Cerita ini sekuel dari Menikahi Mafia Kejam
Sebuah malam kelam mengantarkan Devi Aldiva Brodin pada malapetaka yang merubah hidupnya seratus delapan puluh derajat. Kesalahan fatalnya yang menggoda sang atasan yang divonis impoten saat ia dalam keadaan mabuk berat. Dan pria itu adalah Ibra Ashford Frederick merupakan pria yang sudah beristri sekaligus atasannya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya, yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Uncle, mau tidak jadi Daddy kami?
Ibra yang baru saja menyelesaikan beberapa putaran lari mengerutkan keningnya saat melihat keributan yang terjadi tidak jauh darinya. Setiap minggunya, Ibra seringkali berolahraga ringan di area taman yann tidak jauh dari apartemen walau sekedar lari pagi. Ia bisa saja berolahraga di tempat gym tapi ia tidak memiliki waktu untuk ke sana saking sibuknya dengan pekerjaannya. Sudah tiga tahun ini ia mendirikan perusahaannya sendirinya.bergerak dalam bidang ekspedisi.
Ibra melangkahkan kakinya ke arah keributan yang terjadi. Ia mempercepat langkahnya saat mendengar suara tangisan dan juga makian seorang wanita.
"Dasar anak nakal, begini hasil didikan orangtuamu?. lihat anak saya kepalanya sampai benjol begini," maki wanita bertubuh gempal menunjuk sepasang anak yang ada dihadapannya.
"Kami tidak nakal Aunty. Dia saja yang main tidak lihat jalan," jawab salah satu anak yang tidak terima ia dikatakan nakal.
"Kamu--
"Ada apa ini?," tanya Ibra yang tiba-tiba saja datang menghampiri.
"Kau siapa, hah?. Jangan ikut campur," bentak wanita bertubuh gempal itu.
Sementara itu salah satu anak perempuan terlihat menangis histeris mencoba ditenangkan oleh saudaranya.
"Apakah kau tidak malu dengan dirimu sendiri?, kau membentak anak kecil?," jawab Ibra menatap tajam wanita bertubuh gempal itu.
"Dia mencelakai anak saya. Lihat kepalanya sampai benjol begini," ucap wanita itu lagi.
Ibra menghampiri anak perempuan itu lalu menggendongnya untuk menenangkannya."Sudah ya, diam. Tidak akan ada yang menyakitimu," bisik Ibra mengusap punggung anak perempuan itu yang kini mengalungkan kedua tangannya di leher Ibra.
"Daddy...kami tidak nakal," adu anak perempuan itu terisak kecil.
Deg
Ibra tertegun mendengar sebutan anak perempuan itu padanya. Entah kenapa hatinya tiba-tiba saja menghangatkan saat anak perempuan ini menyebutnya Daddy.
"Oh jadi kau Ayah anak ini?. Ajari anakmu untuk bersikap baik," ujar wanita bertubuh gempal itu.
"Aunty, kami tidak salah. Dia saja yang jatuh sendiri, kami hanya menolong nya saja," jawab anak laki-laki yang tidak terima jika ia dan adiknya di salahkan.
"Iya, saya ayahnya. Ini untuk pengobatan anakmu. Sekarang pergilah dari sini!," ucap Ibra memberikan beberapa lembar uang pada wanita bertubuh gempal itu.
"Baiklah, lain kali ajari anakmu ini dalam bersikap," jawab wanita bertubuh gempal itu mengambil uang yang diberikan Ibra lalu membawa pergi anaknya.
Sementara itu Ibra menurunkan anak perempuan yang berasa di dalam gendongannya itu dengan perlahan. Ia mengusap pelan sisa air mata di pipi gadis kecil itu dan tersenyum kecil. Ia merasa familiar dengan gadis kecil ini dan merasa pernah bertemu.
"Terimakasih Uncle sudah menolong kami," ujar anak laki-laki yang berdiri di sebelah anak perempuan itu
Ibra mengalihkan pandangannya pada anak laki-laki itu dan ia terdiam saat melihat wajah anak laki-laki itu sedikit mirip dengannya.
"Dimana Ibu kalian?," tanya Ibra menatap lurus anak laki-laki itu. Siapa kedua anak-anak ini, kenapa wajahnya begitu sangat mirip dengannya.
"Mommy pergi ke minimarket itu," tunjuk anak laki-laki itu menunjukkan sebuah mini market yang ada di seberang jalan.
"Kalian ditinggal disini?," tanya Ibra. Jangan-jangan anak ini sengaja di tinggal orangtuanya. Bukankah banyak kasus seperti itu terjadi?.
Kedua anak itu mengangguk kecil mengiyakan pertanyaan Ibra."Mommy membelikan minuman untuk kamu di sana," jawab anak perempuan itu masih dengan suara serak nya yang baru saja selesai menangis.
Ibra yang tidak tega melihat keduanya, memutuskan untuk menunggui kedua anak ini. Ia terus memperhatikan anak laki-laki itu.
