"Kenapa kau menciumku?" pekik Liora panik, apalagi ini adalah ciuman pertamanya.
"Kau yang menggodaku duluan!" balas Daichi menyeringai sembari menunjukkan foto Liora yang seksi dan pesan-pesan menggatal.
Liora mengumpat dalam hati, awalnya dia diminta oleh sahabatnya untuk menggoda calon pacarnya. Tapi siapa sangka Elvara malah salah memberikan nomor kakaknya sendiri. Yang selama ini katanya kalem dan pemalu tapi ternyata adalah cowok brengsek dan psikopat.
Hingga suatu saat tanpa sengaja Liora memergoki Daichi membunuh orang, diapun terjerat oleh lelaki tersebut yang ternyata adalah seorang Mafia.
Visual cek di Instagram Masatha2022
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Masatha., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Daichi duduk di atas paha Liora, sementara tangannya meraih tengkuk hingga membuat kepalanya sedikit terangkat.
Ciuman demi ciuman terus menghujam, seolah-olah bibirnya adalah permen yang disesap sari-sari manisnya.
Tubuh Liora terasa terbakar, bahkan dinginnya AC tak mampu meredakan panas di sekujur tubuhnya.
"Anj!" umpat Liora.
"Heh mulutnya, kalau bicara sama orang yang lebih tua harus sopan," balas Daichi dengan suara baritonnya.
"Kelakuan kamu kaya Dajjal! Nggak pantas untuk diberi kesopanan!"
Bukannya marah, tapi Daichi malah tertawa geli. Dia heran, kenapa ada gadis saat emosi malah kelihatan cantik dan menggemaskan.
"Lepas!" gertak Liora.
Daichi tidak mau melepaskan, tapi ekpresinya sengaja menunjukkan ketengilan seolah kenangan Liora balik : Bisa apa kau?
Hingga perutnya Liora berbunyi, barulah Daichi melepaskannya.
"Keras kepala!" gumam Daichi beranjak pergi. Dari luar terdengar bunyi klik, dia dikunci di dalam.
Liora merutuki dirinya sendiri, seharusnya dia tadi tidak keluar dari kamar. Seharusnya dia menahan lapar saja sampai besok pagi dari pada dia yang menjadi santapan Daichi.
Dia benar-benar brengsek!"
Tak lama kemudian bunyi klik terdengar lagi, lalu pintu terbuka dan muncul Daichi yang membawa nampan berisi makanan dan minuman.
Melihat apa yang Daichi bawa, perutnya semakin meronta-ronta. Sial.
"Makanlah, aku tahu kamu kelaparan!" titah Daichi.
"Nggak mau!" tolak Liora karena masih ngambek.
"Makanlah, atau—"
"Atau apa?" lawan Liora.
"Kau yang aku makan," goda Daichi.
"Nggak tahu malu, bisanya cuma mengancam yang lebih lemah. Pecundang," gumam Liora lirih.
"Kau marah padaku?" tanya Daichi merendahkan suaranya.
"Pikir aja sendiri," sinis Liora.
Siapa sangka Daichi meletakkan nampan diatas nakas, lalu menarik kaki Liora hingga dia kini duduk di sisinya. Bahkan setelah itu tiba-tiba tangannya menangkup kepala Liora dan mendekatkan wajahnya hingga dahi mereka saling bersentuhan.
"Maaf," lirih Daichi yang membuat Liora kaget. "Aku mengaku salah karena ingkar janji, waktu itu aku ada tugas mendadak dari bos. Aku sampai tidak punya waktu untuk mengirim pesan, maafkan aku ya? Aku dan Alana tidak ada hubungan apapun kecuali teman. Kami benar-benar murni hanya teman, walau ke Bali bersama tapi tidak tidur satu kamar. Satu-satunya wanita yang aku sentuh hanya kamu," tutur Daichi panjang lebar, begitu lembut dengan tatapan sendu yang membuat Liora sampai mengira jika semua ini hanya mimpi.
Lalu Daichi melepaskan tangannya, lalu mengambil piring.
"Ngapain kau cerita tentang Alana? Kau pikir aku peduli? Jangan lupa kita pacaran karena apa—dan sebentar lagi kita akan kembali jadi orang asing!" cibir Liora masih berusaha mempertahankan harga dirinya.
"Kamu boleh marah padaku, tapi kamu tetap harus makan ya? Sini aku suapin," bujuk Daichi dengan suara yang masih lembut. Begitu sabar.
Sisi Daichi yang seperti ini, meruntuhkan ego Liora. Walau dia tak bisa berkata-kata tapi saat Daichi menyuapkan nasi dan lauk Liora reflek membuka mulutnya.
Selain perutnya tengah dalam kelaparan, masakan Daichi sangat lezat sesuai dengan seleranya. Liora tidak bisa berhenti mengunyah saat Daichi terus menyuapinya.
