Tak pernah terbersit di pikiran siapapun, termasuk laki-laki rasional seperti Nagara Kertamaru jika sebuah boneka bisa jadi alasan hatinya terpaut pada seorang gadis manja seperti Senja.
Bahkan hari-hari yang dijalaninya mendadak hambar dan mendung sampai ia menyadari jika cinta memang irasional, terkadang tak masuk akal dan tak butuh penjelasan yang kompleks.
~~~
"Bisa-bisanya lo berdua ada main di belakang tanpa ketauan! Kok bisa?!"
"Gue titip anak di Senja."
"HAH?!!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25# Tidak semulus yang diharapkan
Senja masih mengunyah dimsum yang menurutnya enak ini. Perkenalan yang sudah ia rencanakan akhirnya tak bisa terealisasikan sebab saat baru saja Senja dan Maru beranjak untuk menghampiri, seorang perempuan menyusul sepupu tentara Mei itu sambil menyusupkan tangannya diantara lengan dan perut liat si pria sambil menguarkan senyuman hangatnya, membuktikan jika diantara mereka memang ada hubungan spesial tertentu.
Tawa meledak langsung pecah di meja kkn 21, apalagi saat wajah Senja mendadak asam persis perasan lemon tanpa gula.
"Hahahah, cinta bertepuk pramuka ini sih!" cibir Jovi puas. Begitupun Arlan yang memang sejak awal---ia adalah orang yang akan tertawa paling kencang saat Senja mengalami kesi alan macam ini.
"Tepuk ame-ame kalo kata Mei..."
"Sabar. CEO sama advokat mungkin masih mau nampung kamu, coba kamu bujuk salah satunya..." ucap Maru justru bernada sumbang penuh cibiran. Semakin saja bibirnya itu lencang depan, sebelum akhirnya mereka kembali duduk di lingkaran setan.
"Banyak-banyak do'a makanya Nja, mau mandi kembang ngga? Biar ngga apes mulu, enteng jodoh..." Shaka berbicara persis bapak-bapak yang baru balik jum'atan, penuh petuah sekaliii sekalipun ia tengah menyuapi Vio dimsum. Cogilnya Vio...
"Mending ambil makanan yuk..." ajak Lula sudah beranjak untuk mengambil sesuatu demi menyumpal mulut Senja yang siap memuntahkan balasan memaki.
Namun rupanya memang para mo nyet 21 ini tak ada jeranya dengan memancing emosi Senja, "titip La, gue ambilin kantong kresek dong. Buat ngeresekin mukanya Senja." Arlan sudah memeletkan lidahnya.
"Gue titip payung, La. gue tebak bentar lagi ada yang mewek gara-gara halo dek." Timpal Mahad.
"Mewek, mewek aja Nja jangan ditahan, tiang hotel masih pada kokoh kok buat bersandar..." Goda Zaltan dengan wajah usilnya.
Dulu empedu ikan, sekarang tentara....kata keramat yang akan menjadi musuh Senja seumur hidupnya sudah bertambah.
"Ihh, awas ya lo pada. Gue sumpahin jomblo seumur hidup." Umpat Senja.
"Ngga apa-apa lah, ada temennya kok...Maru! Wkwkwkwkwk!" tawa Jovi menuduh Maru.
Senja hampir mendaratkan bogemannya jika tak ingat dirinya sedang dalam mode princess saat menggunakan gaun begini, namun Lula sudah menarik gadis ini lekas, demi terciptanya rasa aman damai di acara pernikahan Mei-Jingga.
"Ambil dimsum yuk, dimsum sama cendol biar hati adem!" ajak Lula membawa lengannya menjauh.
"Ikut gue, Ru." Ajak Arlan membuat Vio menyadari gerakan keduanya, "mau pada kemana? Ambil dimsum juga ya?! Titip buah potong dong!" pinta Vio sukses bikin Shaka melongo, "sayang, kamu belum kenyang juga?"
"Ambil langsung bareng stand-stand nya Ka, biar kenyang, kalo perlu bareng kulit buah semangkanya sekalian lo suapin." Alby turut bersuara namun ia tak berminat untuk ikut dengan Arlan dan Maru. Bahkan Jovi sekalipun menahan diri untuk tidak ikut terlibat. Biarlah mereka menyelesaikannya berdua.
"Dikira gue hamil anak gajah!" cebik Vio.
Senja sudah kembali bersama Lula, membawa serta piring kecil berisi beberapa buah dimsum di atasnya, dengan chilli oil yang ia taruh di sampingnya. Cukup lama, sebab Senja dan Nalula memilih mengedar terlebih dahulu mencari appetizer atau dessert yang bisa membuat kesalnya mereda, sembari mencoba beberapanya di tempat.
Sementara Arlan dan Maru belum kembali sejak tadi.
"Lama banget, Nja?" ujar Vio.
