Malam itu sepasang suami istri yang baru saja melahirkan putri pertamanya di buat shock oleh kedatangan sesosok pria tampan berpenampilan serba putih. Bahkan rambut panjang nya pun begitu putih bersih. Tatapannya begitu tajam seolah mengunci tatapan pasangan suami istri itu agar tidak berpaling darinya.
“Si siapa kau?” Dengan tubuh bergetar pasangan suami istri itu terus berpelukan dan mencoba melindungi putri kecil mereka.
“Kalian tidak perlu tau siapa aku. Yang harus kalian lakukan adalah menjaga baik baik milikku. Dia mungkin anak kalian. Tapi dia tetap milikku sepenuhnya.” Jawab pria tampan berjubah putih itu penuh penekanan juga nada memerintah.
Setelah menjawab wujud tampan pria itu tiba tiba menghilang begitu saja menyisakan ketakutan pada sepasang suami istri tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nafsienaff, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
Seminggu berlalu.
Sejak kejadian hari itu, Fabian dan Artha tidak pernah lagi bertemu. Meski mereka tinggal di istana yang sama, namun Fabian selalu berusaha menghindar dari Artha.
Berbeda dengan Artha. Sebagai Raja Artha tentu harus mengesampingkan urusan pribadi dengan kerajaan. Artha tetap menjalankan tugas sebagai Raja dan memilih untuk tidak memperdulikan sikap Fabian. Namun bukan berarti Artha tidak lagi perduli. Artha merasa tetap harus mencari tahu segalanya. Terlebih saat mendengar gumaman Fabian hari itu. Di tambah sikap aneh Selir Agung yang malah menyalahkan putranya yang saat itu terluka parah.
“Yang Mulia...” Brama menghadap Artha dengan segala hormat. Dia bersimpuh di hadapan Artha yang duduk santai di tepi ranjang.
“Bangunlah.” Perintah Artha yang langsung di lakukan oleh Brama.
“Bagaimana hasilnya?” Artha bertanya tanpa menatap pada Brama yang berdiri di depannya.
Brama menghela napas. Dia kemudian mulai menjelaskan hasil penyelidikan nya mengenai di temukan nya gelang pelindung milik permaisuri Agung di gua yang ada di taman langit.
“Tentang gelang pelindung milik permaisuri Agung, gelang itu tidak bisa di lepaskan oleh sembarang orang yang mulia. Bahkan yang mulia maupun Raja Agung sekalipun.”
Artha menatap pada Brama.
“Jadi maksudnya pernis Agung melepaskan dengan sukarela gelang pelindung nya begitu?”
Brama mengangguk.
“Ada dua kemungkinan yang mulia. Antara gelang itu di curi saat permaisuri lengah, Atau permaisuri di paksa untuk melepaskan nya.”
“Ada yang mengancam?” Tanya Artha yang langsung bisa menangkap maksud dari penjelasan Brama.
“Lalu bagaimana dengan mereka berdua?” Kali ini Artha meminta penjelasan tentang Selir Agung dan Fabian. Artha memang meminta Brama juga menyelidiki nya.
Brama langsung mengeluarkan sebuah benda dari dalam bajunya. Benda itu adalah cermin kecil yang dapat di genggam dengan mudah. Berbingkai emas dengan ukiran indah di sekelilingnya.
“Silahkan yang mulia melihat sendiri.” Ujar Brama tidak berani menjelaskan.
Brama memberikan cermin itu pada Artha yang kemudian langsung Artha terima. Artha menyentuh permukaan cermin tersebut dengan jari telunjuknya. Saat itulah muncul gambaran seperti rekaman kejadian yang tidak pernah Artha ketahui.
Di gambaran itu muncul sosok Permaisuri dan Selir Agung. Mereka tampak sangat akrab bahkan mengenakan baju dengan warna yang sama. Keduanya tampak tersenyum bahagia saat mengobrol. Memang Permaisuri Agung tidak pernah menentang keberadaan Selir Agung. Sebaliknya, dia sangat menghargai Selir Agung dan menganggapnya sebagai adik.
“Kak, aku ingin sekali mengambil bunga itu.. Tapi aku tidak ingin mengorbankan nyawa prajurit apa lagi panglima perang di kerajaan ini..” Selir Agung tampak murung secara tiba tiba. Wanita itu juga menghela napas seperti orang yang kebingungan.
“Tempat bunga itu ada di lereng gunung. Melewati hutan belantara tempat dimana para iblis bermukim. Lebih baik kamu urungkan niatmu itu. Raja Agung pasti tidak akan mengizinkan.” Dengan penuh perhatian Permaisuri Agung menasehatinya. Wanita itu memang selalu bersikap lembut pada siapa saja.
“Tapi aku harus benar benar pergi kak.. Kalau tidak kakak pinjamkan saja gelang pelindung milik kakak padaku. Dengan begitu aku akan baik baik saja. Bagaimana?” Selir Agung tersenyum penuh harap.
