Cole Han, gangster paling ditakuti di Shanghai, dikenal dingin dan tak tersentuh oleh pesona wanita mana pun. Namun, semua berubah saat matanya tertuju pada Lillian Mei, gadis polos yang tak pernah bersinggungan dengan dunia kelam sepertinya.
Malam kelam itu menghancurkan hidup Lillian. Ia terjebak dalam trauma dan mimpi buruk yang terus menghantuinya, sementara Cole justru tak bisa melepaskan bayangan gadis yang untuk pertama kalinya membangkitkan hasratnya.
Tak peduli pada luka yang ia tinggalkan, Cole Han memaksa Lillian masuk ke dalam kehidupannya—menjadi istrinya, tak peduli apakah gadis itu mau atau tidak.
Akankah Lillian selamanya terjebak dalam genggaman pria berbahaya itu, atau justru menemukan cara untuk menaklukkan hati sang gangster yang tak tersentuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Kakak, jangan terlalu serius. Mama hanya bercanda," kata Will mencoba menenangkan suasana.
"Menghina calon istriku kau sebut bercanda? Kau tidak bisa membedakan mana candaan dan mana penghinaan?" balas Cole dengan tatapan tajam.
"Cole, kenapa harus disimpan di hati? Kau juga tahu siapa ibu dari Lillian. Wanita itu tukang selingkuh ... artinya Lillian adalah putri dari pembohong dan pengkhianat. Keluarga Han punya nama besar, apakah kau tidak takut menanggung risikonya setelah menikah dengannya?" tanya Sammy dengan nada sinis.
Cole menatap Sammy tajam, lalu berkata dingin,
"Kalau dibandingkan dengan putramu, Lillian jauh lebih layak disebut gadis terhormat. Dia berjuang sendiri membangun karier tanpa bantuan siapa pun, sementara kau datang ke rumah ini hanya membawa masa lalu yang kotor. Kau melahirkan anak dari ayahku dan hidup bergantung pada keluarga ini. Katakan padaku, apa prestasi putramu untuk keluarga Han?"
Ucapan itu membuat wajah Sammy memerah, sementara Will mengepalkan tangan menahan amarah.
"Cole, kau jarang pulang. Hari ini jangan ungkit hal-hal buruk. Kita makan malam bersama saja," ujar Luwis mencoba meredakan suasana.
Cole menatap ayahnya sebentar, lalu berkata dingin,
"Kalau aku tidak datang, aku takkan tahu kalau ada yang berani menghina calon istriku — yang juga menantumu."
Ia bangkit berdiri, membenarkan jasnya, lalu menatap tajam ke arah Sammy.
"Aku tidak selera makan. Duduk di meja yang sama dengan orang yang tidak sadar diri hanya membuatku jijik."
Cole lalu berbalik dan melangkah keluar meninggalkan rumah keluarga Han.
Begitu pintu tertutup, Sammy langsung bersuara dengan nada kesal.
"Luwis, lihatlah sikap anakmu itu! Dia bahkan tidak menghormatiku!"
Luwis menarik napas panjang. "Dia masih menyimpan dendam padaku, jadi wajar kalau marah. Tapi Sammy, lain kali jaga bicaramu. Kau tahu sendiri siapa Cole ... aku sudah tak bisa lagi mengendalikannya."
"Dia hanya iri pada Will, makanya selalu mencari masalah," balas Sammy dengan sinis.
Malam itu, Lillian baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah. Aroma sabun lembut masih menempel di kulitnya. Ia duduk di depan meja rias, menatap bayangan dirinya di cermin, lalu mulai mengeringkan rambut dengan handuk.
"Aku tidak menyangka... Mama Fuya ternyata selama ini bersalah pada Papa," gumamnya pelan. "Bukan hanya suka membuat keributan dan gila uang... tapi juga berselingkuh. Andaikan aku tahu sejak awal, aku tidak akan peduli lagi pada mereka. Andy bukan siapa-siapa bagiku, tapi masih berani meminta uang dan mengancamku."
Ia menarik napas panjang, menatap pantulan matanya yang kini tampak lebih tegas.
"Sekarang semuanya sudah berakhir. Mereka tidak akan bisa muncul lagi di kota ini. Seharusnya mereka kembali saja ke desa," ucap Lillian lirih, lalu meletakkan handuk di pangkuannya.
Sementara di tempat lain...
Suara jeritan pilu menggema di ruangan luas yang gelap dan lembap. Lampu gantung berayun pelan di langit-langit, menyorot tubuh Andy yang terikat dan berlumuran darah.
Julian berdiri di hadapannya, mencambuk pria itu tanpa belas kasihan. Setiap sabetan cambuk menimbulkan suara mengerikan yang bercampur dengan rintihan kesakitan.
"Aaaargghh!! Hentikan! Aku mohon...!" jerit Andy, tubuhnya gemetar, bajunya robek penuh noda darah.
Sementara itu, Fuya menjerit histeris ketika dua anak buah Cole menahannya dengan kasar.
"Lepaskan anakku! Kalian semua bajingan tak berperasaan!" teriaknya.
Plak!
Tamparan keras mendarat di pipi Fuya hingga kepalanya terpelintir ke samping.
“Manusia tak tahu malu seperti kalian... beraninya mengganggu calon istri bos kami,” ujar salah satu anak buah Julian dengan nada dingin.
Fuya melotot marah, matanya memerah karena air mata dan amarah.
"Suruh anak durhaka itu datang! Aku tahu dia yang menyuruh kalian! Dia sudah hidup mewah dan lupa kalau aku ini ibunya! Aku yang melahirkannya!" teriak Fuya kalap.
Suasana tiba-tiba hening ketika suara langkah sepatu berat terdengar mendekat.
Tok... tok... tok...
Dari balik kegelapan, Cole muncul dengan jas hitam, menatap tajam ke arah Fuya.
Senyum dingin terlukis di sudut bibirnya.
“Tidak ada hubungannya dengannya,” ujarnya pelan, namun suaranya menggetarkan ruangan.
“Akulah yang membawa kalian ke sini.”
“Bos!” seru Julian dan anak buahnya serentak, segera memberi hormat.
"Siapa pun yang menyakitinya, harus berhadapan denganku," kata Cole.