"Abis cicip dulu yang lain, kaya tim pencicip ya kita, La?!" tawa Senja menaik turunkan alisnya sudah kembali good mood, meski ia tak pernah benar-benar menganggap serius candaan teman-temannya itu, terkesan tak peduli dan menulikan telinga lebih tepatnya.
"Asli La, ini tuh dimsumnya enak." Senja duduk di samping Alby.
Lula mengangguk termasuk Vio, "emang. Makanya dari tadi Shaka bolak-balik ambil."
"Aji mumpung, mumpung lo laper, Vi..." cibir Mahad.
"Coba gue nanti bikin deh di apartemen..lumayan kan buat bekel, atau mungkin kedepannya bisa gue jual juga di medsos, pake hashtag dimsum muridnya chef Renata, strategi marketing bagus sih menurut gue...sebagai tasternya kalian-kalian cobain, ya!" Ujar Senja kalem melihat peluang bisnis menjanjikan, yang justru membuat penghuni meja lain langsung menggeleng tak setuju, "duhhh, mending beli deh Nja. Ngga usah bikin sendiri lah, ribet." Tolak Zaltan yang ditertawai Alby dan Jovi.
Terbayang sudah di otak pintar mereka, bagaimana ngamuknya chef Renata jika sampai karir gemilangnya harus hancur gara-gara dimsum sebiji, ia dituntut oleh orang-orang yang membeli dimsum Senja atas dugaan percobaan pembu nuhan massal atau geno sida.
"Udah paling bener lo haha hihi sama om-om manager kaya tadi aja, Nja." angguk Alby.
"Kenapa sih, masalah banget...kepedean banget bakalan gue kasih. Gue kan ngomong sama Vio sama yang lain." Sewot Senja menunjuk Vio, Shaka bergantian melewatkan Alby sampai berakhir di Mahad.
"Alhamdulillah." Alby menangkup udara dan mengusap wajahnya yang dihadiahi dorongan di kepalanya oleh Mahad.
"Wah, jangan Vio, Nja...gue ngga mau calon anak gue nanti tiba-tiba menderita gizi buruk, pas lahir...amit-amit, naudzubillah himindzalik. Maru aja Maru, dia orang paling jujur sedunia, makanan mahal apa sih yang belum dia coba...tastenya tinggi!" tuduh Shaka saat Maru dan Arlan baru saja kembali bergabung.
Entahlah ada perasaan was-was tak terkira yang dirasakan Senja ketika Maru dan Arlan bersama dengan wajah yang tak bisa ia jabarkan. Ia menatap lekat penuh rasa penasaran ke arah wajah datar Maru dan cengengesannya Arlan. Bak siang dan malam kan bedanya!
"Dih, gue ngga seburuk itu ya dalam hal memasak. Skill gue udah membaik, ngga inget? Gue muridnya chef Renata?!" ucap Senja jumawa.
"Murid yang gagal maksudnya?" tanya Mahad.
"Ish!" desis Senja.
"Ih, pada kenapa sih...Nja tuh pinter masak tau, cuma kadang-kadang aja masakannya out of the box, ya Nja?!" hibur Lula menciptakan tawa Zaltan yang kemudian disikut Lula, "suka melenceng dari cook-pad."
"Karena chef Renata bilang, jadilah diri sendiri, biar masakanmu punya ciri khas dan lebih terasa sampai ke hati." Jelas Senja.
"Wah, parah si... Itu bukan lagi ngena di hati, Nja! Sumpahhh, kena banget sampe ginjal, empedu,"
Senja merotasi bola matanya, empedu lagi!
"Usus gue juga, yang langsung sembelit."
"Ciri khas Senja emang tak tertandingi, kok..." Arlan menjempoli, "masakan \= obat pencahar."
Mereka berpamitan, saat hari semakin menggelincirkan matahari untuk semakin condong ke arah barat, diantara sudut 45 derajat. Muka yang sudah lusuh bersama dengan raga yang telah lelah, sebab berbeda dengan Vio-Shaka yang memutuskan untuk langsung tancap gas honeymoon ke Bandung, Mei--Jingga memilih menghabiskan waktu bersama keluarganya terlebih dahulu, untuk kemudian mengisi rumah yang telah mereka beli berdua.
"Nja, bisa tunggu sebentar." Tahannya saat semua mulai terurai menjauh menuju parkiran, "aku anter pulang?"
"Aku kan bawa mobil, Ru." Tolak Senja, sadar akan sikap Senja yang seharian ini seolah menghindarinya, Maru hanya mendengus, "aku mau bicara."
"Ngomong aja, aku dengar..apa masalah utang? Iya aku tau, udah ku itung kok termasuk biaya bengkel mobilku waktu itu. Nanti kubayar pas udah gajian, kubayar lunas." Jelasnya seolah tak mau terdahului. Cukup sadar diri, ia bukan hutangers yang kalo ditagih ngamuk-ngamuk, lebih galak dari yang ngutangin. Karena jujur saja selama ini, ia belum pernah memiliki hutang. Jadinya saat ia bilang berhutang pada Maru, rasanya persis ada perasaan mengganjal dan bikin syok jantung saja, terlebih lagi perasaan malu yang sampai ubun-ubun itu.
