Berliana dan Exsel dulunya adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Sebuah insiden terjadi, hingga muncul kesalahpahaman diantara mereka.
Masing-masing saling membenci dan mengelak rasa sayang yang masih sama meskipun 5 tahun telah berlalu.
Dengan status dan kekuasaan Exsel, sangat sulit bagi Berliana untuk bisa lepas dari genggaman Exsel.
“Bagiku tak ada kata kembali! kaca yang pecah tak akan bisa memantulkan bayangan seperti semula.” ~Berliana
“Rasanya sulit melepaskan wanita itu, sekalipun dia yang salah. Kenapa?” ~Exsel
Jadi sebenarnya siapa yang salah? dan siapa yang benar?
Hingga perlahan-lahan kebenaran mulai terungkap, kesalahpahaman pun mulai terpecahkan. Hingga pada akhirnya menunjukkan Berliana tidak bersalah. Lalu bagaimana cara Exsel menebus kesalahpahaman itu pada sosok Berliana yang masih dicintainya?
Dan bagaimanakah sikap Berliana yang akan membalas ketidakadilan yang ia terima pada musuh-musuhnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ArumSF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Flashback part 3
Meskipun Berliana mengatakan itu sebagai gertakan. Ia tak benar-benar berani melakukan itu. Selain takut, ia juga tak mungkin membunuh janin dari pria yang ia cintai.
“Sayang, maafin Mamah ya Nak. Mamah hanya kesal pada Ayah kamu.”
Berliana tidak akan pernah menyangka jika karena gertakannya itu. Exsel bahkan nekat pulang ke negara Y sedangkan perkiraan cuaca hari itu diprediksi bakal sangat buruk.
“Tuan, saya mohon kita kembali ke negara Y besok saja ya. Demi keselamatan kita Tuan,” Arfan yang sedang menyetir dengan Exsel yang berada di sebelahnya, ia berkali-kali memohon pada Exsel untuk menghentikan rencana tiba-tiba itu.
Ini demi keselamatan mereka berdua dan beberapa bawahan yang lain yang terpaksa pulang karena Sang tuan tiba-tiba mengatakan ingin kembali ke negara Y begitu pekerjaan mereka sudah selesai.
“Bukankah semua pekerjaan kita di sini sudah selesai? lalu untuk apa masih di sini?”
“Saya tahu Tuan tapi demi keselamatan kita lebih baik kita menunggu beberapa hari lagi. Anggap saja liburan sejenak sampai perkiraan cuaca mengatakan aman untuk kita kembali.”
“Kamu percaya dengan perkiraan cuaca?” Exsel yang biasanya selalu mengutamakan keselamatan. Ia kini seolah bersikap skeptis.
“Karena biasanya perkiraan cuaca itu benar tuan. Lagipula saya lebih heran kenapa Anda tiba-tiba ingin pulang secepat ini. Padahal kita sudah mengatur jika akan pulang tiga hari lagi. Bukankah Anda sengaja sibuk sebulan ini agar beberapa minggu kedepan Anda bisa melangsungkan pernikahan dan melakukan liburan panjang?”
Mendapatkan pertanyaan beruntun dari Arfan, Exsel hanya bersikap datar dan acuh.
“Jika kamu takut, biar saya yang menyetir dan pulang ke negara Y sendiri.”
“Tuan apakah Anda tidak ingin nyawa Anda lagi?” ujar Arfan dengan wajah memelasnya.
“Jika saya tidak bertindak cepat mungkin nyawa anak saya yang tidak bisa saya selamatkan,” entah kenapa perasaan Exsel tidak enak.
Tak dipungkiri jika Exsel merasa khawatir dengan keadaan Berliana dan anaknya. Sekalipun Exsel belum bisa memastikan jika Berliana saat ini sedang hamil.
“Tuan apa maksud ucapan Anda. Nyawa kita yang sebenarnya sedang terancam tuan. Apakah Anda tidak melihat dengan keadaan kita sekarang.”
Arfan seakan menyadarkan Exsel jika selama perjalanan hujan terus turun dengan lebat. Tiupan angin terasa menembus dengan kencang ditambah dengan Exsel yang meminta Arfan untuk mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.
“Jika kamu keberatan kamu bisa turun biar saya yang menyetir!”
“Tua...n,” mohon Arfan yang berkali-kali melirik Exsel hingga saat berada di perempatan jalan Arfan yang hendak mengerem mendadak tiba-tiba tak bisa bicara apalagi berkata-kata saat dari arah samping melaju mobil berkecepatan tinggi ke arah mobil mereka.
Dakkk
Kecelakaan terjadi dan tak bisa dielak lagi.
Karena kecelakaan itu Exsel dan Arfan dirawat karena koma. Beruntungnya luka Arfan tidak terlalu parah seperti Exsel. Hingga akhirnya beberapa Minggu telah berlalu dan beberapa bulan telah dilalui Exsel dengan keadaan dirinya yang masih koma.
