NovelToon NovelToon
Chain Of Love In Rome

Chain Of Love In Rome

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:938
Nilai: 5
Nama Author: De Veronica

Di bawah pesona abadi Kota Roma, tersembunyi dunia bawah yang dipimpin oleh Azey Denizer, seorang maestro mafia yang kejam dan tak tersentuh. Hidupnya adalah sebuah simfoni yang terdiri dari darah, kekuasaan, dan pengkhianatan.

Sampai suatu hari, langitnya disinari oleh Kim Taeri—seorang gadis pertukaran pelajar asal Korea yang kepolosannya menyilaukan bagaikan matahari. Bagi Azey, Taeri bukan sekadar wanita. Dia adalah sebuah mahakarya yang lugu, sebuah obsesi yang harus dimiliki, dijaga, dan dirantai selamanya dalam pelukannya.

Namun, cinta Azey bukanlah kisah dongeng. Itu adalah labirin gelap yang penuh dengan manipulasi, permainan psikologis, dan bahaya mematikan. Saat musuh-musuh bebuyutannya dari dunia bawah tanah dan masa kelam keluarganya sendiri mulai memburu Taeri, Azey harus memilih: apakah dia akan melepaskan mataharinya untuk menyelamatkannya, atau justru menguncinya lebih dalam dalam sangkar emasnya, meski itu akan menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Veronica, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perasaan yang tidak lagi terbagi

Taeri baru saja selesai membersihkan diri dan bersiap untuk tidur ketika Azey masuk ke kamar. Ia menghampiri, duduk di tepi ranjang, lalu menatap Taeri dengan sorot mata penuh kasih.

"Bagaimana harimu di kampus?" tanyanya datar.

Taeri menghela napas pelan. "Seperti biasa," jawabnya singkat.

Namun Azey tahu ada sesuatu yang disembunyikan. Ia menggenggam tangan Taeri, menunggu dengan sabar hingga kekasihnya mau bercerita.

"Sebenarnya..." Taeri memulai dengan ragu. "Tadi di kampus, Pak Marcelo menyatakan cintanya padaku." Ia enggan membahasnya, tetapi tak ingin Azey salah paham.

Azey terperanjat mendengar pengakuan itu. Keningnya berkerut, jelas menunjukkan ketidaksenangan. "Lalu, apa yang kamu lakukan?" tanyanya dingin.

Taeri menatapnya dengan keyakinan, meski tubuhnya sedikit bergetar menghadapi aura posesif Azey. "Aku menolaknya," jawabnya tegas. "Aku sudah bilang padanya kalau aku tidak bisa membalas perasaannya." Ia mengelus rahang Azey, lalu menambahkan, "Lagipula, dia bukan tipeku."

Azey menggenggam tangan Taeri lebih erat, matanya menelisik mencari kejujuran. "Apa kau merasa kasihan padanya?" suaranya tetap dingin. "Atau mungkin sedikit tertarik?"

Taeri cepat-cepat menggeleng. "Tidak sama sekali," ucapnya mantap. "Aku tidak merasa kasihan, dan aku juga tidak tertarik pada orang seperti dia. Justru aku kesal, karena dia sudah menyakiti perasaan Yuna." Ia tak bisa menerima sahabatnya diperlakukan seperti itu.

Dengan nakal, Taeri mencubit hidung Azey lembut, berusaha menenangkan. "Sudah kubilang, dia bukan tipeku," tambahnya sambil tersenyum manis. "Aku hanya tertarik padamu, Azey. Hanya kamu yang ada di hatiku. Walaupun kamu sedikit... psikopat."

Azey tertawa dingin mendengar ucapan itu. "Kau tahu bagaimana cara membuatku merasa lebih baik," ujarnya sambil menarik Taeri ke dalam pelukan. "Kalau begitu, mari kita tidur. Aku sudah lelah." Dengan gerakan menggoda, ia meremas pinggang Taeri.

Gadis itu menatapnya tajam, lalu membalas pelukan Azey. Namun hatinya tetap terasa berat. Bayangan Yuna yang belum ditemukan kembali menghantui pikirannya.

"Sayang," panggil Taeri lirih. "Bisakah kau membantuku mencari informasi tentang Yuna?"

Azey kembali mengerutkan kening. "Kenapa kau masih memikirkannya? Bukankah sahabatmu itu sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya sendiri?" Ia merasa tak nyaman membicarakan perempuan lain di antara mereka.

