Toni Lion, seorang petarung bebas yang ditakuti setiap lawannya di atas ring, seperti nama panggilan yang di sematkan padanya LION, seekor singa sang raja hutan yang bertahan hidup dengan keras seorang diri di tengah kehidupan yang kejam.
Takdir mempertemukannya dengan Raya, seorang gadis manja anak seorang pengusaha kaya raya yang sedang menjadi korban kejahatan ibu tiri yang ingin menguasai harta kekayaannya.
Tanpa di sadari Toni selalu berdiri sebagai pelindung Raya saat gadis malang itu menerima berbagai serangan dari orang orang yang menginginkan kematiannya demi warisan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teteh lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Enam
Selama berlangsungnya pemeriksaan Raya sampai selesai di rumah sakit, tak satu kata pun keluar dari bibir Toni, memikirkan cincin yang di temukan Panca di mobil Raya, hatinya terus terusan panas dan marah berkepanjangan.
Sulit untuk Toni menerima kenyataan kalau memang Raya telah di miliki oleh pria lain, meski memang itu realita yang harus dia hadapi, Raya adalah tunangan orang lain.
"Kenapa kamu cemberut terus, sih?" tanya Raya yang kini berada di ruang rawat inap, dokter meminta nya untuk opname untuk melihat kelanjutan cedera tulang belakangnya, dan akan di lakukan lagi cek ulang untuk memastikan kalau itu tidak berbahaya bagi tubuhnya.
Toni tak menjawab, dia tetap dia duduk di kursi dekat ranjang dia berbaring, sementara Panca, setelah mengantarnya sampai rumah sakit pria itu langsung berpamitan pulang, karena banyak hal yang harus di kerjakannya di bengkel.
"Uh, sebel banget sih, kalau tak ikhlas menunggu ku lebih baik pulang saja, aku tak mau merepotkan,!" cicit Raya mulai terpancing dan ikut kesal dengan sikap diam Toni.
"Ya, kau memang sangat merepotkan, saat ada masalah dan kesusahan, kenapa harus selalu lari padaku, sebaiknya kau hubungi tunangan mu, dan suruh menunggui mu di sini!"kesal Toni berdiri dari tempat duduknya dan hendak pergi meninggalkan Raya dengan rasa kesalnya yang semakin memuncak.
"Maaf bila aku selalu merepotkan dan selalu berlari pada mu, itu mungkin karena aku tak punya siapapun yang bisa ku tuju dan aku percaya, tapi terimakasih atas bantuan mu, aku pastikan ini yang terakhir, aku tak akan meminta bantuan mu lagi meski nyawa ku sudah berada di ujung tenggorokan ku!" pekik Raya dengan nafas tersenggal karena menahan marah dan tangisnya.
"Itu lebih baik, cepat hubungi ibu tiri kesayangan mu atau tunangan tercinta mu untuk datang dan menunggui mu di sini dan aku akan pergi, aku masih punya rasa kemanusiaan untuk tak meninggalkan mu sendirian!" ketus Toni.
"Aku akan membiasakan diri untuk sendiri, seperti biasanya, ibu tiri dan tunangan ku,,,, cih,,, mungkin mereka saat ini sedang berpesta merayakan kematian ku, atau bahkan sedang bercinta di kamar ayah ku!" decih Raya dengan air mata yang mulai membasahi pipinya, bukan karena penghianatan mereka, ini lebih ke perasaan betapa dirinya ternyata harus benar benar sendirian, bahkan Toni pun ternyata merasa tak sudi menemaninya.
Deg,,,!
"Kau--- kau sudah tau tentang hubungan mereka?" kaget Toni yang tidak menyangka kalau Raya ternyata sudah mengetahui hubungan terlarang antara Martin dan Karina.
"Apa peduli mu, bukan kah kau bilang aku menyusahkan mu, dan ingin pergi, jadi silahkan pergi, aku bisa mengurus diri ku sendiri!" kesal Raya.
