Aluna ditinggal mati suaminya dalam sebuah kecelakaan. Meninggalkan dia dengan bayi yang masih berada dalam kandungan. Dunianya hancur, di dunia ini dia hanya sebatang kara.
Demi menjaga warisan sang suami, ibu mertuanya memaksa adik iparnya, Adam, menikahi Aluna, padahal Adam memiliki kekasih yang bernama Laras.
Akankah Aluna dan Adam bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hare Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Ternyata benar Papa kesini!"
Suara teriakan dari depan pintu pagar melengking hebat.
Aluna sudah hafal, itu adalah suara sang mantan ibu mertua.
Tapi, wanita itu tidak datang sendiri, di belakangnya seorang wanita dengan mengenakan hotpants dan tanktop bertali tersenyum dengan sinis.
Aluna menebak, itu pasti Laras. Wajahnya memang cantik, dengan tubuh yang tinggi semampai. Perutnya belum terlalu kelihatan kalau sedang hamil.
"Iya, kenapa?" tanya Dimas cuek.
"Untuk apa Papa datang kesini?"
"Membawa jajan untuk Kiya dan memberikan hak Kiya dan Aluna."
Jawaban Dimas itu tegas dan santai.
Sedangkan Ratna yang mendengarnya seperti kebakaran jenggot. Suaminya tidak main-main dengan ucapannya.
"Bukannya Papa tergoda dengan janda ini? Setelah dilepehkan anaknya, Papa mau menyelamatkannya," kekeh Laras.
Dimas menatap menantunya ini dengan tajam, sehingga diam-diam Laras mundur, berlindung di belakang Ratna.
"Jaga mulutmu, Laras. Kalau bukan kau istrinya Adam, sudah kurobek mulutmu itu!" bentak Dimas.
Ratna mendekat. "Jadi, Papa benar-benar memberikan semuanya untuk dia?"
"Iya. Bahkan Papa meminta Aluna dan Kiya kembali lah ke rumah mereka. Aluna dan Kiya tidak perlu pergi dari rumahnya sendiri. Tapi, Aluna memilih tinggal disini saja," jawab Dimas.
Ratna ingin kembali membuka matanya, Dimas dengan cepat menghentikannya.
"Kalian pergi dari sini, jangan mengganggu Aluna!"
"Terus, Papa masih mau disini?" tanya Ratna cemburu.
"Aku juga akan pulang, ini sudah sore," jawab Dimas yang kemudian berpamitan kepada Aluna.
Ratna dan Laras tidak berani membantah.
"Aluna, kunci pintu mu. Jangan biarkan mereka masuk ke halamanmu dan Kiya," ujar Dimas sebelum melajukan motornya.
"Iya, Pa."
"Dasar pelakor!" teriak Laras dari mobilnya sebelum pergi meninggalkan rumah Aluna.
Aluna hanya mengelus dada, ternyata istri Adam adalah wanita seperti itu. Berbeda dengan ekspektasi Aluna sendiri.
Aluna pikir kalau Laras itu adalah wanita yang anggun dan beradab, tapi ternyata sungguh barbar sekali.
"Nenek?" tanya Kiya yang baru saja keluar dari rumahnya dengan wajah belepotan coklat.
Kiya sedang menikmati makanan yang tadi dibawakan oleh Dimas.
"Nenek sudah pulang, Nak," jawab Aluna membimbing Kiya masuk kembali ke dalam rumah.
Klik!
Aluna mengunci pintunya, dia tidak ingin lagi menerima tamu. Sudah cukup baginya, tidak ada habisnya.
Malam harinya, setelah selesai makan malam, Aluna bermain bersama Kiya.
Kini, ritual setiap makannya tidaklah ribet. Cukup sekali masak di pagi atau siang hari, bisa dimakan sampai makan malam. Tidak perlu ganti menu setiap kali makan, seperti saat masih bersama Adam.
Suara jangkrik di sawah mulai terdengar. Kiya melompat-lompat, seolah itu menjadi lagu kesukaannya.
Terasa sangat sepi memang, karena jarak rumah dengan tetangga cukup jauh.
Setelah menidurkan Kiya, Aluna duduk di dalam kamarnya. Tangannya memegang map yang tadi diberikan oleh Dimas. Perlahan dia membukanya.
Di dalamnya, sertifikat rumah atas nama Arman, juga sekalian surat waris untuk Kiya. Dan yang lebih mengejutkan Aluna melihat dokumen usaha yaitu Pabrik Beras dan Penambangan Pasir.
Di dalamnya ada surat yang ditandatangani oleh Dimas dan di sahkan notaris kalau kedua usaha itu diserahkan kepada Aluna dan Kiya, berikut pengelolaannya.
"Mas, aku harus apakan ini?" tanya Aluna menatap foto Arman yang digantungkan di dinding.
Aluna memang seorang sarjana, tapi dia tidak pernah terlibat langsung dalam pengelolaan bisnis ini.
"Bismillah," ucap Aluna memejamkan matanya, dia tidak mau membuat usaha yang telah dibangun Arman dengan susah payah mati di tangannya.
