Hanina Zhang, merupakan putri seorang ulama terkemuka di Xi’an, yang ingin pulang dengan selamat ke keluarganya setelah perjalanan dari Beijing.
Dalam perjalananya takdir mempertemukannya dengan Wang Lei, seorang kriminal dan kaki tangan dua raja mafia.
Hanina tak menyangka sosok pria itu tiba tiba ada disamping tempat duduknya. Tubuhnya gemetar, tak terbiasa dekat dengan pria yang bukan mahramnya. Saat Bus itu berhenti di rest area, Hanina turun, dan tak menyangka akan tertinggal bus tanpa apapun yang di bawa.
Di tengah kebingungannya beberapa orang mengganggunya. Ia pun berlari mencari perlindungan, dan beruntungnya menemui Wang Lei yang berdiri sedang menyesap rokok, ia pun berlindung di balik punggungnya.
Sejak saat itu, takdir mereka terikat: dua jiwa dengan latar belakang yang berbeda, terjebak dalam situasi yang tak pernah mereka bayangkan. Bagaimana perjalanan hidup Dewi Hijab dan iblis jalanan ini selanjutnya?
Jangan skip! Buruan atuh di baca...
Fb/Ig : Pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab_25 Berlian Teratai Salju
Xue Lian, berlian putih kebiruan yang langka, mereka menyebutnya 'Teratai Salju' karena bentuk potongannya menyerupai kelopak teratai, bunga yang melambangkan kesucian bangsawan wanita Dinasti Qing.
Berlian itu tersimpan di sebuah kotak kristal beralaskan emas murni, dipajang di atas podium kecil dan dijaga empat pria bersenjata laras pendek. Cahaya menyinarinya dengan sengaja, memperlihatkan kilaunya yang sangat berharga.
Para pria berjas dan wanita-wanita modis duduk di kursi mewah yang di sediakan staf penyelenggara. Mereka adalah para Mafia lokal Tiongkok yang akan memperebutkan berlian Xue Lian yang merupakan warisan budaya kekaisaran Dinasti Qing. Entah untuk koleksi atau melelangnya kembali ke pasar gelap internasional dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Liang Zemin duduk di barisan depan, bersandar santai di kursinya, dikelilingi tiga pengawal bersenjata.Tatapannya lurus dengan senyum samar sejak berlian itu dikeluarkan. Wang Lei berdiri di sampingnya, tubuhnya tegap dan tatapannya waspada, siap mengamati tiap gerakan mencurigakan.
"Barang malam ini! satu-satunya. Xue Lian, dicuri dari museum kekaisaran dua bulan lalu. Nilai sejarah dan pasarnya? Tak ternilai. Kita mulai dari sepuluh juta yuan!" Pria berjas merah hati bersuara lantang melalui mikrofon.
Riuh rendah kecil terdengar saat angka disebut. Beberapa tamu mengangkat alis, sebagian hanya mengulas senyum tipis.
"Lima belas juta." Liang Zemin mengangkat tangannya dengan malas. Matanya tak berpaling dari berlian itu, seolah tak tertarik pada siapa pun selain batu kecil yang bercahaya bak serpihan es surgawi.
"Lima belas juta dari Tuan Liang!" pekik sang pelelang.
Tak butuh waktu lama sebelum suara lain terdengar dari sisi kanan ruangan.
"Dua puluh juta!" Suaranya serak dan dalam, menatap Liang penuh tantangan, dan bibirnya melengkung menyebalkan. Tian Hui pria paruh baya itu bersandar santai di kursinya, dengan di apit dua wanita cantik yang duduk di lengan kursi.
Liang Zemin hanya tersenyum sipil ke arahnya. Wang Lei tetap diam berdiri, matanya terpaku pada Xue Lian yang indah dan berkilau, bayangan itu membawanya pada sosok Hanina.
"Wang Lei... gantikan suaraku," ucap Zemin tanpa menoleh.
Wang Lei berdiri lebih tegap begitu mendengar perintah bosnya, dia mengangkat dagunya dengan gerakan penuh keangkuhan yang mengintimidasi.
"Dua puluh lima juta." suaranya lantang menggema, matanya menyapu area podium dengan tatapan dan seringai tipis yang berkesan merendahkan.
