Angkasa Lu merupakan seorang ceo yang kaya raya, dan juga Arogan. Karena traumanya dia membenci wanita. Namun, karena permintaan sang kakek terpaksa dia melakukan kawin kontrak dengan seorang perempuan yang bernama Hana. Dan begitu warisan sudah ia dapatkan, maka pernikahan dia dengan Hana pun selesai. Akan tetapi belum sempat Angkasa mendapatkan warisan itu, Hana sudah pergi meninggalkan pria itu.
Lima tahun kemudian, secara tidak sengaja Angkasa di pertemukan dengan Hana, dan juga kedua anak kembarnya. Pria itu tidak tahu kalau selama ini sang istri telah melahirkan anak kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25
Suara teriakan keras kakek Lu menggema di seluruh sudut rumah, "ANGKASA...ANGKASA...DIMANA KAMU HAH!" Raut wajahnya terlihat begitu marah dan penuh kekecewaan setelah mendengar cerita dari Levi mengenai tindakan buruk yang dilakukan oleh Angkasa, cucunya.
"Tidak perlu berteriak kek, aku tidak tuli," sahut Angkasa sambil menuruni anak tangga dengan langkah santai, wajahnya tidak menunjukkan rasa takut atau penyesalan sedikit pun.
Ia sudah menduga Levi akan mengadu pada kakeknya.
Kakek Lu hanya berdecak kesal melihat sikap arogan yang ditunjukkan oleh Angkasa. Darahnya mendidih, tak tahan melihat cucunya yang satu ini terus-terusan membuat masalah.
Tanpa berbicara sepatah kata pun, kakek Lu langsung mengayunkan tongkat yang selalu ia bawa ke arah Angkasa. Angkasa yang tidak menyangka kakeknya akan menyerangnya, terkejut dan mencoba menghindar. Namun, tongkat itu berhasil mengenai tubuhnya, membuatnya merasakan sakit akibat benda tumpul itu.
Angkasa menahan rasa sakit sambil menatap kakek Lu dengan pandangan terkejut, menyadari bahwa ia telah benar-benar membuat sang kakek kehilangan kesabaran kali ini.
Bugh...
Bugh...
Bugh...
Kakek Lu berdiri tegak di depan Angkasa, wajahnya memerah dan matanya memancarkan amarah yang tak tertahankan. "Dasar cucu kurang ajar, berani-beraninya kamu menyembunyikan cicit ku," omelnya sembari terus memukuli Angkasa berkali-kali.
Pria itu tidak berani melawan, Angkasa menerima semua kemarahan sang kakek dengan tubuhnya yang terkulai lemas. "Dia anak-anakku, jadi terserah aku mau aku sembunyikan atau tidak," balas Angkasa dengan suara yang parau, semakin menyulut emosi kakek Lu.
Pria tua itu merasa sang cucu telah menantangnya, membuat urat di keningnya semakin menonjol. "Baik jika itu keputusan mu," ucap kakek Lu dengan nada tegas dan dingin, Kakek Lu berdiri tegak dengan wajah marah, garis ketegangan tampak jelas di dahinya. "Jangan salahkan aku jika aku mencoretmu dari daftar ahli waris perusahaan Lu." Tangannya yang gemetar menunjuk ke arah Angkasa, mengancam akan menghancurkan masa depannya.
Angkasa mengepalkan kedua tangannya, menahan amarah dan rasa tidak terima. "Tidak bisa begitu doang, aku sudah menuruti semua kemauan kakek, jadi kakek tidak bisa mencoretku begitu saja dari daftar ahli waris!" seru Angkasa dengan suara keras.
Namun, kakek Lu seakan tidak perduli dengan ungkapan kemarahan Angkasa. Dengan langkah tegap dan didampingi Levi, pria tua itu menaiki anak tangga menuju ke lantai atas untuk menemui kedua cicitnya. Angkasa tertegun, menatap punggung kakek yang menjauh, seolah tak mampu membendung kekecewaannya yang meluap-luap.
Ceklek.......
Kakek Lu berdiri di ambang pintu, menatap kamar yang ditempati oleh kembar. Ciara yang baru saja melihat sosok asing di depan pintunya, segera beringsut ke belakang tubuh Xander, merasa takut dan waspada.
"Siapa kamu?" tanya Xander dengan nada penuh kecurigaan, melindungi adiknya.
Sudut bibir kakek Lu terangkat ke atas, ia tersenyum lembut melihat sikap waspada cicitnya itu. Matanya berbinar dengan kebahagiaan, namun tetap menunjukkan rasa hormat pada keberadaan mereka.
"Jangan takut, dia kakek buyut kalian yang om ceritakan tadi" ucap Levi, yang berdiri di samping kakek Lu, berusaha meredakan ketegangan.
Kakek Lu masih terpaku di tempatnya, tak mampu mengalihkan pandangannya dari wajah kedua anak kembar itu. Hatinya terasa hangat dan penuh cinta, namun juga diliputi rasa penyesalan karena baru bisa bertemu dengan mereka sekarang.
Ciara yang tadinya ketakutan, mulai merasa lebih tenang setelah mendengar penjelasan dari sang paman.
