NovelToon NovelToon
“Dibunuh Suami, Dihidupkan Takdir”

“Dibunuh Suami, Dihidupkan Takdir”

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor / Penyesalan Suami
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Vira Sita, seorang gadis yatim piatu yang sederhana, dijodohkan dengan Vito Hartawan — pewaris kaya raya — sebagai amanat terakhir sang kakek. Tapi di balik pernikahan itu, tersimpan niat jahat: Vito hanya menginginkan warisan. Ia membenci Vira dan berpura-pura mencintainya. Saat Vira hamil, rencana keji dijalankan — pemerkosaan, pengkhianatan, hingga kematian. Tapi jiwa Vira tidak pergi selamanya. Ia bangkit dalam tubuh seorang gadis muda bernama Raisa, pewaris keluarga Molan yang kaya raya, setelah koma selama satu tahun. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vira kini hidup kembali. Dengan wajah baru, kekuatan baru, dan keberanian yang tak tergoyahkan, ia bersumpah akan membalas dendam… satu per satu… tanpa ada yang tahu siapa dirinya sebenarnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Taman sore itu mulai dipenuhi cahaya jingga. Langit memerah perlahan, sementara angin meniup lembut dedaunan. Raisa dan Rani tertawa lepas, mengingat masa-masa mereka di kampus dulu—saat mimpi masih samar dan dunia terasa terlalu luas.

Tapi di sudut taman yang sedikit tersembunyi di antara pohon flamboyan, pria yang sedari tadi memperhatikan mereka tak bergerak dari tempat duduknya. Sorot matanya tajam, namun bukan menghakimi—lebih seperti... penasaran.

Ia mengenakan kemeja linen warna krem yang digulung di lengan, dan celana chino sederhana. Wajahnya asing bagi Rani, namun Raisa merasakan sesuatu yang ganjil. Ada semacam... dejavu.

Saat Rani pamit ke toilet taman, Raisa tetap di bangku. Dan pria itu akhirnya berdiri. Langkahnya tenang. Lalu berhenti tepat di hadapan Raisa.

"Raisa Molan?" tanyanya pelan.

Raisa langsung waspada. "Iya. Maaf, kita... kenal?"

Pria itu tersenyum kecil. "Nama saya Elvano. Aku pernah bekerja untuk ayahmu, Pak Molan, dulu. Di divisi perencanaan ekspansi ke Asia Selatan."

Raisa mengerutkan kening, mencoba mengingat.

"Aku waktu itu masih karyawan junior. Tapi aku ingat kamu. Masih kecil, ikut ke kantor, bawa boneka flamingo."

Raisa tersenyum geli. "Ya Tuhan... aku bahkan lupa soal boneka itu."

Elvano duduk setelah Raisa mengangguk kecil, memberi izin. Ia melanjutkan, "Aku baru kembali ke Indonesia setelah 8 tahun. Pindah dari Dubai. Dan... tadi aku nggak sengaja lewat taman ini. Kupikir aku sedang melihat wajah yang dulu hanya kulihat dari jauh."

Raisa menatapnya, lebih lekat kali ini. Tatapan Elvano hangat, tidak menghakimi. Dan ada semacam ketulusan yang jarang ia temukan belakangan ini.

"Selamat untuk Studio Akar, by the way," kata Elvano. "Aku tahu tentang fashion show kalian minggu lalu. Salah satu klien-ku menyumbang mesin jahit, katanya hasilnya luar biasa."

Raisa tertawa kecil. “Aku nggak menyangka kamu tahu.”

"Aku memang bukan orang dunia fashion, tapi aku menghargai sesuatu yang dibangun dari hati. Dan dari apa yang kudengar… kamu membangun tempat itu dengan hati."

Raisa tersenyum.

Sebelum perbincangan mereka semakin dalam, Rani kembali dan langsung penasaran melihat pria asing itu.

"Eh, kenalin dong," bisik Rani.

“Elvano,” jawab pria itu lebih dulu, menyodorkan tangan. “Teman lama keluarga Molan.”

“Rani,” balas Rani. “Teman terbaik Raisa.”

Ketiganya tertawa, dan suasana menjadi lebih cair.

---

Malam Hari - Rumah Keluarga Molan

Raisa pulang lebih awal. Di rumah, Mama dan Papa Molan sudah tiba. Suasana ruang keluarga hangat seperti biasa. Papa menonton berita, Mama sibuk memilih batik dari tas oleh-oleh.

Rey dan Reno sedang main catur di meja makan, sementara Gavin sibuk menjawab pesan dari rumah sakit. Jordan, tentu saja, sedang mengetik serius.

Raisa masuk dan langsung disambut pelukan Mama.

“Kamu makin cantik aja, Nak,” ujar Mama.

“Karena sudah menemukan tempatnya, Ma,” balas Raisa.

Papa menatap Raisa sambil tersenyum. “Dan kami bangga. Studio Akar jadi pembicaraan besar, tahu?”

