Bagaimana rasanya menjadi istri yang selalu kalah oleh masa lalu suami sendiri?
Raisha tak pernah menyangka, perempuan yang dulu diceritakan Rezky sebagai "teman lama”itu ternyata cinta pertamanya.
Awalnya, ia mencoba percaya. Tapi rasa percaya itu mulai rapuh saat Rezky mulai sering diam setiap kali nama Nadia disebut.
Lalu tatapan itu—hangat tapi salah arah—muncul lagi di antara mereka. Parahnya, ibu mertua malah mendukung.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Barra Ayazzio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Firasat Orang Tua
Senin sore, Raisha sudah dijemput oleh suaminya untuk kembali lagi ke tempat tinggalnya di kawasan Dago. Pak Hartanto dan Bu Ratna melapas kepergian Raisha dengan khawatir. Apalagi Pak Hartanto sudah tahu apa yang menimpa putrinya selama di rumah mertuanya. Bu Ratna sempat menceritakannya.
Raisha memeluk ayah dan ibunya erat sekali. Sebenarnya dia enggan meninggalkan rumah ini, karena di rumah ini dia begitu bahagia. Keakraban dan kehangatan selalu terjalin setiap saat. Namun dia sadar akan kewajibannya sebagai istri yang harus menurut sama suami, dia mencoba ikhlas untuk tetap tinggal di rumah mertuanya.
"Ingat apa yang papa katakan semalam ya Cha. Berdoa terus, karena Allahlah yang dapat membolak balikan hati manusia." Pak Hartanto berkata sambilelepaskan pelukannya.
"Iya, Pa." Raisha tersenyum lembut
"Mama akan selalu berdoa untuk kebaikan anak mama. Sabar,jangan lupa berdoa, semoga segala kekisruhan dan kerumitan yang menimpa padamu ada solusi yang terbaik dari Allah."
"Aamiin YRA. Makasih ya Ma, Pa, selalu ada buat Icha." Raisha tersenyum haru.
"Iya Cha, namanya juga orang tua. Orang tua pasti akan selalu mendoakan yang terbaik untuk anaknya."
"Rezky, tolong jaga Icha dengan baik. Sekarang tanggung jawab menjaganya ada di pundakmu, sebagai suaminya." Pak Hartanto beralih ke Rezky.
"Iya Pa."
Setelah pamitan,mereka langsung masuk mobil. Raisha melambaikan tangannya pada kedua orangtuanya. Saat itu Rico belum pulang kuliah, sementara Resty sedang les Bahasa Inggris.
Raisha duduk di sebelah suaminya tanpa banyak bicara. Kejadian 2 hari lalu saat Rezky meneriakinya masih membekas dalam hati. Karena memang Rezky belum meminta maaf atas kejadian tersebut.
"Kok diam aja Cha? Masih marah ya sama aku?"
"Apa gak kebalikannya ya? Mas yang marah ke Icha karena telah memfitnah Rizal dan Nadia?"
"Nggak kok, aku sadar sekarang, belum tentu orang yang selama ini kita anggap baik, di luaran sana kelakuannya baik juga. Bisa jadi kelakuannya kayak setan, bener gak?" Rezky menjawab cukup emosional.
"Mas seperti mengetahui kelakuan adik kesayanganmu itu, di belakang Mas."
"Hanya menduga-duga."
"Apakah sekarang Rizal dan Nadia masih di rumah ibu?"
"Nggak, hari Sabtu juga mereka sudah kembali ke Jakarta."
"Kalau Icha katakan bahwa Rico melihat mereka check in di hotel Hari Minggu, dan kemarin Icha sekeluarga melihat mereka lagi beli oleh-oleh di pusat oleh-oleh Bandung, Mas percaya?" Rezky terlihat keget mendengar penuturan Raisha tersebut. Dia hanya bengong beberapa saat.
"Kalau Mas gak percaya, Icha merekamnya saat Nadia bergelayut manja dan gelendotan sama Rizal."
"Sampai direkam?"
"Ya bukan apa-apa, Icha itu sedih aja difitnah oleh Mas Rezky. Makanya berjaga-jaga kalau-kalau pas cerita nanti dianggap berbohong, jadi Icha rekam."
"Ya sudah, maafkan aku. Mau kan memaafkan suamimu yang ganteng ini?"
"Apa? Ganteng? B aja."
"Kalau cuma B aja, gak mungkin lah sekelas Raisha Hartanto yang banyak fansnya mau nikah sama Rezky Raditya ya kan?"
"Iya aja deh, biar gampang." Raisha menjawab asal.
*****
"Bi Murniiii" Bu Aina memanggil ARTnya uang sedang masak tuk makan malam.
"Ya Bu." Terlihat Bi Marni tergopoh-gopoh menghampiri sumber suara.
