Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Indung Telur
Ivana mulai menangis. Airmatanya jatuh berderai begitu saja. Gadis itu memalingkan wajahnya, terlalu malu kalau Emir melihatnya seperti ini. Emir mengambil tisu yang ada di atas nakas, lalu memberikannya pada Ivana.
"Menangislah kalau kamu mau menangis. Menangislah kalau itu bisa membuat hati mu lega."
Untuk beberapa saat Ivana masih menangis dan Emir masih setia duduk di dekatnya. Pria itu tidak mengatakan apapun, hanya duduk menemani Ivana mengeluarkan kesedihan di hatinya.
Setelah puas menangis, Ivana menghapus airmatanya. Dia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Sudah lega?" tanya Emir.
"Maaf, dok."
"Tidak perlu minta maaf. Bagaimana perasaan mu sekarang?"
"Sedikit lebih baik."
"Mau lebih baik?"
"Bagaimana caranya?"
"Ayo kita jalan-jalan."
"Apa dokter tidak sibuk?"
"Tidak."
Emir bangun dari duduknya. Dia mengambil kursi roda yang ada di bagian luar ruang tidur lalu membawanya ke dekat ranjang Ivana. Pria itu membantu Ivana turun lalu mendudukkannya di kursi roda. Selanjutnya pria itu mendorong kursi roda Ivana keluar dari ruang perawatan.
"Kita mau kemana, dok?"
"Kita ke taman yang ada di bawah."
Emir mendorong kursi roda memasuki lift. Beberapa pengunjung yang ada di lift melemparkan senyumnya pada Emir yang langsung dibalas pria itu. Sesampainya di lantai dasar, Emir membawa Ivana ke taman yang ada di bagian depan rumah sakit.
Suasana taman sedikit ramai. Sudah ada beberapa pasien yang berada di taman ditemani keluarga atau perawat. Emir mendorong kursi roda Ivana ke dekat sebuah kursi taman. Dokter spesialis emergensi itu mendudukkan diri di kursi dekat kursi roda Ivana.
"Ternyata banyak yang bersantai di sini."
"Ya, berada di kamar inap itu membosankan. Makanya perlu untuk sesekali keluar menghirup udara segar."
"Apa dokter sudah menikah?"
"Belum."
"Sudah punya pacar atau calon?"
"Belum. Kenapa? Kamu punya teman yang mau dikenalkan pada saya?"
Hanya senyuman saja yang diberikan oleh Ivana. Dokter Emir selain ramah juga tampan. Ivana yakin pasti banyak wanita yang menyukai dokter tersebut.
"Perempuan yang nantinya jadi istri dokter pasti sangat beruntung mendapatkan dokter yang baik, perhatian dan ganteng."
"Kamu sendiri sudah punya pacar?"
"Ngga. Abang bilang aku ngga boleh pacaran. Kalau bertemu dengan laki-laki yang baik, bertanggung jawab dan mencintai ku, lebih baik langsung menikah saja."
"Setuju. Lagi pula tidak ada istilah pacaran dalam Islam. Apa kamu masih kuliah?"
"Iya, sekarang semester enam."
"Belajar yang rajin supaya cepat lulus, bekerja dan menikah."
"Apa dokter mau menunggu ku?"
"Apa kamu sedang melamar ku?"
Terdengar tawa kecil Ivana. Untuk sejenak dia melupakan masalah yang menimpanya. Dalam benaknya sekarang belum terpikir untuk memiliki hubungan dengan lawan jenis. Pengkhianatan sang Ayah pada Ibunya membuat gadis itu sedikit takut untuk memulai hubungan.
"Apa kamu masih mau di sini?"
Emir melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah cukup lama dia meninggalkan IGD.
"Apa dokter mau bertugas kembali?"
"Ya. Kalau kamu mau kembali ke kamar, saya akan mengantar mu."
"Aku bisa kembali sendiri. Dokter kembali saja ke IGD."
Walau Ivana meyakinkan dirinya bisa kembali sendiri, namun Emir tetap mengantarnya sampai ke lobi. Dia meminta seorang suster yang melintas untuk mengantarkan Ivana kembali ke kamarnya.
Setelah menyerahkan Ivana, bergegas Emir menuju IGD. Di sana dia bertemu dengan orang tua pasien anak yang mengalami kecelakaan kemarin.
"Dokter, apa saya sudah bisa melihat Rian?"
"Rian masih di ICU dan belum boleh ditemui siapa pun. Kalau keadaannya sudah membaik, Ibu pasti boleh menjenguknya."
Kepala wanita itu mengangguk. Dengan langkah gontai wanita itu keluar dari IGD. Dia memutuskan menunggu di ruang tunggu ICU. Siapa tahu anaknya sudah boleh untuk dijenguk.
"Bagaimana kondisi Pak Yono?" tanya Emir pada Reynand.
Yono adalah pasien yang mengalami kecelakaan kemarin. Pria itu mengalami serangan jantung ketika mengendarai mobil, dan menyebabkan kecelakaan yang menyebabkan beberapa korban jiwa. Beruntung semua korban berhasil diselamatkan, walau beberapa masih dalam kondisi kritis.
"Pak Yono masih berada di ICU. Kondisinya masih belum berubah."
"Mudah-mudahan dia bisa selamat. Kondisi jantungnya sudah cukup parah."
"Dokter, tolong."
Percakapan Emir dan Reynand terhenti ketika mendengar suara wanita meminta tolong. Dengan sigap Jagat membantu wanita itu menuju ranjang nomor tiga yang masih kosong. Emir dan Reynand langsung mendekat.