"Kalian tinggal di apartemen ini?," tanya Ibra.
"Iya Uncle...," jawab anak perempuan itu sembari mengangguk kecil sementara anak laki-laki tampak diam saja.
"Apakah kita pernah bertemu gadis manis?," tanya Ibra mengacak rambut hitam legam anak perempuan itu.
Anak perempuan itu mengangguk kecil."Iya, di Bandara," jawab anak perempuan itu lagi.
Ibra mencoba mengingat apa yang dikatakan anak perempuan itu."Ya. Kamu yang menabrak saya saat itu?," tanya Ibra.
"Iya Uncle, aku Zoey dan ini saudara kembarku namanya Zion," jawab anak perempuan itu kembali memperkenalkan dirinya.
"Boleh Uncle meminta foto kalian, maksud Uncle kita berfoto bersama," ucap Ibra mengeluarkan ponselnya dari saku celananya training yang ia kenakan. Ia akan menyelidiki kedua anak ini nantinya, entah kenapa ia merasa ada sesuatu diantara mereka apalagi dengan kemiripan wajahnya dengan anak laki-laki bernama Zion ini. Ditambah lagi teror semalam ada yang menyebutnya Daddy dan memintanya untuk segara menemukannya. Hampir saja semalam ia berhasil menyelidiki namun tiba-tiba saja laptopnya kehabisan daya.
"Boleh Uncle," jawab Zoey langsung berdiri di sebelah Ibra yang berjongkok di dekatnya. Dengan senyuman lebar ia mengalungkan kedua tangannya di leher Ibra.
Sementara Zion berdiri dengan kedua yang ia masukkan kedalam saku celananya. Tatapan anak laki-laki itu terlihat dingin dan datar.
"Apakah Ibu kalian masih lama?," tanya Ibra setelah selesai mengambil beberapa gambar mereka bertiga lalu kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya.
"Entahlah Uncle, tidak biasanya juga Mommy pergi selama ini," jawab Zoey.
"Kalian membawa ponsel tidak untuk menghubungi Ibu kalian?," tanya Ibra.
"Tidak..."
"Apakah kalian tahu nomor ponsel ibu kalian?," tanya Ibra.
"Tidak..."
Ibra menghela nafas beratnya, ia tidak mungkin meninggalkan kedua anak ini disini. Sementara itu harus kembali ke unitnya karena ada beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan. Di tambah matahari sudah mulai meninggi dan taman ini sudah mulai sepi pengunjung.
"Bagaimana kalau kalian Uncle antar pulang, kebetulan Uncle juga tinggal di apartemen yang sama dengan kalian?," tanya Ibra.
"Tenang saja, Uncle tidak akan menyakiti kalian," sambung Ibra saat melihat keraguan mata kedua anak ini.
"Boleh Uncle," angguk Zion membuka suara.
Ibra tersenyum mendengar jawaban Zion lalu mengacak rambut cokelat anak laki-laki itu. Tidak hanya wajah, warna rambutnya anak laki-laki itu juga mirip dengan warna rambutnya.
Ibra menggenggam kiri kanan tangan kedua anak itu dan membawanya pergi. Ia tersenyum kecil, saat ini ia terlihat seperti seorang ayah saja.
***
"Uncle tinggal sendiri di sini?," tanya Zoey menatap sekeliling apartemen Ibra yang jauh lebih luas dari unit apartemen yang ia tempati bersama Mommy nya. Ia dan Kakaknya menolak untuk diantarkan ke unit apartemen yang mereka tempati dan meminta untuk ikut dengan Ibra ke sini.
"Menurut kalian?," tanya Ibra menuangkan susu kotak kedalam gelas. Beruntung di lemari pendingin masih ada susu kotak.
"Kamu tidak tahu Uncle," jawab Zoey.
"Dimana istrimu Uncle?," kini pertanyaan itu keluar dari mulut Zion yang duduk di sofa sembari melipat kedua tangannya di depan dada.
Ibra tersenyum kecil mendengar pertanyaan Zion. Anak sekecil itu mempertanyakan tentang istrinya bukankah itu terdengar sedikit dewasa?.
"Uncle tidak memiliki istri," jawab Ibra meletakkan dua gelas susu di atas meja.
"Benarkah?," jawab Zoey dengan kedua mata berbinar. Entah kenapa ia merasa senang dengan jawaban Ibra.
Ibra tersenyum kecil lalu mengangguk kecil sembari mengacak rambut Zoey. Anak perempuan ini benar-benar sangat lucu menurutnya, seandainya saja ia memiliki anak seperti Zoey dan Zion ini pasti ia sangat bahagia.
"Uncle mau tidak jadi Daddy kami?," tanya Zoey tiba-tiba.
"Zoey...," tegur Zion.
Ibra hanya menggeleng kecil mendengar guyonan Zoey. Ia tidak terlalu menanggapi pertanyaan anak perempuan itu.
...****************...
lebih tegas Daddy mu kamu Weh Weh no good 👎👎👎👎