Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Sakit
Marteen tidak habis pikir dengan cara kerja otak Sharon, kenapa yang ada di pikiran wanita itu selalu saja tentang persaingan dan dirinya sendiri. Sampai Belcia yang tidak berbuat macam-macam pun ingin disingkirkan.
"Pa, aku ingin tanya sesuatu," ujar Marteen saat dia sudah di kamar Tuan Den. Sharon sudah pergi, dan dia langsung menemui ayahnya yang hendak beristirahat.
"Pasti ini mengenai Sharon, bicaralah ...." Tuan Den yang sudah bisa menebak langsung mempersilahkan putra bungsunya untuk bicara. Karena dia tahu Sharon memang sangat sulit untuk dikendalikan.
"Jika Kak Sharon kenapa-napa karena ulahnya, apakah Papa akan tetap membelanya dan terus melindunginya?" tanya Marteen sambil menatap lekat, seperti yang sudah-sudah sang ayah akan melakukan segalanya untuk melindungi wanita itu, karena sebenarnya Tuan Den sangat menyayanginya.
Tuan Den yang bersandar di kepala ranjang tampak bergeming sesaat. Dia melakukan semua itu karena bentuk rasa bersalahnya pada sang anak yang telah kehilangan ibunya. Tuan Den sangat mencintai ibu Sharon, tapi kehidupan terus berlanjut. Pernikahan keduanya menjadi gerbang pembuka kebencian wanita itu.
Akhirnya Tuan Den menganggukkan kepala, sebisa mungkin dia akan melakukan yang terbaik, meski sikap Sharon tidak pernah berubah. Dia yakin, di lubuk hati Sharon yang dalam, dia tetaplah wanita baik.
"Sekalipun itu aku yang melakukannya?" tanya Marteen lagi, yang membuat Tuan Den mengangkat kepala dan membalas tatapan putranya.
"Apa maksudmu, Marteen?" Tuan Den balik bertanya dengan kernyitan di dahi.
"Sejak dulu sikap Kak Sharon selalu semena-mena baik terhadap aku, Mama, Papa maupun Kak Maureen. Tapi kami tidak pernah membalas karena masih menghargainya sebagai anak tertua di rumah ini. Apakah semua kebaikan ini tidak bisa membuat hatinya melunak sedikit saja?" papar Marteen mengingat kembali masa lalu keluarganya. Dia cukup tahu diri, karena ibunya merupakan istri kedua.
"Maaf ya, karena Papa dia menjadi seperti ini," ujar Tuan Den dengan raut bersalah, tapi hal itu malah membuat Marteen bertambah kesal.
"Bukan itu, bukan itu yang aku inginkan, Pa. Tegaslah sedikit kepadanya, jika memang Papa tidak bisa melakukannya. Aku yang akan bertindak!" tukas Marteen yang sudah sangat jengah dengan situasi ini, karena bahkan setelah ibu dan kakaknya meninggal, Sharon tidak pernah berubah.
Tuan Den menundukkan kepala lagi, dia meraih tangan Marteen dengan lembut, berharap sang anak kembali tenang, tidak menggebu-gebu seperti ini.
"Tapi jangan terlalu keras padanya, walau bagaimanapun dia Kakakmu, dan dia saudara satu-satunya yang kamu punya setelah Papa tidak ada," ujar Tuan Den yang membuat Marteen menghela napas kasar dan menggelengkan kepalanya.
***
Jasper tengah menjalankan sebuah proyek yang cukup besar, sehingga hampir seluruh waktunya dihabiskan untuk bekerja dan bekerja. Malamnya terkadang dia sempatkan untuk menjaga Leticia, sementara jadwal makannya tidak begitu teratur, meski sudah sering diingatkan oleh asistennya.
Alhasil, tubuh kokoh itu akhirnya perlahan tumbang. Sejak pagi Jasper sudah merasa tak enak badan, tapi dia paksa untuk tetap masuk kerja.