Sedangkan permaisuri Agung, dia tampak terkejut dengan permintaan Selir Agung. Wanita itu bahkan terdiam untuk beberapa saat.
Permaisuri kemudian menatap pergelangan tangannya dimana gelang pelindung itu selalu dia kenakan dan tidak pernah dia lepas.
“Gelang ini adalah gelang dari garis keturunanku. Tidak sembarang orang boleh mengenakan nya.” Kata Permaisuri Agung.
“Sembarang orang? ayolah kak.. Kita ini saudara. Kita keluarga. Apa kakak tidak bisa mempercayai ku?”
Permaisuri Agung kembali terdiam. Dia menghela napas sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya.
“Baiklah kalau begitu. Cepatlah kembali dan bawa gelang ini pulang dalam keadaan utuh.” Tidak bisa menolak, permaisuri Agung pun akhirnya menyetujui. Dia melepaskan gelang pelindung miliknya dan memberikannya pada Permaisuri Agung.
“Terimakasih kakak.. Aku benar benar sangat beruntung karena mempunyai kakak yang baik dan cantik sepertimu. Aku akan segera kembali dan mengembalikan gelang ini padamu.” Senyum lebar Selir Agung.
Setelah mendapatkan apa yang di inginkan, Selir Agung pun berlalu pergi dengan senyuman lebarnya. Wanita itu terlihat sangat bahagia karena di pinjami gelang pelindung sebagai penjaganya untuk mengambil sesuatu di lereng gunung yang Artha sendiri tidak tau apa.
“Jadi Selir Agung yang meminta Permaisuri Agung melepaskan gelang pelindung itu?”
“Iya yang mulia.” Jawab Brama dengan anggukan kepala.
Artha menghela napas kasar.
“Memangnya bunga apa yang ingin di ambil Selir Agung di lereng gunung?”
“Bunga itu adalah bunga keabadian yang Mulia. Seingat hamba, Selir Agung pergi ke lereng gunung dengan membawa serta yang mulia Fabian.” Jawab Brama.
Artha mengernyit. Dari jawaban Brama tentang kepergian Selir Agung yang membawa serta Fabian, Artha merasa ada yang janggal.
“Lalu dimana bunga itu?” Tanya Artha lagi.
“Tidak ada yang tau apakah Selir Agung mendapatkan bunga itu atau tidak yang mulia. Karena Selir Agung kembali dalam keadaan istana sedang berduka. Hal itu membuat bunga keabadian itu tidak lagi penting.”
Artha berdecak. Sekarang Artha tau kenapa malam itu permaisuri dan raja agung di temukan tewas dengan keadaan mengenaskan. Inti jiwa mereka hancur yang membuat mereka tidak bisa bereinkarnasi. Saat itu juga terdapat hawa iblis di aula tempat tewasnya Permaisuri dan Raja Agung.
“Cari tahu tentang bunga itu.” Perintah Artha.
“Baik yang mulia.” Jawab Brama tegas.
Artha berharap kematian kedua orang tuanya segera terungkap. Dan Artha bersumpah akan membunuh siapa saja yang menjadi dalang atas tewasnya kedua orang tuanya.
*****
”Tehnya Ayah....”
Doni sedang fokus dengan laptopnya saat Sita menghampiri nya. Pria itu menoleh kemudian mengalihkan fokusnya pada Sita, istrinya.
“Terimakasih bu...” Senyum Doni meraih teh yang di sodorkan istrinya kemudian menyeruputnya sedikit.
“Hem...” Sita hanya menganggukkan kepala di sertai senyuman manis.
Sita menghela napas kasar. Wanita itu sedang ingin membicarakan sesuatu pada suaminya, tapi Sita bingung harus memulai dari mana.
Doni yang melihat ekspresi istrinya tersenyum lagi.
“Ada apa?” Tanya Doni pelan.
Sita tidak langsung menjawab. Wanita itu khawatir suaminya tidak setuju dengan pendapat nya.
“Masih mikirin tentang hubungan Dewi dan Artha?” Tanya Doni mencoba memancing topik pembicaraan.
“Bukan dengan Artha, tapi Marchel.” Jawab Sita.
Doni mengernyit.
“Memangnya kenapa dengan Marchel?”
Sita menghela napas sekali lagi. Sita merasa kegalauannya memiliki Dewi akhir akhir ini benar benar tidak berkesudahan dan malah silih berganti.
“Sepertinya Marchel menyukai anak kita yah.. Ibu takut hal itu akan memancing amarah Artha.”
Doni terkekeh. Ke khawatiran istrinya terlalu berlebihan. Pria itu merasa tidak seharusnya Sita memikirkan sesuatu yang tidak penting.
“Sudahlah... Jangan terlalu banyak berpikir sayang.. Tidak baik.”
TBC