Ia pun melangkah maju, menatap Kakek Lu dengan rasa penasaran. "Cia puna kakek buyut?" tanya Ciara dengan polos.
Kakek Lu mengangguk, matanya berkaca-kaca, "Ya, sayang. Aku adalah kakek ayahmu, yang berarti kakek buyut kalian" Kemudian, Kakek Lu mengulurkan tangan, menyentuh pipi Cia dan Xander sebagai ungkapan kasih sayangnya.
Anak kembar itu menerima sentuhan Kakek Lu dengan tulus, merasa hangat oleh kehadiran sosok yang baru saja mereka kenal. Suasana di kamar itu pun berubah menjadi lebih hangat dan penuh kebahagiaan.
"Apa kakek bica bantu kami? Cia mau pulang, mau beltemu mommy. Cia lindu banak-banak cama mommy. Tapi uncle Angkaca pula melalang kami beltemu dengan mommy, dia ucil mommy tadi kakek. Cedih cekali pelacaan Cia tuh, nggak bica peluk mommy," ucap Ciara dengan penuh drama, air mata mengalir deras di pipinya.
Kakek Lu menatap ke arah Levi, dia seakan minta penjelasan siapa Angkaca pula yang dimaksud Ciara.
Levi segera menjelaskan, "Itu Angkasa, Kek, karena belum lancar bicaranya Ciara menyebutnya seperti itu."
Kakek Lu menatap dua pasang mata penuh harap yang menggantung padanya, Ciara dan Xander. Kedua anak itu tak bisa menahan rasa rindu mereka pada ibu yang beberapa hari ini tak mereka temui.
Dengan lembut, kakek Lu mengusap kepala Ciara, merasakan betapa rapuhnya hati kecil itu. "Kalian mau ikut kakek? Nanti kakek akan mengajak kalian bertemu dengan mommy. Tapi tidak sekarang, karena di luar masih hujan," ucap kakek Lu dengan suara yang tenang dan lembut.
Mereka memperhatikan hujan yang mengguyur kaca jendela, menciptakan irama yang syahdu. Senyum di bibir Ciara dan Xander mengembang, secercah harapan ia dapatkan dari sang kakek. Mereka merasa hangat dan aman dalam pelukan kakek Lu, seakan tahu bahwa pria tua itu akan melindungi mereka dari segala bahaya.
Xander menggenggam erat tangan kakek Lu, takut kehilangan sosok yang baru saja menawarkan sebuah harapan. Kakek Lu mengusap puncak kepala Xander dengan penuh kasih sayang, seolah ingin meneguhkan janjinya. "Kalian harus bersabar ya, nanti kalau hujannya reda, kita akan pergi menemui mommy," katanya dengan suara yang lembut dan menyayat hati.
"Tidak bisa! Apa kakek lupa sudah menjodohkan ku dengan Gya, bahkan malam ini kalian berencana membahas pernikahan ku dengan wanita itu" seru Angkasa.
Dengan mempertemukan mereka kepada Hana, maka akan semakin sulit membuat mereka melupakan ibunya pikir Angkasa.
"Aku akan membatalkannya, karena saat ini Hana telah di temukan" ucap Kakek Lu dengan nada tenang.
Ia tidak perduli persahabatannya nya dengan keluarga Gya akan berakhir, yang penting saat ini adalah kesehatan mental kedua cicitnya, ia tidak akan mengorbankan mereka demi ambisinya.
"Kalian sudah makan" tanya kakak Lu kepada kembar.
Ciara dan Xander kompak menggelengkan kepalanya, "Kami nda di kacih makan kakek, lacanya Cia mau pingcan kalena lapal" jawab Ciara sambil menatap Angkasa sinis.
Angkasa menganga, putrinya itu sudah pintar berakting, padahal satu jam yang lalu dia sudah meminta maid untuk memberikan mereka makanan, tetapi mereka tolak.
Kakek Lu menatap tajam kearah Angkasa "Aku tidak menyangka, ternyata selain mengurungnya, kamu juga berniat membunuh mereka Angkasa" ucap kakek Lu seraya menggelengkan kepalanya.
"Tidak kek, tadi aku sudah memberikan mereka makan, tapi mereka menolaknya" sahut Angkasa mencoba menjelaskan.
"Bohong, tidak mungkin kami menolak makanan yang di berikan" seru Xander.
Levi menahan tawa, dia tahu kedua keponakannya itu sedang bersekutu untuk membalas Angkasa.
Kakek Lu geram, kemudian dia menggandeng kedua cicitnya, dan membawanya keluar dari kamar. Saat melewati Angkasa, Ciara menjulurkan lidahnya mengejek laki-laki itu.
"Lacakan, ciapa culuh ucil-ucil mommy Cia" ucap Ciara lirih.
Levi menepuk bahu Angkasa kasar."Habislah sudah kau di tangan anakmu sendiri Angkasa, kakek pasti lebih percaya mereka daripada kamu" setelah mengatakan itu Levi berlalu meninggalkan Angkasa yang masih mematung di tempat.
Ngakak aku dari tadi... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