NovelToon NovelToon
Istri Bar-bar Ustad Tampan

Istri Bar-bar Ustad Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Aku ingin kebebasan.

Aku ingin hidup di atas keputusanku sendiri. Tapi semua itu lenyap, hancur… hanya karena satu malam yang tak pernah kusangka.

“Kamu akan menikah, Kia,” kata Kakek, dengan suara berat yang tak bisa dibantah. “Besok pagi. Dengan Ustadz Damar.”

Aku tertawa. Sebodoh itu kah lelucon keluarga ini? Tapi tak ada satu pun wajah yang ikut tertawa. Bahkan Mamiku, wanita modern yang biasanya jadi pembelaku, hanya menunduk pasrah.

“Dia putra Kiyai Hisyam,” lanjut Kakek.
“Lulusan Kairo. Anak muda yang bersih namanya. Cermin yang tepat untuk membasuh aib keluargamu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 25

Sesampainya di rumah, malam sudah larut. Angin menyelinap masuk lewat jendela kecil yang lupa ditutup, membelai pelan gorden krem yang melambai tenang.

Rumah itu sunyi, hanya terdengar suara detik jam di dinding dan nafas Ustadz Damar yang telah tertidur di sisi tempat tidur, kelelahan setelah perjalanan dan jadwal dakwahnya yang padat.

Kia membuka pintu kamar perlahan, langkahnya pelan agar tak membangunkan suaminya. Ia mengganti bajunya, duduk sejenak di pinggir ranjang, memandangi wajah lelaki yang kini menjadi imam hidupnya. Wajah yang tenang, teduh, seakan tak pernah menyimpan letih.

Hatinya bergetar bukan karena takut, tapi karena rasa yang tak pernah ia duga sebelumnya ingin mengenal Tuhannya lewat jalan yang baru.

Kia mengambil ponselnya perlahan, membuka aplikasi Al-Qur’an digital yang selama ini hanya ia tahu dari cerita dan iklan.

Tangannya ragu, tapi jari-jarinya tetap menekan salah satu surat. Ia tak tahu harus mulai dari mana, tapi entah kenapa, malam ini ia memilih mendengarkan.

“Adh-Dhuha…”

Suara merdu qari mengalun lembut di telinganya. Kia menunduk, menatap layar ponselnya, matanya mulai berkaca-kaca.

Dia tak paham seluruh maknanya, tapi ada rasa tenang yang merambat masuk pelan-pelan ke dalam dadanya. Seolah-olah ayat itu sedang berbicara langsung padanya.

"Dan sungguh, Tuhanmu tidak meninggalkanmu, dan Dia tidak membencimu..."

Air matanya jatuh bukan karena ia merasa suci, tapi karena baru kali ini, ia merasa didekati oleh sesuatu yang jauh lebih besar dari dirinya, tapi juga sangat lembut.

Ia menatap Ustadz Damar yang masih tertidur, lalu berbisik pelan,

“Terima kasih ya, sudah sabar sama aku doain aku bisa belajar, pelan-pelan.”

Lalu, malam itu, Kia terus mendengarkan satu surat demi satu surat.

Dengan hati yang mulai terbuka dengan cinta yang perlahan menemukan arah pulangnya.

Tak butuh waktu lama. Kia Eveline Kazehaya, perempuan muda yang dikenal jenius, cepat tanggap, dan selalu jadi pusat perhatian di lingkungan perusahaan MK Corp, kini sedang memulai langkah kecilnya dalam dunia yang benar-benar baru.

Ia memang belum lama mengenal Al-Qur’an. Tapi tekadnya luar biasa. Diam-diam, setiap malam setelah suaminya tertidur, Kia menyempatkan diri membuka Al-Qur’an digital di ponselnya.

Matanya menyusuri huruf demi huruf, mendengarkan pelafalan, menirukannya dengan pelan. Ia menulis catatan kecil di buku tulis bergambar bunga yang biasa ia gunakan sejak SMA catatan hijrah pertamanya.

Hanya dalam beberapa hari, ia sudah bisa mengenali sebagian besar huruf hijaiyah. Gerak lidahnya masih belum sempurna, tapi ketulusan hatinya menutupi kekakuan itu.

Dan pagi itu, ketika matahari masih malu-malu menyibak tirai jendela, Kia duduk bersila di atas sajadah tipis yang terhampar rapi di sudut kamar.

Ustadz Damar baru saja selesai shalat Dhuha saat Kia menoleh pelan, lalu tersenyum dengan mata berbinar.