Sementara di tempat Berliana.
Usia kandungan Berliana kini sudah memasuki usia ke-7 bulan. Perutnya sudah terlihat dan tak bisa ditutupi lagi. Ia yang selama ini menutupi kehamilannya dari Sinta juga meminta untuk cuti kerja beberapa bulan kedepan karena merasa tidak mungkin untuk tetap bekerja disaat dirinya sedang hamil besar.
Sebagian uang kerjanya Berliana gunakan untuk kebutuhan hidupnya. Dan sebagian uang lainnya Berliana gunakan untuk membayar hutang ayahnya.
Selama ini Berliana sudah banyak merepotkan Madam Zoya. Ia tak memiliki keberanian untuk mengatakan bagaimana kondisinya saat ini pada Madam Zoya.
Berliana seakan berhasil merahasiakan hal itu dengan sangat baik. Hingga bisa lolos dari kecurigaan Sinta dan Madam Zoya.
“Kamu kemana sih Kak..., gimana nasib aku sama anak kamu kedepannya nanti?” bingung Berliana merasa frustasi dan gusar.
Berkali-kali Berliana mengusap perut buncitnya dengan lembut. Ia seakan memberikan kekuatan pada bayinya.
Sesekali Berliana akan berusaha untuk menemui Exsel di rumah keluarga Biaswa. Nyatanya sangat sulit untuk bisa memasuki rumah itu.
“Pak, saya mohon izinkan saya masuk. Saya mau ketemu sama tuan Exsel. Saya lagi hamil pak,” pinta Berliana pada salah satu bodyguard yang berjaga di luar gerbang mansion keluarga Biaswa.
Berliana sudah sering datang ke mansion itu. Ia hanya ingin bertemu dengan Exsel dan meminta kejelasan dari laki-laki itu mengenai hubungan mereka.
Jangankan bermimpi untuk dinikahi Exsel. Kini Berliana hanya pasrah jika mungkin Exsel berubah pikiran dan tidak ingin menikah dengan dirinya. Tapi Berliana hanya ingin tau alasannya jika memang lelaki itu berubah pikiran.
“Maaf Nona, kami tidak tahu dimana keberadaan tuan Exsel. Di dalam mansion hanya ada Tuan besar dengan cucu perempuannya,” jelas bodyguard menahan agar Berliana tidak menerobos masuk.
Tiba-tiba terlihat mobil yang hendak memasuki gerbang mansion. Berliana yang melihat hal itu ia langsung bergegas untuk ikut masuk saat gerbang mansion telah dibuka.
“Nona mohon jangan buat kami terpaksa berbuat kekerasan pada wanita hamil.”
Mengabaikan peringatan itu, Berliana langsung menatap ke arah bodyguard yang berusaha untuk menahannya masuk.
“Saya sedang mengandung anak tuan Exsel. Jika kalian tidak percaya coba saja halangin saya,” tegas Berliana yang langsung mendapatkan keterbungkaman dari para bodyguard yang sedang berjaga.
Berliana berjalan menuju mobil yang telah berhenti. Meski Berliana rasanya ingin berlari tapi dengan kondisinya saat ini rasanya tidak mungkin.
“Tante, dimana Kak Exsel.”
Berliana yang melihat Audya turun dari dalam mobil langsung menghampiri wanita itu.
Terlihat Audya langsung menatap tak suka sekaligus jijik dengan penampilan Berliana yang kini sedikit terlihat acak-acakan.
Bagaimana tidak, Berliana yang sedang hamil harusnya tidak mendapatkan tekanan dan ketakutan yang tidak seharusnya dirasakannya seperti saat ini.
Mungkin Berliana akan bodo amat jika nama baiknya sampai tercoret jika media tahu akan kehamilannya. Tapi ia tidak akan tega jika hal itu akan berimbas pada Sinta yang merupakan asisten sekaligus manajernya.
Apalagi jika sampai Madam Zoya yang nantinya akan merasa kecewa pada Berliana. Ia tak ingin hal itu sampai terjadi.
“Tante, dimana Exsel?”
“Memang ada urusan apa kamu sampai berani bertanya keberadaannya? bukannya minta pertanggungjawaban orang yang telah membuat kamu hamil! kamu justru malah datang ke sini!”
“Ini anak Exsel!”
Sebenarnya Berliana merasa terhina dengan keadaan dirinya yang benar-benar seakan mengemis-ngemis. Ia tak pernah menyangka akan berada di posisi yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan saat ini.
“Kamu yakin? bukan anak salah satu sutradara yang tidur dengan kamu?” Audya seakan-akan memandang rendah Berliana. Ia berfikir jika mungkin saja Berliana sudah tidur dengan banyak laki-laki di industri hiburan.
“Jangan mentang-mentang anak saya dulu mencintai kamu! dengan seenaknya kamu meminta anak saya untuk bertanggungjawab!”