Penyihir yang menjadi Buku Sihir di kehidupan keduanya.
Di sebuah dunia sihir. Dimana Sihir sudah meraja rela, namun bukan berarti tidak ada Pendekar dan Swordman di Dunia Sihir ini.
Kisah yang menceritakan pemuda yang memiliki saudara, yang bernama Len ji dan Leon ji. Yang akan di ceritakan adalah si Leon ji nya, adek nya. Dan perpisahan mereka di awali ketika Leon di Reinkarnasi menjadi Buku Sihir! Yang dimana buku itu menyimpan sesuatu kekuatan yang besar dan jika sampulnya di buka, maka seketika Kontrak pun terjadi!.
"Baca aku!!" Kata Leon yang sangat marah karena dirinya yang di Reinkarnasi menjadi Buku. Dan ia berjanji, siapa pun yang membaca nya, akan menjadi 'Penyihir Agung'!. Inilah kisah yang menceritakan perjalanan hidup Leon sebagai Buku Sihir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Karya Penulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
•••
Mereka tengah berlatih sekarang. Rafael tampak sedang bersila, dia sedang bermeditasi. Leon memperhatikan setiap nafas yang Rafael ambil.
Agar Sihir dan Mana seimbang, maka Meditasi harus dilakukan dengan konsentrasi mendalam.
Rafael membuka matanya. Matanya berkilau. Lalu dia bertanya. "Mantra apa yang akan kau ajari kali ini?"
Leon melepas lipatan tangan depan dadanya. "Sekarang kau akan mempelajari Minor. Sihir Penyerang Jiwa," suara Leon menuntun pelatihan menjadi serius.
Rafael hanya mengangguk. Dia hanya berharap, sesekali Mantra nya bertipe petarung. Mantra yang dijanjikan Riley saat itu ditunda terlebih dahulu.
Meski begitu dia tetap mempelajarinya.
"Tahap pertama, keluarkan energi negatif mu. Mantra ini bisa menghilangkan aura negatif hatimu dan menyalurkannya ke lawan, dengan diubah menjadi tidak percaya diri." Leon memulainya.
Rafael mendengarkannya dengan seksama.
"Kau keluarkan energi negatif sembari mengeluarkan Sihir Nada." Rafael mendengarkannya. Dia melakukan seperti apa yang di katakan Leon.
Rafael mulai fokus kembali pada Meditasinya. Kali ini dia masuk sepenuhnya ke alam pikirannya. Mengeluarkan energi negatif sembari mengucapkan,
"Nivarla Serentha Melodia," Rafael mengucapkannya. Seketika energi negatif Rafael bersatu dengan Mana Nada. Membuat Mana nya berwarna gelap, menandakan energi negatif nya telah menyatu dengan Mana nya.
"Bagus..." Leon terlihat senang. Harusnya itu susah bagi orang biasa. Tapi bagi Rafael yang luar biasa itu sangat mudah.
"Lalu, kau tinggal arahkan ke target saja. Usahakan tepat pada hati nya ya," Leon tersenyum setelahnya. Melihat Rafael yang terpejam. Dia sedang fokus, dia tidak akan mendengar semua omongan dari luar.
Itu dinamakan Mode Zone.
Leon takjub melihat Mana dengan energi negatif Rafael menyatu dengan baik. Berputar mengelilingi Rafael. Dia benar-benar bisa! Bahkan seharusnya menggerakkan energi negatif itu susah!
Leon berdiam dalam senyum, memandangi Rafael. Sampai dia bangun.
Mode Zone tidak akan bisa diganggu, kecuali orang itu sendiri yang keluar dari mode itu. Dan itu membuat Rafael memejamkan matanya berjam-jam lamanya.
___
Leon melihat jam. Pukul 12 kurang. Sudah terlalu lama. Kali ini Leon merasa khawatir. Padahal seharusnya tidak selama ini.
Leon mendekati Rafael, berniat membangunkannya.
SING!!!!
Cahaya memancar dari Mana Nada yang mengelilingi Rafael.
Leon terkejut. Bagaimana bisa?! Mana Nada menjadi murni lagi?! Energi negatif nya hilang?!
Namun, pertanyaan itu hanya sementara, sekejap Leon tersadar, rupanya Rafael sedang berusaha membersihkan semua energi negatif yang ada pada hatinya.
Kali ini Leon tidak bisa berkata-kata. Dia bahkan melakukan yang seharusnya tidak dilakukan anak 14 tahun sepertinya.
Rafael membuka mata. Lembut, penuh arti. Memancarkan aura yang berbeda. Membuat Leon terdiam.
"Kau baik-baik saja? Mengapa kau membersihkan semua energi negatifnya mu? Bagaimana kau akan menggunakan C Minor nantinya?" Leon langsung melontari pertanyaan.
"Tenang lah... Energi negatif manusia itu tidak terbatas, bisa muncul kapan saja. Dan kini aku hanya mengikuti kata batin ku," Rafael menjawabnya dengan tenang. Suaranya santai, penuh ketenangan.
Leon terpelongo. Rafael menjadi... Kalem?! Bahkan lebih dingin dari biasa nya!
Rafael bangkit dari duduk nya. "Mereka datang," kata Rafael. Dia seperti mengetahui sesuatu. Langsung berjalan menuju jendela. Membuka tirainya.
Leon mengikuti nya sembari terheran-heran.
Tapi, apa yang dilihat Leon membuat Leon berpikir bahwa Rafael peramal. Bagaimana tidak?! Damian dan Laura sedang berjalan ke jendela ini. Mereka sedang mengendap-ngendap.