"Jangan ceroboh, mereka bukan lawan sembarangan, mereka bahkan tak segan menghabisi mu!" bentak Toni dalam keterkejutannya.
"Aku tak peduli, aku hanya mempertahankan hak ku dan ayah ku, aku tak punya siapa siapa lagi selain ayahku yang kamu tahu sekarang sedang berada di antara hidup dan mati, jadi mulai sekarang aku tak takut mati lagi, karena tak akan ada yang kehilangan atau menangisi kematian ku, tapi aku tak akan mati semudah itu dan membiarkan mereka tertawa bahagia atas kemenangannya," ucap Raya penuh emosi, entah kekuatan dari mana dia bisa mengucapkan kata kata seperti itu, mungkin saja semua itu bentuk keputus asaannya atas semua yang terjadi padanya yang begitu bertubi tubi.
"Aku akan menyetujui permintaan ayah mu, aku bersedia menjadi bodyguard mu!" kata Toni tanpa pikir panjang.
Bisa di katakan ini merupakan keputusan besarnya yang dia sanggupi begitu saja, untuk yang pertama kali dalam hidupnya dia menyerahkan diri bekerja sebagai 'budak' di bawah kendali seseorang, dan itu karena Raya, betapa gadis itu telah membuatnya melakukan hal di luar kebiasaan dan menentang prinsipnya.
"Aku tak butuh belas kasihan mu!" ucap Raya mencoba mempertahankan harga dirinya.
"Jangan keras kepala,! aku hanya ingin memenuhi permintaan ayah mu, bukan karena kasihan padamu, ini tak ada hubungannya sama sekali dengan mu, aku bekerja pada ayah mu!" ketus Toni yang juga sedang mencoba mempertahankan harga dirinya.
"Nona, apa anda baik baik saja? Bagaimana bisa jadi seperti ini?" Bagas tiba tiba memasuki ruang rawat Raya dengan terburu buru.
"Paman, darimana anda tau keberadaan saya di sini?" tanya Raya heran karena dirinya tak merasa memberitahu siapapun, selain Toni dan Panca, rasanya tak ada lagi yang tahu tentang keberadaannya sekarang ini.
"Mhh, Paman di beri tahu salah satu dokter yang menangani tuan Arsan, katanya kamu di rawat juga di sini karena cedera tulang, bagaimana itu bisa terjadi, ada apa sebenarnya?" Bagas terlihat sangat penasaran dengan apa yang terjadi pada nonanya itu.
"Oh, itu karena dia mengalami kecelakaan semalam," baru saja Raya membuka mulutnya hendak menjawab, namun Toni sudah terlebih dahulu menjawab pertanyaan Bagas.
"Kau istirahat lah, jangan banyak bicara dulu, aku ada sesuatu yang harus di bicarakan dengan Bagas!" titah Toni pada Raya, lalu membawa Bagas keluar ruangan untuk berbicara.
Toni memang terbiasa memanggil orang tanpa embel embel tuan, pak, mas atau sebagainya, bahkan terhadap Rolan pun hanya dia yang berani memanggilnya dengan sebutan nama saja.
"Aku menerima permintaan tuan mu untuk menjadi bodyguard anaknya, tolong urus segala sesuatunya, aku bekerja mulai hari ini!"ucapnya tanpa bantahan, sampai Bagas bingung sendiri, sebenarnya Toni atau dirinya yang menjadi bosnya di sini, bukankah dirinya mempunyai wewenang yang sama dengan Arsan selama tuannya sakit, itu berati Toni seharusnya bekerja di bawah perintahnya.
"Serius? Mulai hari ini?" kaget Bagas.
"Ya, peraturannya aku tak suka di bawah perintah, aku bekerja sesuai keinginan hatiku, jam kerja tidak mengikat, dan aku bisa libur kapan pun aku mau, deal?!" Toni mengucapkan peraturan pekerjaan yang di buatnya sendiri.