"Tuan, sebaiknya Anda pulang saja, untuk beberapa pekerjaan yang belum selesai biar saya yang kerjakan," ujar Arsen yang menyadari wajah Jasper pucat pasi. Dia sudah berulang kali mengatakan itu, tapi tetap tak digubris, dan puncaknya saat jam kerja habis, dia tak membiarkan sang tuan lembur.
Jasper memegangi kepalanya yang terasa sangat pening. Karena tak sanggup untuk melanjutkan, akhirnya dia mengikuti apa kata Arsen.
"Yah," katanya dengan nada pasrah.
"Kalau begitu biar saya antar Anda dulu ke rumah," ujar Arsen, dia hendak membantu Jasper berdiri tapi pria itu langsung menolak.
"Tidak perlu, pesankan taksi saja. Yang ada waktumu habis di jalan," ujar Jasper.
Arsen mengangguk tanpa membantah, namun dia tetap membantu sang tuan sampai benar-benar masuk ke dalam taksi dan menghubungi orang rumah, yakni Lidya.
"Kenapa, Ar?" tanya Lidya, tumben sekali asisten putranya menelpon.
"Maaf, Nyonya, saya hanya ingin memberi informasi kalau Tuan Jasper kurang enak badan dan sekarang dalam perjalanan pulang, " jelas Arsen yang membuat wajah Lidya seketika cemas.
"Oh iya, biar nanti saya yang mengurusnya dan panggilkan dokter ke rumah. Makasih ya, Ar," jawab Lidya, kemudian beralih ke panggilan lain, yakni menghubungi dokter yang bisa dipanggil ke rumah.
Tak berapa lama kemudian Jasper tiba di rumah, tubuhnya yang sempoyongan langsung ditangkap oleh Lidya, tapi pria itu malah menepisnya. Di saat sakit seperti ini saja, Jasper masih tak rela jika Lidya memberikan perhatian layaknya seorang ibu.
"Kalian saja yang bantu," seru Lidya pada beberapa penjaga rumah. Namun, Tuan Morgan langsung menyetopnya, sekali-kali Jasper perlu diberi pelajaran.
"Biar dia urus dirinya sendiri," katanya, tak terima melihat Lidya diperlakukan seperti itu terus-menerus. Semua penjaga mendadak bergeming di tempat masing-masing.
"Papa, Jasper sedang sakit," rengek Lidya sambil menggoyangkan lengan Tuan Morgan, tapi pria paruh baya itu menarik kembali perintahnya.
Jasper yang merasakan napasnya panas hanya bisa menatap dengan nyalang. Akhirnya dia berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Sementara Belcia hanya bisa menatap pemandangan miris itu dengan dahi yang berlipat-lipat.
****
Setelah menjalani pemeriksaan, Jasper langsung terlelap di kamarnya. Namun, karena belum makan malam dan minum obat, Lidya berusaha meminta Duni untuk membangunkan putranya. Dia sama sekali tidak peduli, meski Jasper terus menolaknya.
"Maaf, Nyonya, tapi saya tidak berani. Lagi pula, biasanya kalau Tuan Jasper sakit, Nyonya Maureen selalu membuat bubur kesukaannya," ujar Duni yang tak siap mendengar makian dari mulut pedas majikannya.
"Nanti biar saya yang buat buburnya, kamu yang antarkan ya, Dun," bujuk Lidya lagi. Namun, Duni yakin itu semua tidak akan berhasil, di antara mereka—Jasper hanya bersikap baik kepada Leticia.
Duni tertunduk sebagai tanda menyerah. Bersamaan dengan itu Belcia datang.
"Biar aku yang buatkan bubur untuknya, dan mengantarkannya juga," pungkas wanita itu, karena dia sudah mulai terbiasa dengan semua ocehan Jasper, anggap saja kumbang yang sedang berdengung mencari bunga.
semoga lekas sehat,dn kembali beraktivitas seperti biasanya....
istirahat yang cukup...... fighting...💪
Sekali waktu jasper minta di tabok, bisanya cuma teriak2 erotiss. jaga anak sendiri kagak bisa? di bantuin jaga malah tak pernah ada kata terimakasih dan maaf. malah bikin hati panas dingin wae 😏
semoga cepet sehat lagi😊