"Aku tahu," jawab Taeri pelan. "Tapi aku tetap khawatir. Aku ingin memastikan dia baik-baik saja."

Azey menghela napas panjang. "Baiklah," ujarnya akhirnya. "Aku akan membantumu mencari informasi tentang Yuna. Tapi setelah itu, kau harus berjanji untuk tidak memikirkannya lagi."

Azey meraih ponselnya, jemarinya dingin menekan sebuah nomor. Tak lama, panggilan tersambung.

“Leonardo,” ucapnya datar. “Aku ingin kau mencari informasi tentang seorang gadis bernama Choi Yuna. Temukan di mana dia berada dan apa yang sedang dia lakukan. Cepatlah, karena dia sahabat Taeri.”

Hening sejenak di seberang sana. “Choi Yuna?” suara Leonardo terdengar terkejut.

Di sisi lain, tatapan Leonardo membeku pada gadis yang berbaring di sampingnya. Nama itu begitu familiar, terlalu dekat untuk sekadar kebetulan.

Azey tak menunggu jawaban. Ia menutup telepon, menyimpan ponselnya, lalu menoleh pada Taeri dengan senyum lembut.

“Sudah selesai,” katanya tenang. “Sekarang, mari tidur. Kau pasti lelah.”

Taeri mengangguk, rasa cemasnya sedikit mereda. Ia percaya pada Azey, yakin pria itu akan melakukan yang terbaik. Ia memeluknya erat, menyandarkan kepala di dada hangatnya.

“Terima kasih,” bisiknya. “Aku menyayangimu.”

Azey mengecup rambutnya pelan. “Aku juga menyayangimu. Tidurlah, besok akan jadi hari yang panjang.”

Sementara itu, Yuna mencoba memejamkan mata dalam dekapan Leonardo. Namun suara datar pria itu memecah keheningan.

“Siapa namamu sebenarnya?”

Yuna membuka mata, menatapnya bingung. “Namaku? Tentu saja Yuna.”

“Choi Yuna?” Leonardo memastikan.

“Iya, Choi Yuna. Memangnya kenapa?”

Leonardo terdiam sejenak sebelum bertanya lagi, “Apa kau berteman dengan Nona Taeri?”

Pertanyaan itu membuat Yuna terperanjat. Bagaimana bisa Leonardo tahu tentang sahabatnya? “Bagaimana kau tahu Taeri?” tanyanya curiga.

Leonardo menarik napas panjang. “Aku pengacara pribadi Azey. Aku tahu banyak tentang orang-orang di sekitarnya, termasuk Taeri.”

Yuna terdiam, hatinya berdegup tak menentu. Jadi pria yang bersamanya semalaman ini adalah bawahan kekasih sahabatnya sendiri? Dunia terasa begitu sempit, begitu rumit.

“Jangan ceritakan pada siapa pun tentang malam ini,” pintanya lirih. “Aku akan menjelaskan sendiri pada Taeri. Kumohon, simpan rahasia ini.”

Tatapan Leonardo sulit dibaca. “Aku tak bisa menjanjikan apa pun,” katanya dingin. “Tapi akan kupikirkan.”

Yuna tahu, pria ini bukan tipe yang mudah diajak bernegosiasi. Apa yang terjadi sudah terlanjur, tak bisa dihapus.

Ia terdiam, pikirannya berputar, bagaimana jika Taeri tahu? Apa yang akan dipikirkan sahabatnya? Dan apa sebenarnya yang diinginkan Leonardo darinya?

“Kenapa kau diam?” suara Leonardo kembali memecah keheningan. “Apa yang kau pikirkan?”

Leonardo mengusap lembut pipi Yuna, merasakan kelembapan air mata yang mengalir di sana. "Kenapa kau selalu membiarkan air mata menjadi jawaban?" desisnya, nada mengejek terselip di balik tatapan yang menyimpan obsesi tersembunyi.

"Kau terlalu rapuh untuk dunia yang kejam ini," lanjutnya, jemarinya kini bermain di leher jenjang Yuna, "Jika bukan aku yang menemukanmu dalam kerapuhan ini, mungkin kau sudah menjadi mainan pria lain, hancur tak bersisa."

Yuna menatap Leonardo, mencari kebenaran di balik topeng yang selalu ia kenakan. "Apa kau... berbeda?" bisiknya ragu, takut akan jawaban yang mungkin menghancurkannya.

