Di balik reruntuhan peradaban sihir, sebuah nama perlahan membangkitkan ketakutan dan kekaguman—Noir, sang kutukan berjalan.
Ditinggalkan oleh takdir, dihantui masa lalu kelam, dan diburu oleh faksi kekuasaan dari segala penjuru, Noir melangkah tanpa ragu di antara bayang-bayang politik istana, misteri sihir terlarang, dan lorong-lorong kematian yang menyimpan rahasia kuno dunia.
Dengan sihir kegelapan yang tak lazim, senyuman dingin, dan mata yang menembus kepalsuan dunia, Noir bukan hanya bertahan. Ia merancang. Mengguncang. Menghancurkan.
Ketika kepercayaan menjadi racun, dan kesetiaan hanya bayang semu… Siapa yang akan bertahan dalam permainan kekuasaan yang menjilat api neraka?
Ini bukan kisah tentang pahlawan. Ini kisah tentang seorang pengatur takdir. Tentang Noir. Tentang sang Joker dari dunia sihir dan pedang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MishiSukki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25: Sebuah Celah di Kubus Baja
Enam bulan di bawah kendali John Vale terasa seperti satu hari yang panjang dan tak berujung. Kehidupan Noir telah menjadi siklus yang mengerikan: bangun, makan, dan menuruti setiap perintah John tanpa pertanyaan.
Namun, perubahan fisik yang dialaminya tidak bisa disangkal. Tubuhnya yang kurus kini memiliki sedikit massa otot, dan wajahnya yang bersih terlihat lebih tampan—sebuah detail yang sering dipuji John dengan tatapan penuh kepemilikan.
Setiap pujian itu adalah pengingat yang pahit bahwa ia tidak lebih dari sekadar barang berharga, sebuah investasi yang harus dirawat dengan baik.
Di balik topeng kepatuhan itu, Noir tidak pernah berhenti mengamati. Ia mempelajari setiap sudut kediaman John, setiap lorong, dan setiap pola patroli. Ia memperhatikan para penjaga yang berganti shift, celah-celah kecil di dinding, dan rute-rute yang dilewati oleh para pelayan.
Semakin lama ia mengamati, semakin ia menyadari satu hal: benteng ini adalah kubus raksasa yang tertutup rapat. Dindingnya kokoh, gerbangnya dijaga ketat, dan tidak ada celah untuk melarikan diri. Semua rencana pelariannya, yang ia bangun dalam pikirannya, runtuh di hadapan kenyataan itu.
Namun, ia tidak menyerah. Ia tahu bahwa setiap kandang, sekuat apa pun, pasti memiliki kelemahan, dan ia harus menemukannya.
Malam itu, Noir duduk di sudut ruangan, berpura-pura tak mendengar percakapan John dengan beberapa petualang. Mereka berbicara tentang sebuah dungeon baru yang muncul di Gunung Api Karst, sebuah tempat yang sulit diakses.
"Dungeon itu akan menarik banyak petualang," kata seorang wanita berambut perak.
"Mereka akan transit di benteng ini, mencari kelompok, membeli suplai, atau mengumpulkan informasi."
John tersenyum. Ia tahu ini adalah kesempatan bisnis besar, karena ia mengelola semua logistik di benteng itu. Noir, yang berpura-pura sibuk dengan pekerjaan kecil, menyerap setiap informasi. Jika benteng ini akan dipenuhi petualang, itu berarti ada celah keamanan yang bisa ia manfaatkan.
Hari-hari berikutnya, benteng itu berubah drastis. Rombongan petualang datang silih berganti. Keramaian itu membawa serta kebebasan yang langka bagi Noir. John, yang biasanya terus mengawasi Noir, kini sangat sibuk. Ia hampir tak pernah ada di kediamannya, mengurus logistik dan pasokan yang terus meningkat.
Sesekali, Noir hanya melihat siluetnya dari jauh di balik jendela, atau mendengarnya bergumam tentang rencananya menguasai distribusi dan mengganti kapten penjaga. Diam-diam, Noir mencatat setiap celah. Dengan John yang sibuk, pengawasan terhadapnya mulai longgar.
Bahkan beberapa budak lain yang mengawasinya kini ditugaskan membantu John.
Dan di tengah hiruk-pikuk itulah, Noir mulai merangkai potongan-potongan kemungkinan pelarian. Waktu John menyempit, dan bagi Noir, itu adalah kesempatan yang diam-diam mulai mekar. Ia membiarkan dirinya terlihat patuh dan bodoh, sementara pikirannya bekerja, membangun rencana, memanipulasi situasi.
Ia tahu bahwa kebebasan tidak akan datang dengan mudah, tetapi untuk pertama kalinya dalam enam bulan, ia merasa memegang kendali. Sebuah rencana matang mulai terbentuk dalam benaknya, sebuah rencana yang hanya bisa berhasil jika ia bersabar, dan menggunakan kecerdikannya untuk mengalahkan kekuasaan.
Aku tahu ini adalah satu-satunya kesempatan. John terlalu sibuk, terlalu tamak untuk menyadari bahwa mainan kecilnya kini telah tumbuh menjadi sesuatu yang lebih berbahaya. Dia melihatku sebagai sebuah investasi, barang berharga yang bisa dia pajang.
Tapi dia lupa bahwa bahkan di dalam sangkar emas, seekor burung masih punya sayap. Dia terlalu percaya diri, terlalu yakin bahwa dia telah mematahkan semangatku.
Enam bulan. Enam bulan aku makan dari tangannya, tidur di kasur mewahnya, dan berpura-pura menjadi budak yang penurut. Setiap hari adalah pertarungan, bukan dengan rasa lapar atau dingin, tapi dengan harga diriku sendiri. Tapi semua itu akan terbayar.
Setiap inci dari benteng ini kini ada di kepalaku. Setiap celah, setiap penjaga yang malas, setiap lorong gelap yang tidak pernah dia perhatikan.
Dulu, aku hanya ingin bertahan hidup. Kini, aku ingin lebih. Aku ingin merebut kembali hidupku, mengembalikan setiap penderitaan yang telah mereka berikan padaku, seribu kali lipat. John Vale, dia pikir dia adalah tuan dari semua ini, tapi dia hanya pion dalam permainannya sendiri.
Malam ini, kabut akan datang lagi. Tapi kali ini, ia bukan pembawa ancaman, melainkan sekutu. Aku akan menghilang di dalamnya, dan ketika dia menyadarinya, sudah terlambat. Dia akan menyadari bahwa yang dia beli bukanlah budak, melainkan hantu. Hantu yang akan kembali menghantuinya.