"Hai ganteng, malam ini, mau bermalam bersamaku?"
~ Keira ~
"Kau tidak akan menyesalinya kan, little girl?"
~ Reynald ~
**********
Demi bisa menghadiri pesta ulang tahun pacarnya di sebuah klub malam, Keira nekat mencari cara untuk kabur dari pengawasan Raka, sang kakak yang overprotektif, dengan bantuan sahabatnya, Selina. Namun, sesampainya di sana, betapa terkejutnya ia saat mendengar bahwa Dion, kekasih yang selama ini ia sembunyikan dari sang kakak, justru malah menghina Keira di depan teman-temannya.
Hatinya hancur. Di tengah rasa sakit dan kekecewaan, Keira bersumpah akan mencari laki-laki lain yang jauh lebih tampan dan mempesona dari Dion. Saat itulah ia bertemu dengan sosok pria asing yang sangat tampan di klub. Mengira pria itu seorang host club, Keira tanpa ragu mengajaknya berciuman dan menghabiskan malam bersama.
Namun, keesokan harinya, Keira baru menyadari kalau pria yang bersamanya semalam ternyata adalah Reynald, teman dekat kakaknya sendiri!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Kakak Nggak Peka!
"Hahahahaha!"
Suara tawa yang bergema dari ruang tengah membuat Keira merasa dongkol.
Bagaimana tidak? Padahal saat ini dia sedang susah-susah mencuci baju Marisa, mengeringkan dan menyetrikanya dengan rapi, tapi mereka malah sedang mengobrol dengan asyik seolah tidak mempedulikan keberadaan Keira sama sekali.
Apalagi Reynald. Pria itu seperti tidak pernah menyatakan cinta padanya saja, tiba-tiba bersikap sangat cuek dan acuh tak acuh. Seolah-olah yang ia ucapkan kemarin hanya kebohongan semata.
"Udah selesai disetrika bajunya Marisa, dek?" Raka berjalan menuju dapur karena mau mengambil air minum. Kebetulan saat itu Keira masih berdiri di sana sambil memandangi mereka.
"Hm," Keira menjawab singkat, sembari menyerahkan pakaian Marisa pada Raka.
"Sudah wangi. Pintar kamu," puji Raka yang sama sekali tidak membuat Keira terkesan. Pasalnya Keira sudah terlanjur kesal dengan sikap kakaknya itu yang tadi malah ikut-ikutan menyalahkannya di depan Marisa.
"Kak," Keira mendekati sang Kakak dengan wajah cemberut. "Ngapain sih Kak, perempuan itu datang ke rumah kita terus?"
Raka menaruh pakaian Marisa di atas kursi meja makan, lalu pergi mengambil air mineral dari dalam kulkas lebih dulu sebelum berkata pada sang adik. "Nggak sopan kamu. Masa manggil Marisa pakai sebutan perempuan itu? Dia itu temen kerja kakak loh,"
Keira berdecak. Bodo amatlah mau menyebutnya pakai panggilan apa, suka-suka Gue.
"Ya maksud aku si Marisa itu, kenapa dia ada di sini tiap hari?"
Raka mengambil buah apel dari dalam kulkas sambil menjawab santai. "Dia membantu Kakak untuk menyelesaikan masalah Reynald,"
"Masalah rumah itu?" Keira makin mendekati kakaknya dengan penasaran. "Memangnya Kakak aja nggak cukup? Kakak kan pengacara paling jenius di perusahaan kakak!"
"Ya memang kakakmu ini jenius," Raka menjawab sambil memotong-motong apel dengan pisau. "Tapi, kakak juga butuh partner supaya masalah ini bisa selesai dengan cepat dan mendapatkan hasil yang memuaskan,"
Keira melipat tangannya kesal. "Memangnya sepintar apa dia sampai kakak menjadikannya partner?"
Raka menatap Keira dengan wajah penasaran. "Kenapa kamu kepo banget sih tentang Marisa?"
Keira merasa gugup karena niatnya seperti tercium oleh Raka. "Ya...aku cuma penasaran aja sih Kak. Karena setau aku selama ini Kakak bisa menyelesaikan kasus klien kakak sendirian karena kemampuan kakak yang sangat hebat. Kenapa kali ini membawa orang?"
Ucapan Keira membuat Raka tersenyum bangga. Memang, hal paling mudah untuk meluluhkan hati pria itu adalah dengan memuji kecerdasannya. Tapi kadang-kadang hal itu membuat Raka menjadi sangat sombong. Untungnya kesombongannya itu sesuai juga dengan kemampuannya.