Leon menoleh ke Rafael. Mulutnya ternganga.
"Mereka ingin berjumpa kita. Kita juga harus diam-diam," kata Rafael.
Damian dan Laura melihat Rafael yang membuka tirai jendela. Lalu mereka bergegas kesana.
Dengan cepat Rafael membuka jendelanya. Membiarkan Damian dan Laura masuk. Tanpa suara, tanpa step.
"Hah..." Damian menghela nafas.
Laura terduduk sembari menghembuskan nafas berat. Meteka sedari tadi menahan nafas sakin gugupnya..
"Untung saja kau cepat. Hah... Gila, ini hanya sekali dalam hidup ku dah, kalau ketahuan, tamatlah sudah reputasiku!" Kata Laura.
Rafael tersenyum. "Langsung saja kita mulai. Ada yang ingin aku sampaikan," Rafael mulai berbicara.
Damian dan Laura mendengarkannya.
"Aku terkena racun. Dalam waktu dekat, aku akan mati," kata Rafael. Membuat Damian dan Laura terkejut.
Dalam waktu dekat, mati?!
"Sungguh?! Racun apa itu?!" Damian tampak panik. Dia tidak mau Rafael mati dulu.
"Racun Viperlion, Venom Lion Worm," kata Rafael. Suaranya penuh dengan tekanan.
Damian terdiam, begitu juga dengan Laura. Itu racun yang sangat berbahaya! Mengapa bisa Rafael terkena racun itu?!
"Jangan-jangan kau berurusan dengan Viperlion? Gila?! Kau tidak sayang nyawa ya?! Racun ketiga mematikan loh!" Damian menggeleng-geleng kepalanya.
"Hanya ada satu caranya." Kata Rafael setelahnya. "Satu cara ini yang hanya bisa menyembuhkan racun ku ini," kata Rafael.
Laura dan Damian langsung menanyakan apa itu.
"Batu Beast Emerson. Hanya itu satu-satu nya cara," jawab Rafael.
Laura dan Damian terdiam. Batu itu sangat susah dicari. Bahkan hanya pernah dua kali ditemukan di dunia ini!
"Kalau begitu, hanya itu satu-satu nya cara, maka kami akan membantu mu mencarinya!" Kata Damian. Dia bertekad. Nyawanya sudah lebih dulu ia serahkan pada Rafael, mana mungkin Rafael ia biarkan mati.
Begitu juga dengan Laura. Mereka berjanji akan membantu Rafael untuk menemukannya.
"Tapi, kau yakin hanya itu caranya?" Kali ini Laura.
Dia tampak curiga.
"Itu kata pemilik racun nya langsung loh, bagaimana bisa aku tidak percaya," jawab Rafael. Membuat Laura terheran-heran. Damian mengerutkan dahi.
"Maksudmu... Viperlion memberi tahu mu?" Damian bertanya, jelas itu dugaan, bukan hanya pertanyaan yang tidak tahu jawabannya.
Rafael mengangguk.
Damian tersentak.
"Aku menjinakkan Viperlion." Kata Rafael singkat. Membongkar semua kebenaran.
Mata Damian melebar. Dahi Laura berkerut seolah ia tidak percaya.
"Makhluk Mistis yang ganas itu kau jinakkan?! Bagaimana bisa? Siapa yang percaya. Plis, katakan yang sejujurnya." Damian tampak tak terima kebenaran itu.
"Aku punya buktinya. Kalau mau, aku akan mengantar kalian ketempatnya besok. Bahkan Nel saja tahu, kak Riley saja sudah tahu," kata Rafael.
membungkam mulut Damian.
"Baiklah, besok kami akan melihat nya," kata Laura. Suaranya jelas bukan sedang bercanda.
"Ya~" kata Rafael.
"Nah... Jadi, diskusi kita kita selesaikan? Atau ada sesuatu yang ingin kalian sampaikan lagi?" Rafael bertanya. Memastikan apakah pembicaraan mereka sudah bisa ditutup.
"Kalau laporan tentang Uskup Penyihir Kegelapan tidak ada kabar yang baru. Tapi, ini hanya sekadar info, bahwa Turnamen Beginition nanti, Rikel akan hadir menyaksikan," kata Damian.
Dia berniat memperingati Rafael bawa akan sulit baginya untuk tidak hadir kalau-kalau Uskup Penyihir Kegelapan datang tepat saat itu.
Rafael mengangguk. Dia sedikit tidak peduli dengan itu.
"Kalau begitu, kami pergi dulu." Kata Damian. Membuka jendela secara perlahan-lahan.
"Dik, jangan sampai mati ya.. Makan yang teratur ya?.." Laura berkata kepada Rafael. Dia tampak khawatir, dan seperti.. Kakak Rafael saja.
Dan itu terlalu dekat.
Membuat Leon yang melihatnya merona. Tapi tidak dengan Rafael. Dia hanya memberi anggukan kepastian.
Lalu mereka pergi dengan kecepatan bayangan. Tanpa step. Lalu Rafael menutup jendelanya. Dia juga harus segera tidur.
"Keren sekali kau hari ini," kata Leon. Rafael membaringkan tubuhnya di kasur nya.
"Hm.." Hanya itu. Namun batinnya tersenyum. Itu pujian dari Leon.
Meteka harus bersiap, tidur, karena mereka berdua bisa datang kapan saja, untuk melihat Xeno...
^^^^^^Selanjutnya>^^^^^^