Senyum sinis menghiasi bibir Leonardo saat tangannya beralih membelai perut Yuna, seolah menandai kepemilikannya. "Aku tidak seperti mereka," jawabnya, suaranya rendah danMenusuk, "Aku akan menjaga dirimu tetap utuh, hanya untukku seorang."

Keraguan terpancar jelas di wajah Yuna. "Jika kau bukan monster," tanyanya dengan suara bergetar, "kenapa kau menginginkanku di sini? Kenapa kau mengambil segalanya dariku?"

Tawa pelan Leonardo terdengar seperti melodi iblis di telinga Yuna. Ia menghapus air mata yang membasahi pipi Yuna dengan gerakan posesif. "Penthouse ini terlalu lama menjadi saksi bisu kesepianku," bisiknya, napasnya terasa panas di kulit Yuna, "Aku membutuhkan seorang ratu untuk memerintah bersamaku dalam kegelapan. Dan aku melihat bayangannya dalam dirimu, Yuna."

Yuna terdiam, jantungnya berdebar kencang mendengar pengakuan Leonardo. Ia mencoba mencari kebohongan di matanya, namun yang ia temukan hanyalah jurang gelap yang tak berdasar, dengan sedikit percikan ketulusan yang berbahaya. Ia tidak tahu apakah ini cinta atau hanya obsesi gila.

Sebuah senyum tipis, penuh ketidakpastian, muncul di bibir Yuna. Ia tahu ini adalah kegilaan, namun ia tidak bisa menolak daya tarik pria yang telah merenggut hatinya. "Berjanjilah," ucapnya lirih, seolah menyerahkan jiwanya.

Leonardo menatap Yuna dengan intensitas yang membuat Yuna menggigil. "Aku berjanji," jawabnya dengan suara berat, seolah sumpah yang diucapkan akan mengikat mereka berdua dalam takdir yang gelap, "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, Yuna. Bahkan jika aku harus membakar dunia ini menjadi abu untuk melindungimu."

Perlahan, Leonardo menindih tubuh Yuna, menatapnya dengan tatapan yang penuh hasrat. Ia mulai menghisap dada Yuna dengan lembut, membangkitkan kembali gairah yang sempat mereda. "Mari kita lanjutkan," bisiknya di telinga Yuna, mengajak Yuna untuk kembali bercinta.

Yuna merasa senang karena Leonardo begitu menginginkannya. Ia merasa diinginkan dan dihargai, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Namun, saat Leonardo mulai bergerak, Yuna mengeluh kesakitan di area selangkangannya. Ia merasa sedikit perih dan tidak nyaman.

"Aww..." Yuna meringis pelan.

Leonardo mengangkat wajahnya, menatap Yuna dengan khawatir. "Ada apa? Apa aku menyakitimu?" tanyanya lembut.

"Sedikit," jawab Yuna jujur. "Di sini terasa perih." Ia menunjuk area selangkangannya.

Leonardo mengerutkan kening, lalu mengelus lembut area yang dikeluhkan Yuna. "Maafkan aku," ucapnya menyesal. "Aku tidak bermaksud menyakitimu."

Leonardo mengamati area sensitif Yuna dengan seksama. Ia melihat sedikit bengkak dan kemerahan di sana. Ia tahu, melanjutkan aktivitas mereka hanya akan membuat Yuna semakin tidak nyaman.

Dengan berat hati, Leonardo memutuskan untuk tidak melanjutkan percintaan mereka. Ia menarik diri dari atas tubuh Yuna, lalu kembali berbaring di sampingnya. Ia menarik Yuna ke dalam pelukannya, mendekapnya erat.

"Maafkan aku," bisiknya. "Kita tidak akan melanjutkannya. Kau butuh istirahat."

Yuna mengangguk pelan, merasa lega dan sedikit kecewa pada saat yang bersamaan. Ia membalas pelukan Leonardo, merasa nyaman dan aman dalam dekapannya.

"Terima kasih," bisiknya.

"Tidurlah," kata Leonardo lembut. "Aku akan menjagamu."

Yuna memejamkan matanya, merasa tenang dan damai. Ia tahu, ia berada di tangan yang tepat.

1
Syafa Tazkia
good
Zamasu
Penuh emosi deh!
Shinn Asuka
Wow! 😲
Yori
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!