"Marisa itu adalah salah satu pengacara jenius juga di perusahaan kami. Bisa dibilang, dia rangking dua di sana,"
Keira mengangkat alis. "Rangking satunya?"
Raka menatap sang adik sambil mengangkat dagu. "Pakai nanya,"
Keira mendengus. Benar kan? Kakaknya itu memang benar-benar sombong.
"Tapi memang harus ya tiap hari ke rumah begini?" Keira masih berusaha menginterogasi. "Emang nggak bisa via telepon, zoom, apa gimana,"
"Bisa aja sih," Raka melanjutkan memotong apelnya. "Tapi menurut kakak kurang efisien. Lebih baik ketemu dan bicara secara langsung,"
Keira menghembuskan napas kesal. Ia lalu jadi teringat pada isi pesan Marisa kepada Raka. Hal itu membuatnya curiga.
"Emang iya alasannya cuma itu? Nggak ada yang lain?"
Raka kembali menoleh pada Keira. "Maksud kamu?"
Keira mengangkat bahu. "Ya misalnya.. ada niat lain di luar pekerjaan.."
Raka menatap adiknya dengan seksama, lalu tiba-tiba tersenyum lebar. "Kamu juga menyadarinya ya?"
Ganti Keira yang kebingungan. "Hah? Maksudnya?"
Raka melambaikan tangan pada sang adik untuk lebih mendekat. Karena penasaran, Keira menurut dan mendekati sang kakak.
"Marisa itu naksir sama Reynald. Jadi kakak berinisiatif untuk jadi mak comblang mereka,"
Mata Keira langsung terbelalak mendengar ucapan Raka. "APA?!" saking kagetnya, tanpa sadar ia berteriak.
"Astaga! Kenapa kamu tiba-tiba teriak begitu sih? Sakit tau kuping kakak!" Raka mengusap-usap telinganya.
Keira tampak kesal dan memukul bahu kakaknya itu keras-keras. "Kak! Yang bener aja!"
Raka yang tidak tau apa-apa tentu bingung dengan sikap Keira. "Kamu kenapa sih dari tadi mukul-mukul kakak terus?!"
"Habisnya kakak itu bikin aku kesel!"
"Ya emangnya Kakak berbuat apa?!"
"Kakak itu udah—!” Kalimat Keira terhenti saat ia melihat ke arah ruang tengah dan ternyata di sana Reynald dan Marisa sama-sama menatap ke arahnya. Hal itu membuatnya merasa sangat malu.
"Ah, udahlah!" Keira menghentakkan kakinya. "Dasar Kakak nggak peka!" ujarnya lagi sebelum bergegas pergi ke kamarnya.
"Hah?" di dapur, Raka hanya bisa terbengong-bengong. "Apa salahku?!"
Sementara itu, Marisa dan Reynald juga hanya terdiam melihat pertengkaran dua kakak beradik itu. Mereka melihat Keira yang berjalan menuju kamarnya, lalu menutup pintu dengan kasar.
Brakkkk!
"Astaga," Raka mendekati Reynald dan Marisa sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Semakin dia besar, semakin aku bingung dengan kelakuannya,"
Marisa tersenyum sambil menjawab. "Wajar Ka. Keira masih labil, jadi emosinya gampang meledak-ledak. Kamu sabar-sabar aja,"
"Kurang sabar apa aku ini?" keluh Raka. "Memang ya, cewek itu ribet! susah dimengerti!"
"Eh, aku nggak ribet ya!" Marisa berkata tak terima sambil tertawa. Ia kemudian menoleh ke arah Reynald yang sedari tadi hanya diam sambil menatap sesuatu.
Marisa mengikuti arah tatapan Reynald, dan sedikit terkejut karena menyadari kalau pria itu sekarang sedang menatap lurus ke arah pintu kamar Keira yang tertutup. Pandangannya tampak sendu, berbeda dengan cara menatapnya yang biasanya tajam.
"Rey," Marisa mencoba mengalihkan perhatian Reynald, tapi pria itu tak bergeming.
"Reynald," barulah di panggilan kedua, pria itu menoleh.
"Ah, ya? Gimana?"
Marisa tersenyum. "Kita lanjutin yang tadi ya,"
"Oh, oke," Reynald mengangguk lalu mulai menatap kembali berkas yang ada di tangannya.
Marisa memperhatikan gerak gerik Reynald dan merasa ada yang janggal.
Ada hubungan apa sebenarnya antara Keira dan Reynald? batinnya.