Raisa mengangguk. “Terima kasih, Pa. Oh ya, hari ini aku bertemu seseorang… Elvano namanya. Katanya pernah kerja sama Papa.”

Papa mengernyit sejenak. Lalu tertawa kecil. “Ah, anak itu! Pintar, rajin, agak keras kepala. Tapi jujur. Dulu dia yang paling kritis soal pengeluaran ekspansi.”

“Sekarang dia kembali ke Indonesia,” ujar Raisa. “Kelihatannya... dia orang baik.”

Papa hanya tersenyum sambil melirik istrinya. “Ya. Mungkin memang sudah waktunya beberapa hal kembali.”

---

Malam itu, Raisa duduk di kamar, memandang foto-foto fashion show pertama Studio Akar yang dipajang di dinding. Ia merasa utuh.

Tapi di dalam dirinya, ada rasa baru. Bukan seperti badai, bukan luka masa lalu. Tapi seperti tunas yang tumbuh di antara retakan batu—tenang, tak tergesa, tapi nyata.

Namanya Elvano.

Dan Raisa bertanya dalam hati, "Mungkinkah... kebahagiaan itu tidak selalu datang dari tempat yang kita kejar, tapi justru dari tempat yang diam-diam memperhatikan kita tumbuh?"

...----------------...

Hujan turun pelan sore itu, seperti ingin menyapa bumi dengan lembut. Studio Akar tampak lengang karena sebagian besar anak-anak desain sedang ikut pelatihan luar. Raisa tetap berada di ruang kerja, menyusun bahan untuk program mentoring bulan depan.

Pintu studio diketuk pelan. Saat dibuka, sosok yang tak asing berdiri dengan mantel hujan setengah basah Elvano.

"Maaf ganggu," ujarnya sembari tersenyum. "Aku tahu biasanya kamu nggak terima tamu mendadak, tapi…"

"Masuk aja, hujannya belum reda," potong Raisa cepat. "Kopi atau teh?"

“Kopi hitam. Nggak manis, tapi jangan terlalu pahit.”

Raisa menahan senyum. “Kamu tipe yang suka kontrol rasa, ya?”

Elvano tertawa kecil. “Aku cuma nggak suka sesuatu yang terlalu dibuat-buat.”

Mereka duduk berdua di ruangan kaca kecil di ujung studio. Hujan yang turun membuat suasana semakin syahdu. Elvano mengeluarkan map dari tasnya.

“Ini... proposal kolaborasi kecil dari aku,” ujarnya sambil menyodorkan. “Aku sekarang dipercaya memegang dana sosial dari beberapa klien luar negeri. Aku ingin beberapa dari mereka mendukung pendidikan vokasi berbasis seni.”

Raisa membuka lembaran proposal itu. Matanya menyipit saat melihat rincian kegiatan: pelatihan desain untuk remaja putus sekolah, kelas gambar dasar untuk anak-anak panti, hingga beasiswa informal untuk anak-anak komunitas.

“Ini luar biasa,” bisik Raisa.

“Dan aku... ingin kamu yang jadi partner utamanya,” kata Elvano mantap.

Raisa mendongak. "Kenapa aku?"

Elvano menatap mata Raisa. Tatapan itu tenang, tapi penuh arti. “Karena kamu tahu rasanya membangun dari nol. Kamu nggak hanya punya kreativitas, tapi juga keberanian dan hati. Sesuatu yang jarang aku temukan dalam proyek-proyek sebelumnya.”

Raisa menelan ludah. Ada semacam kehangatan yang menelusup perlahan dalam hatinya. Namun ia menjaga ekspresinya tetap tenang.

"Kalau aku terima, kita akan sering kerja bareng," gumam Raisa.

Elvano mengangguk. "Ya. Kita akan sering berbeda pendapat. Kamu akan sebal sama aku. Aku akan jengkel karena kamu keras kepala. Tapi…"

Ia terdiam sebentar. "...aku pikir itu risiko yang pantas kalau bisa bertumbuh bareng kamu."

Kata-kata itu membuat Raisa tak berkedip. Hujan semakin deras di luar, seperti ikut merayakan momen hening yang terjadi di antara mereka.

---

Malam harinya Jordan duduk di ruang kerja, membuka laptop sambil menyilangkan kaki. Gavin datang dengan secangkir teh.

“Aku lihat Raisa tadi pulang senyum-senyum sendiri,” celetuk Gavin.

Jordan menoleh. “Kenapa?”

“Katanya tadi Elvano datang ke studio. Ngasih proposal kerjasama.” jawab Gavin

Jordan mengangkat alis. “Proposal bisnis... atau proposal pendekatan?”

Gavin tertawa. “Mungkin dua-duanya. Tapi menurutku... cowok itu tulus.”

Papa Molan lewat sambil membawa buku. “Kalau kamu yakin sama karakter seseorang, beri dia ruang. Jangan terlalu cepat mengintervensi.”