"Tiga puluh juta!" pria berjas cokelat gelap bersuara tak kalah lantang. Tian Hui mengerjap, sementara Liang Zemin hanya melirik tajam dengan senyum licik.
Tian Hui menegakkan badan, wajahnya mengeras. Dia tak boleh kalah dalam pelelangan berlian langka ini demi mewujudkan keinginan putri kesayangan.
"Empat puluh juta!" Teriaknya.
Wang Lei melirik bosnya menunggu isyarat perintah, tapi Liang Zemin hanya melipat kaki dengan gerakan santai. Wang Lei diam.
Tiba tiba suara wanita muda di belakang Zemin terdengar nyaring. "Berlian yang sangat bernilai lebih cocok dimiliki oleh wanita berpengaruh sepertiku. Lima puluh lima juta!" katanya sambil mengacungkan gelas anggur.
Suasana mendadak berubah. Kepala-kepala mulai menoleh ke barisan belakang, bisik-bisik mulai terdengar samar.
"Wow! Harga yang fantastis dari Nona Yuxin! Masih ada yang mau melawanya?" seru pelelang bersemangat.
Tian Hui menggertakan giginya menoleh ke arah wanita cantik bergaun hitam itu.
"Kau hanya istri menteri yang korupsi! Uangmu tidak pantas untuk menebus berlian itu!"
Suasana semakin tegang. Wanita itu tersenyum sinis tatapan tajam mengarah ke Tian Hui.
"Jangan banyak bacot Tian! Di sini yang diperlukan hanya nominal bukan moral!"
Ruangan itu kini tidak lagi sekadar tempat pelelangan, melainkan arena diam-diam yang sarat gengsi dan ego. Suara tawa tajam dari beberapa tamu terdengar setelah pernyataan Nona Yuxin menggema. Wanita itu duduk anggun dengan kaki bersilang, seolah pelecehan verbal dari Tian Hui hanyalah debu di bahu gaunnya yang mewah.
Liang Zemin hanya duduk mendengarkan perdebatan, lalu mengisyaratkan Wang Lei untuk berbicara.
"Tuan Hui! kalau kau tidak punya cukup uang, seharusnya kau datang ke toko barang loak bukan pelalangan! Enam puluh juta untuk berlian itu!"
"Enam puluh juta dari perwakilan Tuan Liang! Siapa yang bisa menyusul?!" suaranya naik satu oktaf, penuh semangat, di bercampur dengan suara tawa para tamu.
"Kurang ajar kau bocah sialan! Hanya karena kau berdiri di samping Zemin kau berani mempermalukanku?!" Tian Hui meloncat dari kursinya berdiri dengan rahang mengencang.
Wang Lei tertawa kecil ke arahnya, tawa melecehkan.
"Karena itu tugasku, mempermalukan lawan sebelum menjatuhkan." katanya dengan suara dingin.
Beberapa orang bersiul pelan, menikmati ketegangan yang terus meningkat. Liang Zemin tersenyum tipis lalu meneguk anggurnya, puas dengan jawaban Wang Lei.
"Bangsat kau! Delapan puluh juta! Berlian itu akan jadi milikku!" Tian Hui mulai kehilangan kontrol. Wajahnya merah padam.
"Wow... wow...apa kau serius, Tuan Hui! Delapan puluh juta tawaran tertinggi sejauh ini! masih ada yang mau melawannya?"
Tawa dan bisik-bisik para tamu memudar menjadi keheningan tegang saat angka delapan puluh juta menggema di ruangan. Liang Zemin tetap tenang, bagaikan raja yang sedang menyaksikan bidak catur musuh mulai kehilangan arah. Dia pun memberi isyarat dan berkata dengan suara dalam dan rendah.
"Wang Lei... Akhiri,"
Wang Lei menoleh ke bosnya, memahami perintah itu lebih dari maknanya. Dia melangkah maju setapak. Tatapannya dingin, bibirnya menyungging seringai tajam.
"Seratus juta Yuan!" pekiknya lantang , berat dan tajam menekan seisi podium.
"Seratus juta?!" seruan terkejut meledak dari berbagai sudut ruangan.