"Apa yang Ibu rasakan?" tanya Emir.
"Perut saya sakit," jawab wanita itu seraya menahan sakit.
Tanpa harus diperintah, Jagat langsung bergegas mengambil mesin USG. Reynand memeriksa keadaan wanita itu.
"Siapa nama Ibu?"
"Teni."
"Sejak kapan Ibu merasakan sakit?"
"Sudah hampir seminggu ini. Tapi sekarang saya sudah tidak kuat lagi."
"Selain di bagian perut, apa ada bagian lain yang sakit?"
"Tidak ada."
Jagat datang dengan membawa mesin USG. Emir menaruh gel ke tranduser kemudian menggerakkan alat tersebut di atas perut wanita bernama Teni itu. Baik Emir maupun Reynand terus melihat ke layar monitor.
"Apa sebelumnya Ibu pernah merasakan sakit seperti ini?"
"Dua Minggu yang lalu saya menjalani operasi pengangkatan kista. Saya sedang hamil lima bulan, tapi dokter tidak bisa mendeteksi detak jantung anak saya. Setelah dilakukan pemeriksaan, anak saya sudah meninggal. Saat itu juga dokter menemukan kista dalam rahim saya. Saya pun menjalani operasi pengangkatan kista dan indung telur sebelah kiri. Dan sekarang saya merasakan sakit di sebelah kanan. Saya takut indung telur yang tersisa bermasalah juga."
"Apa Ibu sudah memeriksakan ke dokter kandungan yang mengoperasi Ibu?"
"Sudah. Tapi dia bilang kalau rasa sakit itu wajar karena saya baru menjalani operasi. Dia memberi saya obat pereda nyeri. Dua kali saya mendatanginya, tapi tanggapannya seperti itu. Saya sudah tidak tahan lagi. Ada apa dengan saya, dok?"
"Kami belum bisa memastikan apa yang terjadi. Apa Ibu bersedia dilakukan CT scan? Supaya kami bisa melihat lebih jelas masalahnya."
"Ya, dokter."
"Apa ada keluarga yang bisa dihubungi?"
"Suami saya sedang dalam perjalanan ke sini."
"Baiklah."
Emir segera membawa pasien wanita itu ke ruang radiologi. Reynand dan Jagat juga ikut bersamanya. Jagat bertugas menemani Teni di dalam ruangan, sementara Emir dan Reynand berada di ruangan lain untuk melihat hasil CT.
Setelah beberapa saat, hasil CT perut Teni terpampang di layar monitor. Emir dan Reynand mengamati dengan seksama.
"Ada massa di bagian sini," Emir menunjuk bagian sebelah kanan, dekat ovarium.
"Apa itu lesi?"
"Entahlah."
Lesi adalah kerusakan atau perubahan abnormal pada jaringan tubuh, yang dapat terjadi di bagian manapun seperti kulit, organ atau tulang. Lesi juga bisa mengindikasikan adanya penyakit, seperti kanker.
"Apa mau dilakukan biopsi?"
"Tapi aku tidak yakin kalau itu adalah kanker. Bisa jadi indung telurnya yang bermasalah."
"Kalau memang indung telurnya yang bermasalah, maka dia harus kehilangan indung telur yang tersisa."
Kedua dokter itu terus berdiskusi sampai pindai CT selesai dilakukan. Keduanya segera keluar dari ruangan dan mengantar sang pasien kembali ke IGD. Rupanya di sana suami pasien sudah datang. Pria itu segera membantu istrinya naik ke ranjang.
"Apa yang terjadi pada istri saya?"
"Kami melihat ada massa di sisi kanan, dekat dengan indung telur."
"Apa itu kista?"
"Kami juga tidak yakin karena tidak terlihat jelas saat CT scan."
"Lalu apa solusinya, dokter?"
"Saya menyarankan untuk operasi. Kita akan melihat apakah itu kista atau bukan. Kalau kista, sudah pasti kita akan membuangnya."
"Apa saya akan kehilangan lagi indung telur?"
"Belum pasti. Kami masih harus memastikannya dulu. Apa Ibu bersedia melakukan operasi?"
Untuk sesaat pasangan itu saling berpandangan. Baru dua Minggu lalu Teni menjalani operasi dan sekarang dia harus kembali masuk ke ruang operasi. Namun rasa sakit yang menyiksa, membuat wanita itu akhirnya mau menjalani operasi kembali.
"Baiklah saya setuju melakukan operasi lagi. Tapi tolong, jangan ambil indung telur yang tersisa. Saya masih ingin memiliki anak."
"Akan kami usahakan. Sekarang Ibu akan masuk ruang perawatan dulu. Jika tidak ada halangan, besok pagi Ibu akan dioperasi."
"Baik, dokter."
Selesai dengan pasien wanita itu, Emir bermaksud melihat keadaan Yono yang masih berada di ruang ICU. Reynand juga ikut bersamanya. Ketika masuk IGD, pria itu yang menangani Yono lebih dulu.
Sesampainya di lantai tujuh, kedua dokter tersebut segera memasuki ICU. Baru saja mereka memakai pakaian steril, terdengar code Blue di ruang perawatan intensif tersebut.
"Dokter, pasien Yono mengalami henti jantung!"
***
ekhemmmmm Rd Rey pasien mh adalah tambatan hatimu 🤣🤣🤣 mai sakit apa yaaaa.
hayu Rey gercep tangani Mai.. sebelum d tangani olh Dr lain😄😄😄
bisa jadi dokter pribadi buat Maira nih Reynand.
Kamelia mepet terus sama Irs tapi Irs nya maunya deket sama Nayraya