“Mas… aku mau nyoba bacain sesuatu.”

Damar menoleh, sedikit terkejut. “Mau baca apa?”

Kia menarik napas panjang, menunduk, lalu memejamkan mata sejenak. Bibirnya mulai bergerak pelan, ragu-ragu tapi mantap.

“Bismillahirrahmanirrahim… Alhamdulillahi rabbil ‘alamin…”

Satu demi satu ayat Al-Fatihah meluncur dari bibirnya. Tak sempurna, tapi jelas. Tak lancar, tapi penuh semangat. Hingga ia menutupnya dengan lirih.

“…waladhdhaaallliin… Aamiin.”

Hening ustadz Damar menatap istrinya lekat-lekat. Matanya berkaca, senyumnya sulit disembunyikan.

“Masya Allah, Kia kamu baru mulai belajar tapi udah sejauh ini?”

Kia spontan mengangguk pelan, menunduk.

“Masih salah-salah kayaknya tapi aku hafal, Mas. Aku ulang-ulang tiap malam sebelum tidur.”

Damar meraih tangan istrinya, menggenggamnya erat.

“Bukan cuma hafal, Kia tapi hatimu yang mulai nyatu sama ayat-Nya. Itu jauh lebih berharga dari sekadar lancar.”

Kia tersenyum, untuk pertama kalinya merasa bahwa jalan baru yang ia pilih ini bukan sesuatu yang menakutkan. Tapi indah karena ia tidak berjalan sendirian.

Pagi itu, mentari Bandung masih malu-malu memecah kabut. Udara sejuk menyusup lewat jendela kamar yang terbuka sebagian.

Aroma roti panggang dan teh hangat memenuhi ruangan kecil itu suasana rumah yang sederhana tapi sarat makna.

Kia berdiri di depan meja makan sambil merapikan sendok dan piring. Rambutnya terselip rapi di balik hijab segi empat yang baru ia pelajari cara memakainya dari video semalam.

Senyum tipis menghiasi wajahnya, ada antusias yang belum pernah ia rasakan sebelumnya ini bukan sekadar perjalanan, ini awal dari petualangan batin.

Ustadz Damar muncul dari dalam kamar, mengenakan kemeja putih bersih dan peci abu-abu. Matanya langsung tertuju pada istrinya yang sedang menata sarapan.

“Wah… istimewa banget pagi ini,” ucapnya sambil menarik kursi.

Kia terkekeh kecil, lalu berkata sambil menuang teh, “Bersiaplah ya, Ustadz. Kita sarapan dulu sebelum berangkat ke daerah Bandung temani suamimu ini berdakwah selama dua hari.”

Damar tertawa pelan, senyumnya tak pernah berubah teduh dan menyemangati. Ia menatap Kia dengan tatapan penuh bangga.

“Ditemani istri tercinta, pasti dakwahnya makin tenang dan ringan. Ini pertama kalinya kamu ikut keluar kota untuk dakwah, ya?”

Kia mengangguk sambil menyeruput teh hangat.

“Awalnya takut, Mas tapi sekarang malah nggak sabar. Aku pengin tahu dunia Mas yang sebenarnya. Biar aku belajar bukan cuma dari rumah tapi juga dari perjalanan dan perjumpaan.”

Damar mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Kia yang ada di atas meja.

“Dan aku akan jadi saksi dari setiap langkah kecilmu, Kia. Dari tidak tahu menjadi tahu. Dari penasaran menjadi cinta dan ragu menjadi yakin.”

Kia tersenyum matanya berkaca, tapi hatinya mantap.

“Yuk sarapan, Mas. Setelah ini, kita berangkat bukan cuma untuk dakwah, tapi untuk cerita baru yang akan kita ukir sama-sama.”

Dan pagi itu, dua hati bersiap menempuh perjalanan bukan hanya menuju Bandung, tapi menuju kedalaman iman, cinta, dan makna yang sesungguhnya.

Mobil SUV berwarna silver itu melaju pelan menyusuri jalanan menuju Bandung. Udara sejuk mulai terasa meski AC mobil dimatikan.

Jendela sedikit dibuka, membiarkan angin pagi yang segar masuk membawa aroma pepohonan dan tanah basah sisa gerimis semalam.

Kia duduk di kursi depan sambil mengenakan seatbelt, matanya sesekali melirik keluar melihat pemandangan hijau yang terhampar luas.

Di kejauhan, perbukitan mulai menampakkan diri, seperti lukisan alam yang bergerak perlahan mengikuti arah jalan.