Sang pelelang sampai terbatuk kecil karena kaget sebelum akhirnya tertawa senang, "Seratus juta yuan untuk Xue Lian! Tawaran tertinggi yang pernah dicapai dalam pelelangan tertutup ini! Masih ada yang mau menandinginya? Pelelangan akan ditutup sebentar lagi!"
Semua tamu undangan hanya mampu berbisik-bisik dan menggelengkan kepala seolah menyerah telak di angka itu.
"Kau bajingan licik, Zemin!" teriak Tian Hui, menunjuk dengan tangan gemetar.
"Aku sudah bersumpah, berlian itu untuk putriku!" teriaknya lagi. "Benda itu milik leluhur kami! Kau pikir hanya karena uangmu kau bisa rampas semuanya?!"
Liang Zemin tetap duduk, seolah tak memperdulikan. Dia mengusap bibirnya dengan sapu tangan mewah. Wang Lei menoleh ke arahnya, senyum licik tak lekang dari wajahnya yang menawan.
"Kalau kau ingin warisan leluhur, seharusnya kau belajar cara menang. Ini bukan warisan, ini perburuan. Dan kau? hanya pemburu banyak bacot yang menggonggong terlalu keras."
Beberapa tamu bersorak dan bertepuk tangan karena keberaniannya sebagai anak buah. Ketegangan berubah menjadi tontonan adrenalin yang menyenangkan.
"Bajingan kau budak tengil! Kau hanya anjing peliharaan Zemin! Jika bukan karena dia, kau sudah ku robek malam ini!" Tian Hui semakin kehilangan kontrol, matanya melotot merah.
Wang Lei tidak bergeming. Dia hanya menatap dengan tenang, mata tajamnya bagaikan parang yang mengkilat.
"Lalu kenapa kau masih di sana? Beraninya hanya menggonggong, tapi takut menggigit?"
"Bajingan! Hidupmu tidak akan tenang setelah ini bangsat!"
Ketegangan semakin naik. Dua pengawal Tian Hui langsung menarik jas mereka, memperlihatkan senjata pendek tersembunyi. Sementara itu empat pengawal Zemin yang lebih dulu mengepung tuannya, posisi mereka rapi dan simetris, dengan tangan di balik jas, siap menembak jika diperintah.
Staf penyelenggara segera naik ke podium dengan ekspresi panik. "Mohon tenang! Ini pelelangan, bukan arena duel! Jika ingin menyelesaikan urusan... lakukan di luar podium!"
Tian Hui menatap tajam ke seluruh penjuru ruangan, napasnya memburu. Ia menyentak tangannya agar pengawalnya mundur, lalu menoleh sekali lagi ke arah Zemin dan Wang Lei.
"Aku akan ambil berlian itu. Entah kau jual, kau simpan, atau kau kubur dalam peti... Aku akan ambil kembali!"
Ia menyipitkan mata."Dan waktu itu, tidak akan ada batas podium yang bisa menyelamatkanmu."
Liang Zemin berdiri perlahan, menatap Tian Hui dengan senyum mengejek.
"Ya, datanglah dengan uang yang lebih banyak atau peti matimu." ucapnya dalam dan berat.
"Tunggu saja Zemin!" pekiknya lalu menggertakkan rahangnya, dia kalah tapi tak bisa menerima itu dan bertekad untuk merampas dan membalaskan rasa sakit itu suatu hari nanti. Dia berbalik dan berjalan pergi. Semua pengawalnya mengikut, meninggalkan podium dengan amarah yang membara.
Pelelang mengangkat palu tinggi.
"Seratus juta yuan... untuk terakhir kalinya. Dilelang... untuk Tuan Liang Zemin! Xue Lian resmi dimenangkan!"
Tok!
Akhirnya Berlian berharga Xue Lian teratai salju jatuh ke tangan Liang Zemin. Suara tepuk tangan saling bersahutan.
Baginya Xue Lian bukan sekedar berlian bersejarah, tapi menyimpan kenangan berharga dari orang di masa lalunya. Kini, setelah puluhan tahun, berlian itu akhirnya menjadi miliknya tanpa harus mengotori tangan untuk mencurinya. Dia bertekad untuk menjaga dan melindungi berlian itu sebagai penebusan rasa bersalahnya terhadap wanita yang dicintainya.