"Jangan bicara tentang kejadian kemarin lusa pada Icha. Cukup kau aja yang tahu." Bu Aina menatap tajam ARTnya.
"Baik, Bu." Bi Murni menjawab sambil menundukkan kepala.
"Sudah, kembali lagi ke dapur, aku hanya mau bilang itu aja."
"Baik, Bu." Bi Marni meninggalkan majikannya.
Raisha sampai rumah mertuanya menjelang adzan maghrib berkumandang. Setelah mencium takzim pungggung telapak tangan ibu mertuanya yang saat itu sedang menonton acara quiz di televisi, Raisha ke dapur, untuk menyimpan oleh-oleh yang dibawanya dari rumah ibunya.
"Bi, di garasi masih ada oleh-oleh yang belum Icha bawa, nanti kalau sudah selesai masak bawa ke sini ya!"
"Eh ada Mbak Icha, siap, Mbak."
"Bibi sehat?"
"Sehat alhamdulillah, kalau Mbak Icha kelihatan sehat banget dan ceria, betah ya di rumah mama?"
"Wah kalau itu jangan ditanya Bi, betaaaahhh." Raisha tertawa.
"Sudah ya Bi, Icha ke kamar dulu."
"Iya Mbak."
*****
"Kok papa merasa ya, kalau rumah tangga anak kita gak akan berjalan baik-baik saja, Ma.* Pak Hartanto bicara pada istrinya.
"Kok, perasaan kita sama, Pa. Mama juga merasa seperti itu."
"Kasihan ya Icha, padahal dia anak yang baik, sopan, dan tidak banyak tingkah. Tapi kok nasibnya kurang beruntung dalam hal jodoh."
"Iya, rumah tangga itu begitu, gak bisa diprediksi. Punya pasangan baik, ganteng, dan sudah mapan, eh diberikan mertua model gitu. Ada yang dapat mertua baik, eehh dapat pasangan yang ringan tangan." Apk ahartanto berbicara pelan.
"Iya Pa, mama pikir anak kita sudah mendapatkan kebahagiaan lahir batin, eeh ternyata menyimpan sesuatu yang membuat kita miris. Padahal apa kurangnya sih anak kita?"
"Mungkin karena kita gak kaya, Ma."
"Bisa jadi. Tapi kan harta itu titipan, tidak bisa lah kita menuntut pasangan kita untuk memiliki harta yang banyak, wong Allah menitipkannya cuma segitu?"
"Itu menurut kita, menurut orang kaya beda, Ma."
"Iya sih. Ya semoga aja Allah membukakan pintu hati Bu Aina, biar dia menjadi mertua idaman."
"Aamiin YRA. O ya Pa, Papa merasa nggak kalau Bag Edgar punya perasaan khusus sama Raisha? Perhatiannya itu lebay gitu lho, mama jadi sebal dibuatnya."
"Nah itu dia, papa juga gak suka sama perhatiannya dia. Gak pantas, anak kita kan sudah memiliki pasangan, di juga begitu. Kalau istrinya tahu, dia memberikan perhatian sama Icha, bisa terjadi salah paham, runyam deh." Pak Hartanto menatap istrinya.
"Iya pake minta-minta kerjaan juga pada Icha, kan dia pinjam modal kemarin, untuk buka usaha? Gimana sih?"
"Kemarin, untung aja Resty punya akal untuk menghubungi istrinya, kalau tidak? Dia benar-benar ikut jalan-jalan sama kita tuh. Udah dilarang secara halus juga keukeuh mau ikut, jadi gemes."
"Jadi Resty pahlawan dong." Tetiba Resty sudah berada di antara mereka.
"Duh ini anak, masuk itu bukannya salam, malah langsung nimbrung."
"Iya maaf deh, soalnya tadi dengar namaku disebut-sebut, jadi langsung nimbrung deh." Katanya sambil meraih telapak tangan kanan mama papanya, dan menciumnya bergantian.
"Ok deh, Mama Papa lanjutkan ngobrolnya, aku mandi dulu." Resty berkata sambil melangkah ke kamarnya, tanpa menunggu jawaban orangtuanya.
"Tadi malam, papa ajak ngobrol Ichanya. Papa tanya, mau bagaimana ke depannya? Icha bilang, mau mempertahankan pernikahannya, selama Rezky masih ada di pihaknya. Dalam arti tidak ikut-ikutan mendzaliminya."
"Iya sih, ke mama juga pernah bilang, kalau masalah di luar suaminya, dia akan bertahan, kecuali kalau suaminya melakukan KDRT atau selingkuh, itu sudah tiada maaf. Anak kita itu, kalau soal prinsip, tidak ada yang menandingi keteguhannya. Sekarang, ya kita doakan aja yang terbaik menurut Allah."