Ustadz Damar memegang kemudi dengan santai, satu tangan di setir, satu lagi menekan tombol audio mobil.

Lagu-lagu nasyid lembut mengisi ruang, tapi itu tak menghalangi kebiasaan lamanya menggoda sang istri dengan gombalan khas ustadz.

“Kia…” panggilnya pelan tapi penuh maksud.

“Hm?” Kia menoleh, alisnya terangkat. Wajahnya yang polos menyimpan tanda tanya, karena ia tahu suaminya pasti sedang menyiapkan kalimat nyeleneh lagi.

Ustadz Damar menyeringai, lalu berkata,

“Tau nggak, kenapa aku suka banget lihat kamu pagi-pagi begini?”

Kia menyipitkan mata. “Karena aku cantik?” godanya.

“Bukan,” jawab Damar santai. “Karena wajah kamu itu kayak subuh penuh ketenangan, tapi kalau ditinggal bisa bikin nyesel seharian.”

Kia langsung menutup wajahnya dengan tangan, tertawa geli bercampur malu.

“Masya Allah… ustadz gombalnya masih aktif walau udah jadi suami orang.”

Damar hanya tertawa sambil menyalakan lampu sein. Mobil belok ke jalur pegunungan, dan pemandangan indah mulai membentang.

“Lihat deh pemandangan itu,” kata Damar sambil menunjuk ke sawah dan bukit yang menghijau. “Kalau manusia aja bisa jatuh cinta sama keindahan ini, bayangin gimana jatuh cintanya orang beriman sama surga yang disiapkan Allah.”

Kia terdiam sejenak kalimat itu nggak sepenuhnya gombal. Ada makna yang dalam begitulah Damar selalu nyeleneh tapi penuh pesan.

Tak lama kemudian, Ustadz Damar kembali membuka suara.

“Kia…”

“Iya lagi?” Kia bersiap menahan tawa.

“Kalau kamu tuh ibarat ayat pertama yang aku pelajari waktu kecil.”

“Hah? Maksudnya?” Kia menoleh bingung.

Damar tersenyum lebar,

“Karena kamu yang pertama, dan bakal terus kuulang-ulang sampai akhir hayat. Nggak bakal bosan.”

Kia terdiam. Kali ini, tidak menertawakan. Tapi tersenyum dengan pipi yang memanas dan hati yang terasa hangat.

Perjalanan itu bukan hanya tentang menempuh jarak menuju Bandung. Tapi juga tentang semakin dekatnya dua hati yang dipertemukan dalam dakwah dan cinta.

1
Purnama Pasedu
ustadz bisa ae
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pintar gombal yah 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
iya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
tapi kadang tempat kerja ngelarang pakai hijab ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: iya kakak tergantung dari peraturan perusahaan
total 1 replies
Purnama Pasedu
bisa ae pak ustadz
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: pak ustadz gaul 😂
total 1 replies
Purnama Pasedu
masih galau ya kia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
aamiin
Purnama Pasedu
pasangan yg kocak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak masih setia baca 🙏🏻🥰
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia terlalu keras ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sabar kak ujian sang ustadz tapi nanti dapat hidayah kok 🤣🤭
total 1 replies
Purnama Pasedu
si kakek
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ulah kakeknya akhirnya gol 🤭🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
kia jadi diri sendiri aj,perlahan aj
Eva Karmita
semangat otor 🔥💪🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak
total 1 replies
Eva Karmita
semangat ustadz... yakinlah Allah selalu ada untuk umatnya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: betul kak
total 1 replies
Purnama Pasedu
nyimak
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: semoga suka
total 1 replies
Purnama Pasedu
koq sedih ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: jangan sedih kak 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
Thor bisa ngk bahasa kia kalau ngomong sama yg lebih tua sopan sedikit jgn pakai bahasa Lo gue , maaf sebelumnya bukan mengkritik otor cuma gak ngk enak aja di baca bahasanya bisa diganti aku atau apalah ... sebelum mohon maaf ya ,, ceritanya bagus tetapi semangat Otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum saatnya kak kan gadis bar-bar tomboy liar dan pembangkang 🤭🙏🏻
total 1 replies
Eva Karmita
keren pak ustadz 😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ustadz idaman yah kakak 🤭
total 1 replies
Eva Karmita
langsung kena mental si Kia 😩👻🙈
kia ni ustadz bukan kaleng" kia jdi ngk udah banyak drama 🤣🤣🤣🤣
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Eva Karmita
❤️
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak... karena aku di tetangga juga nulis di sana ☺️🥰
total 1 replies
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!