Sebenarnya Aluna masih bingung, apa yang harus dia lakukan dengan usaha-usaha itu.
Pagi-pagi sekali, Aluna sedang membersihkan rumput dan mulai menanam di tanahnya, sedangkan Kiya sibuk dengan mainannya di atas tikar yang dibentangkan tidak jauh dari Aluna.
"Kiya main apa?" tanya Aluna sesekali kepada sang anak.
"Main," jawab Kiya tersenyum.
Semua terasa damai, proses perceraiannya dengan Adam juga sudah menunggu persidangan, dua minggu lagi.
"Aluna..." panggil suara di depan pagar kayu rumahnya yang tertutup rapat.
Aluna mendongak.
Dia mengernyit saat melihat siapa yang datang, lelaki yang dulunya selalu berpenampilan rapi, bersih dan terawat.
Hanya berjarak seminggu tidak bertemu perubahan itu mengagetkan.
Adam terlihat kusut, wajahnya tampak penuh beban dan tidak terawat. Bahkan bulu-bulu yang tumbuh di wajahnya dibiarkan tanpa dicukur.
Aluna terdiam beberapa saat. "Iya..."
Akhirnya jawaban singkat keluar juga dari mulutnya.
"Izinkan aku masuk," ujar Adam, kala Aluma tidak segera membuka pagar itu.
"Maaf, kita bukan lagi suami istri. Nanti akan jadi bahan gosip. Sebaiknya, Mas Adam tinggalkan saja tempat ini, disini banyak nyamuk," jawab Aluna.
Adam memejamkan matanya sejenak, kemudian tatapannya beralih kepada Kiya.
"Kiya, ini Papa, Nak...."
Mendengar namanya dipanggil, Kiya menoleh. Senyuman lebar di wajahnya saat melihat Adam yang berdiri disana.
"Papa!" setu Kiya berlari ke arah pintu.
Terlihat kalau Kiya begitu merindukan sang ayah.
Dia menarik-narik pintu itu, menangis saat tidak dibuka.
"Aluna, aku hanya ingin bertemu Kiya," ucap Adam memohon.
Merasa tidak tega mendengar jeritan Kiya, akhirnya Aluna mengalah. Dia membuka pintu.
"Cukup main di halaman saja yang bisa terlihat orang dari luar," ujar Aluna setelah mempersilakan Adam masuk ke halamannya.
"Terima kasih, Aluna."
Aluna kembali sibuk dengan kegiatannya, mumpung panasnya belum menyengat.
Di matanya sudah terbayang tempat tinggalnya dan Kiya menjadi rumah yang sejuk. Sayuran tinggal petik saja di halaman.
Aluna tidak sadar kalau Adam sudah menggendong Kiya mendekatinya.
"Aluna, aku tidak ingin kita bercerai. Aku ingin rujuk," ujar Adam lirih.
Aluna tersentak, sambil menyeka keringatnya dia menatap Adam.
"Mas, kamu datang bilang mau main sama Kiya. Silakan main sama Kiya, tapi jangan ganggu aku," jawab Aluna tegas.
"Aku juga datang karena merindukanmu, Aluna. Aku tidak ingin kita bercerai," ujar Adam.
"Mas, lebih baik fokus dengan keluargamu. Istrimu sedang hamil, jangan rusak mentalnya," jawab Aluna.
Adam menggeleng, jujur saja hingga saat ini Adam masih meragukan anak yang dikandung oleh Laras.
Adam merasa dia tidak pernah menyentuh Laras. Hanya sekali, itupun sudah bertahun lalu.
"Aku tidak yakin itu anakku," gumam Adam.
"Mas! Jangan gila, sikapmu ini semakin membuatku ilfil. Kau datang kesini bilang mau rujuk, dan kau ingin mengabaikan tanggung jawab yang ada didepan matamu!" bentak Aluna.
Adam tertunduk, dia membiarkan Kiya menarik-menarik jambang-jambangnya yang mulai memanjang.
"Aku sangat benci dengan orang yang tidak bertanggung jawab, Mas," desis Aluna.
"Maaf, tapi aku ingin rujuk, Aluna. Maafkan semua salahku, dan aku berjanji, aku akan berubah aku akan memperhatikan kamu dan Kiya lebih perhatian lagi," jawab Adam menatap Aluna dengan penuh harap.
"Pergilah Mas, aku tidak mau istrimu datang lagi kesini dan membuat keributan," ujar Aluna.
"Laras kesini?" tanya Adam tidak percaya.
Punya istri dan mertua cuma dijadikan mesin atm berjalan doang!
Gimanaa cobaa duluu Adam liatnya.. koq bisaa gituu milih Laras.. 🤔🤔🤦🏻♀️🤦🏻♀️😅😅
Terimakasih Aluna kamu sudah mau membantu Adam membuka kebusukan Laras semoga Adam bisa secepatnya menyelesaikan masalahnya dengan Laras dan bisa lebih dewasa lagi kedepannya 💪
Klo Laras tau Aluna ngasi rekaman bukti perselingkuhan Laras.. mesti Laras akan berbuat sesuatu yang jahat sama Aluna
Bisa2 Laras nekad! 😤😤