Jordan dan Gavin saling pandang lalu tertawa.

“Baiklah,” gumam Jordan. “Tapi tetap, kita awasi.”

---

Beberapa Hari Kemudian – Taman Kota

Raisa dan Elvano bertemu lagi. Kali ini tanpa proposal. Tanpa studio. Tanpa formalitas.

“Hari ini nggak ada dokumen?” tanya Raisa saat mereka duduk di bangku taman yang sama seperti pertemuan pertama.

Elvano tersenyum. “Nggak. Hari ini aku cuma pengin ngobrol.”

Raisa tersenyum, membenarkan syalnya. “Oke. Ngobrol apa?”

Elvano menatap awan yang berarak pelan. “Ngobrol tentang... kalau suatu hari kita punya kelas sendiri. Tempat kecil yang bisa jadi wadah belajar. Bukan cuma desain, tapi juga tentang tumbuh. Tentang gagal dan bangkit lagi.”

Raisa diam. Lalu bertanya pelan, “Kalau aku bilang aku masih takut untuk jatuh cinta lagi, kamu akan mundur?”

Elvano menoleh. Matanya tidak terkejut, hanya... jujur, “Nggak. Aku akan tetap di sini. Tapi aku juga nggak akan maksa kamu untuk membuka hati. Aku cuma mau kamu tahu, bahwa kamu bisa memilih jalur baru dan aku bisa jadi bagian dari itu... kalau kamu izinkan.”

Raisa mengangguk pelan. Matanya berkaca, tapi bukan karena sedih. Melainkan karena untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa aman. Diterima. Tanpa tekanan.

---

Hujan sudah lama reda. Tapi jejaknya masih tertinggal di dedaunan, di jalan setapak, dan di hati Raisa.

Dan di dalam hatinya, sebuah pintu yang selama ini tertutup rapat… mulai terbuka perlahan.

Mungkin ini bukan tentang melupakan Reinald.

Tapi tentang menerima bahwa kebahagiaan bisa datang dalam bentuk yang sama sekali baru.

Dan namanya... Elvano.

Bersambung

1
Noey Aprilia
Kali ni smga mnetap untk slmanya y raisa,ga skdr mmpir smntra....
Ma Em
Semoga Raisa dgn siapapun jodohnya yg penting Raisa cinta dan bahagia dan calon suaminya baik cinta sayang dan juga setia tentunya .
Noey Aprilia
Hhmmm....
krain raisa bkln jdoh sm reinald,scra ky ccok gt....tp trnyta ga....mngkn kli ni bnrn jdohnya raisa,scra kluarganya udh tau spa dia....
Cindy
lanjut kak
Wahyuningsih
d tnggu upnya thor yg buanyk n hrs tiap hri jgn lma2 upnya thor ntar lumutan loh 😆😆 sellu jga keshtn n tetp seeemaaaaangaaaat thor
Noey Aprilia
Nah loohhh....
spa tu????clon pawangnya raisa kah????
Noey Aprilia
Akhrnyaaa raisa plang jg....
wlau bgaimna pun,dia pst lbh ska tnggal d negri sndri....dkt dgn kluarga,dn bs mmbntu orng lain....kl mslh jdoh mh,srahkn sm yg d ats aja y.....
Smbgtttt.....
Noey Aprilia
Mngkn slh stu ujian biar raisa mkin dwsa,mkin bijak,plus mkin kuat....saat dia mlai mmbuka hti,orng dr msa lalu dtang.....
Hufftt....
mustika ikha
semangaaaat
mustika ikha
begitulah kehidupan ada pepatah mengatakan "semakin tinggi sebuah pohon maka semakin kencang tiupan angin"
jadi, berjuanglah walaupun dunia tidak memihakmu, macam thor, klw ada yg ingin menjatuhkan mu maka perlihatkan dengan karya mu yg lebih baik, semangaaaat thor/Determined//Determined/
Risma
lanjut kak
Noey Aprilia
Reader jg bngga sm km raisa.....
ttp smngt...😘😘😘
Noey Aprilia
Hai kk....
aku udh mmpir lg,smpe ngebut bcanya....he....he....
smngttt.....😘😘😘
Wahyuningsih
d tnggu upnya thir yg buanyk n hrs tiap hri jgn lma2 upnya thor ntar lumutan sellu jga keshtn tetp semangat thor jgn ampe kndor
Risma
lanjut kak
Ma Em
Semoga Raisa tambah sukses dan makin banyak orang yg menyukai desain Raisa .
Ma Em
Semoga Raisa ( Vira ) sukses tunjukan pada dunia dan buat Sonia menyesal karena sdh berbuat jahat padamu Raisa begitu juga Vito semoga dia menyesali semua perbuatannya .
Risma
lanjut kak
nonoyy
karma is real akhirnya terbongkarlah semuanya kejahatan vito & sonia. hebat raisa (vira)
nonoyy
itulah hasil dari perbuatan mu sendiri sonia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!