"Hah? Apa?" Bagas masih tak percaya dengan apa yang di dengarnya, bisa bisanya Toni malah berperan sebagai bos disini, dengan peraturan yang dia buat seenak jidatnya sendiri.
"Seharusnya kau setuju, bukankah memperkerjakan ku sebagai bodyguardnya Raya adalah amanat bos mu, apa kau ingin menentangnya, mentang mentang dia sedang terbaring dan tak berdaya?" tekan Toni, yang sungguh pintar dalam mengintimidasi lawan bicaranya, mungkin ini salah satu kelebihan Toni selain mengintimidasi lawan di atas ring.
"Ah iya, sa--saya setuju, dan berapa gaji yang anda minta?" gugup Bagas, dia juga teringat perihal Arsan yang sempat berkata kalau dia bersedia membayar berapapun jasa Toni.
"Berapa yang kau tawarkan?" tanya balik Toni.
"Bagaimana dengan 10 juta perbulan dalam tiga bulan pertama sebagai percobaan, dan akan ada kenaikan setelah itu sesuai dengan kinerja mu," jawab Bagas.
"Okay, aku setuju, siapkan kamar di rumah bos mu untuk ku tempati!" lagi lagi Toni memerintah dengan sikap bossy nya.
"Ma- maksud mu, kamu akan tinggal bersama nona Raya?" Bagas terbelalak.
"Hanya tinggal di rumah yang sama, bukan kamar yang sama, lagi pula bukankah lebih aman jika aku berada di dekat nya, dan mengawasinya selama 24 jam, bahaya untuknya ada di mana mana, termasuk di rumah!" ucapan Toni terkesan tak ingin menerima bantahan, sehingga mau tidak mau Bagas meng iya kan permintaan Toni dengan alasannya yang memang terdengar masuk akal itu.
Dua hari sudah Toni menemani Raya di rumah sakit, keadaannya pun sudah semakin membaik, karena cedera tulangnya hanya cedera ringan saja.
Tak ada Karina atau pun Martin yang datang untuk sekedar menjenguknya, mereka sepertinya tak peduli sama sekali dengannya.
"Bagimana, kau akan pulang dulu atau ke mana?" tanya Toni.
"Aku harus ke kantor, sudah tiga hari di tinggal, aku tak mau mengecewakan ayah, dan membuat para pengincar jabatan itu berbahagia terlalu lama dengan ketidak hadiran ku di sana," kata Raya.
"Ayo!" dengan sigap Toni mengikuti langkah Raya dan berjalan di sampingnya.
"Kamu ikut juga?" Tanya Raya mengerutkan dahinya, dirinya masih belum percaya jika pria dingin itu beberapa hari ini terus berada di sampingnya, dan mendampinginya.
"Aku bahkan akan tinggal seatap dengan mu, kau lupa, aku sekarang bodyguard mu, keselamatan mu berada di tangan ku, kau dalam pengawasan ku selama 24 jam, karena ayah mu sudah membayar ku dengan gaji yang besar, aku tak pernah setengah setengah dalam melakukan suatu hal, termasuk pekerjaan!" jawab Toni dingin dan datar seperti biasanya.
"Haaa,,,, tinggal bersama ku?" Raya ternganga, sungguh dalam pikirannya Toni akan tinggal bersamanya di rumah dan tetap berada dekat dengan dirinya itu berarti,,,, Toni akan tinggal bersama dirinya di----
Pletak,,,!
Sentilan jari Toni mendarat mulus di dahi Raya dengan segala otak kotornya.
"Jangan berpikiran yang tidak tidak, aku tinggal di kamar lain!" hardik Toni yang seakan tau apa yang di pikirkan oleh Raya di kepalanya saat ini.
tpi lupa" ingat.
seingatku cilla playvictim orgnya..
trus si raya jdi istri toni..
kyk nya gtu ceritanya