila karena di sini tidak ada boks bayi."
Herlina terkejut. "Kenapa kamu tidak bilang dari tadi? Kita 'kan bisa pesan online?"
"Apa? Oh, bisa ya."
***
Herlina memandangi si kecil Enzo yang tidur dengan nyenyaknya di ranjang besar. Ia melirik Nabila dan bicara setengah berbisik. "Eh, kamu sudah menikah ya."
"Eh, iya, Bu," jawab Nabila sedikit sungkan.
"Suamimu kerja apa?"
"Oh, suami Saya pekerja serabutan, Bu. Kadang bantu orang, jualan. Apa sajalah yang dia bisa lakukan."
"Oya? Dia pendidikannya apa? Kenapa tak kerja di kantor? " Herlina terkejut. Ia tidak mengira suami Nabila tak punya pekerjaan.
"Oh, suami Saya hanya lulusan SMA, Bu. Sulit cari kerja di kantor dengan pendidikan seperti itu. Kalau bagian kebersihan, dia gak mau."
"Masa?" Kembali Herlina kaget. "Tapi, dari cara bicaramu, kelihatannya sepertinya kamu lebih berpendidikan."
"Iya, memang benar, Bu. Saya lulusan S1 Ekonomi."
Herlina membelalakan matanya. "Lulusan S1? Kenapa bisa menikah dengan pria seperti itu? Apa istimewanya?" "Eh, siapa nama suamimu?"
"Aryo Pangestu."
***
Hugo heran melihat istrinya banyak diam setelah naik ke mobil. Ia penasaran dan bertanya. "Sayang, kenapa kamu diam saja? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"
Wanita paruh baya yang masih nampak cantik di usia tuanya, menoleh. "Boleh gak aku cari tahu tentang seseorang?"
"Siapa?"
"Aryo Pangestu. Dia suami Nabila."
"Ibuu ...." Hugo tampak menyipitkan matanya.
"Ayah, dengar dulu." Herlina menyentuh bahu suaminya. "Aku tahu ini salah, tapi aku janji aku akan berhenti kalau pria yang mendampingi Nabila memang pantas. Tapi kalau tidak ...."
"Kau bahkan bukan orang tuanya, Bu. Untuk apa mengurusi ini?" Hugo walaupun menyukai Nabila karena terlihat sangat sopan, tapi ia tak setuju menggunakan cara-cara licik hanya demi agar sepasang suami istri terpisahkan. Ia tahu, di dalam agama islam, itu dosa. "Sudahlah, Bu. Kalau mereka memang berjodoh, pasti Tuhan memberikan jalan."
Herlina merengut. "Ya udah. Bagaimana kalau hanya ingin tahu. Ingin tahuu ... saja." Ia meraih bahu suaminya dengan lembut untuk bisa merayunya.
Hugo menghela napas. "Ya sudah, sekedar tahu saja, ya. Biar aku suruh anak buah Hextor mencari tahu."
Herlina menyentuh dagu pria tua yang selama pernikahan mereka, selalu mendampinginya. Ia tersenyum manja karena senang.
***
Hextor menghubungi seseorang lewat ponselnya. Ia meletakkan ponsel itu di telinga. "Halo, Henry."
"Iya, Tuan."
"Sepertinya ada mata-mata adikku di barisan anak buahmu. Selidiki siapa dia, tapi jangan lakukan apa-apa. Biarkan saja."
"Ok, akan aku selidiki."
"Apa kamu bisa menyelidiki pergerakan kelompok Black Shadow?"
"Punya Sergio?"
"Iya. Dia tahu apa yang terjadi denganku kemarin. Sekarang dia tengah mengejar Marco. Aku tak mau dia bikin masalah baru. Kalau dia sampai mendapatkan Marco, beri tahu aku."
"Baik, Tuan."
"Ok, segitu dulu." Hextor memperbaiki duduknya di sofa, dengan meregangkan tubuh bersandar ke belakang. "Apa ada yang mencurigakan di sana?"
"Belum ada, Tuan."
"Ya sudah. Beri tahu aku kalau ada perkembangan."
"Baik, Tuan."
Hextor mematikan sambungan telepon. Sekarang giliran Nabila. Ia harus bilang apa padanya?
Hextor bangkit dan melangkahkan kaki menaiki tangga. Sampai di depan kamar Nabila, langkahnya terhenti. Sempat bingung, akhirnya memberanikan diri mengetuk pintu. Ia membuka pintu dan menengok ke dalam.
Ternyata Nabila tengah bercanda dengan Enzo. Bayi itu terkekeh karena senang. Wanita itu mengangkat kepalanya saat melihat Hextor yang datang. "Oh, Pak."
Hextor masuk dan menutup pintu. Ia datang mendekat sambil menunduk, berusaha menyusun kalimat. "Nabila, bisakah kita melupakan kejadian tadi?" Kepalanya terangkat.
"Kejadian apa?" Seketika Nabila ingat saat adegan menyuapi pria itu. "Ah, iya. A-aku tidak sengaja. Seharusnya ...."
Hextor mengangkat telapak tangannya. "Tidak usah diteruskan. Ini akan jadi makin aneh dan aku tidak perlu alasan. Lupakan saja."
"Eh, iya." Suasana jadi terasa canggung.
"Aku harap ini tidak terjadi lagi ke depannya."
"Maaf, Pak." Nabila tertunduk. Ia juga merasa bersalah, kenapa hal ini sampai terjadi dan dipergoki adik Hextor pula. Bukankah orang jadi punya persepsi buruk tentang dirinya? Kenapa ia begitu berani menyuapi pria itu padahal status dirinya adalah istri orang dan sang pria adalah majikannya.
"Tidak apa-apa." Hextor lega. Ia tak ingin hal ini menjadi masalah di lain waktu.
Hextor menatap Enzo yang begitu aktif menggigiti mainannya di tangan. Mata kecil bayi itu juga mulai memperhatikan Hextor dan Nabila yang tengah memandanginya.
Hextor menoleh. Ia menatap Nabila yang tersenyum ke arah Enzo. Entah kenapa ia merasa sayang akan kehilangan aksi berani wanita itu saat menyuapinya tadi.
Hextor menggeleng kuat kepalanya. "Apa yang aku pikirkan? Apa aku sudah gilla? Nabila sudah punya suami dan aku pria yang setia, kenapa harus menyesal?"
Bersambung ....
❤❤❤❤❤
kalo suka bilang aja...
keburu diambil sergi..