Salahnya memang, yang berucap uang pemberian Maru itu hutang yang harus ia bayar...padahal Maru sendiri sepertinya tak begitu mengindahkan uangnya lenyap 5 juta, mungkin Maru lebih menganggapnya sedekah, atau jajan bakso tumpah mungkin...
Kembali Maru mendengus geli, mendengar penjelasan yang terkesan terburu tanpa pandang mata yang jelas membalasnya, bukti jika Senja memang sedang menghindar darinya begitu jelas tergambar, "apa ini soal kemarin pagi? Kamu lagi menghindar dariku, Nja? Apa ini artinya, tawaran 4 tahun lalu sudah masuk masa expire?"
"Tawaran yang mana?" tanya Senja kini berani menatap Maru serius, mencoba mengintimidasi namun ujungnya justru ia sendirilah yang kalah dan menunduk.
"Pernyataan suka buatku? Aku anggap itu sebagai tawaran, atau aku yang berlebihan?" Jelas Maru membuat alis Senja naik keduanya lalu merosot tajam kembali.
Kini Senja tersenyum miring, terkesan menyindir, "apa kamu sudah selesai meraba perasaan kamu sendiri? Karena jelas aku sudah selesai dengan itu." Jelas Senja, entahlah ketidak pekaan Maru kemarin-kemarin, sikap sadisnya yang menganggap seolah tak terjadi apa-apa dan abai itu mendadak mendominasi bikin kesal saat ini, inginnya seperti Mei...yang mudah memaafkan, namun ia justru tak ingin begitu, lidahnya kelu.
Kini raut wajah hangat Maru kembali mendingin, seolah cahaya harapan dan ekspektasi baiknya mendadak lenyap ketika Senja bilang sudah selesai, persis Aleena yang mengatakan jika ia telah bersama Sigit. Tapi Senja. Arlan bilang. Dan selama ini, ia lihat. Rasa gugup Senja saat berada di dekatnya. Apa ia salah mengartikan?
"Kesendirianku, bukan berarti aku masih mengalirkan perasaan derasku buatmu, Ru. Aku ngga seperti kamu. Jangan salah mengartikan sikap terbukaku kemarin-kemarin..." tatapnya berani.
Oke, apakah ia salah, jika sedang menjual harga dirinya begitu mahal? Seberapa usaha Maru untuknya, akankah Maru menyerah seperti yang sudah-sudah, ia bisa lihat sampai mana arti dirinya untuk Maru.
Maru mengangguk paham, tanpa bicara apapun ia berlalu melewati Senja begitu saja.
Ada helaan nafas yang keluar dari mulut Senja, nyatanya hanya sampai situ, benar dugaannya, Maru memang penge cut.
Sedetik....
Dua detik...
Tiba-tiba ada langkah yang kembali dan menarik Senja memutar badannya, dalam gerakan kilat ia mendekap pinggang Senja posesif dan memiringkan wajahnya sedikit menunduk.
Alby, yang baru saja hendak mengambil motornya langsung terkesiap mengumpat mendapati pemandangan diluar ekspektasinya tentang parkiran--yang seharusnya hanya ada kendaraan berjejer plus palang pintu parkir di ujung sana, justru lebih membuatnya syok, "an jing! Gue percaya 100 persen kalo Senja hamil anak Maru. Berani terang-terangan begini nih anak 2...tercoreng harga diri nih hotel yang nyediain banyak kamar..." ia gelagapan sendiri dan justru berbalik kembali, namun setelahnya ia merasa bodoh sendiri, "kenapa juga harus gue yang balik?"
"Lan! Arlan! Lo kecolongan lagi, Lan!" teriaknya mencari Arlan di belakang.
.
.
.
ikut bahagia dan mendoakan aja demi kebahagiaan Maru sama teh Nja, jangan kasih celah untuk menghindar atau lari lagi Ru, kamu jangan lempeng aja, mulai aksi atuh lah ah.
mksh teh Sin updatenya, sehat selalu teteh syantik yang suka berbagi kebahagiaan 🤲🤲😇
udahlaaahh jngn lama..langsung tembak..tak sabar aq tunggu ke uwuan hubungan pacaran kalian..mksh teh up nya..sehat berkah y teh..🙏🙏
anakmu ini sukses dunianya , mapan jabatan nya , matang usianya, tinggal cari konco turu ...
biasanya siang update, terus malam update
pokoknya update novel teh sin kayak lagi minum obat🤣 ini tumben jadwal siang update sore munculnya
beuuhhhh bahasan nya bikin pala pening🤕
sehat² ya teh sin, terimakasih update nya
tinggal main cantik untuk meluluhkan hati maminya Jojo