Hingga tidak terasa sepiring nasi habis tanpa sisa. Saat Liora menyadarinya pipinya langsung memerah.
"Pintar," puji Daichi sembari mengusap puncak kepala Liora dengan lembut.
"Aku tetap masih marah padamu," sungut Liora mengalihkan pandangannya menahan rasa malu.
Daichi terkekeh, lalu menyerahkan gelas.
"Minumlah, setelah ini tidurlah ke kamar Elvara," tutur Daichi.
"Hah, serius kau membiarkan aku pergi?" pekik Liora tak percaya.
"Atau—kau ingin tidur di sini bersamaku?" goda Daichi.
"Tidak mau!" tegas Liora. Dia segera menerima gelas dari tangan Daichi dan meminumnya.
Setelah itu dia buru-buru pergi, takut jika nanti Daichi berubah pikiran dan menyekapnya di kamar sepanjang malam.
Saat dia masuk ke kamar Elvara, gadis itu tengah duduk dengan mata setengah terpejam.
"Lio, kamu dari mana? Saat aku bangun kok kamu tidak ada?" tanya Elvara sembari menguap.
"Dari—dapur. Aku kelaparan. Gagal diet deh jadinya."
"Kubilang apa? Kamu nggak usah diet. Tubuh kamu sudah oke banget jadi idaman para cewek. Tapi tadi di dapur ada makanan kan?"
"Ada kok."
"Kalau gitu ayo tidur, Lio. Besok kita kuliah pagi."
"Iya, tapi aku sikat gigit dulu," sela Liora berjalan menuju ke kamar mandi. Saat berdiri di depan cermin, dia menatap bibirnya sendiri yang agak membengkak.
Liora menyentuh bibirnya, saat membayangkan bagaimana ciuman Daichi membuat tubuhnya meremang. Ini terlalu berbahaya. Tubuhnya seolah-olah sudah menerima setiap sentuhan Daichi yang mulai—candu.
"Bagaimana ini? Sepertinya aku memang mulai menyukainya, terlepas dari sifatnya yang kadang menyebalkannya. Sebentar lagi dia pergi, kalau aku jatuh cinta maka hanya aku yang akan terluka. Aku harus kuat!" gumam Liora.
*
Daichi tersenyum tipis saat mengingat kejadian lucu tadi, dimana Liora makan dengan lahap. Daichi mulai terbayang, jika dia memiliki putri kecil seperti Liora pasti hidupnya akan lebih sempurna.
Tapi beberapa detik kemudian senyumnya menghilang saat dia menyadari siapa dirinya. Lelaki yang dunianya begitu kotor dan penuh darah ini apakah pantas untuk menikah? 13 hari lagi, kisah indahnya ini akan segera berakhir. Seperti kata Liora tadi—kembali menjadi dua orang asing.
Tapi kenapa aku tidak rela? Liora—secara perlahan kau masuk ke hatiku yang terdalam. Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu.
Daichi pun mencoba menelpon temannya—De Luca.
"Hallo."
"Hallo, ada apa menelponku?"
"De Luca, aku ingin berhenti dari pekerjaanku. Aku ingin memulai hidup baru."
"Apa kau gila? Pekerjaan yang padat sudah menanti kita di depannya. Kau tahu sendiri—kita berdua adalah rekan kerja yang sudah klop. Tak mudah bagiku untuk mencari penggantimu."
"Aku tahu, tapi—aku ingin menjalani kehidupan yang normal. Aku ingin menikah, aku ingin punya keluarga, aku ingin punya anak dan melihat Elvara menikah dengan lelaki baik."
"Satu tahun—setidaknya kau harus bekerja sama denganku untuk menyelesaikan misi ini sembari aku mencari penggantimu."
"Baiklah, setelah satu tahun aku akan keluar."
"Oke."
Sambungan telepon terputus. Daichi menatap ponselnya dan membuka galeri. Di sana ada beberapa foto Liora yang sengaja dia abadikan.
Satu tahun—tepat setelah Liora lulus kuliah. Aku ingin kembali dan melamarnya.
Mengenai hati Liora, Daichi cukup percaya diri jika gadis itu juga memiliki perasaan padanya. Jika tidak mana mungkin Liora cemburu saat dia pergi bersama Alana.
Akan tetapi tantangan terbesar Daichi adalah papanya Liora, sebagai pengusaha sukses tentunya tidak akan melepaskan putrinya pada lelaki yang tidak jelas pekerjaannya. Apalagi Daichi juga sudah menyelidiki mengenai Mada. Terlihat jelas Yudistira teramat menyukai Mada.
Aku harus mencari orang yang bisa dipercaya untuk memulai usaha. Begitu aku kembali—setidaknya aku sudah memiliki penghasilan lain.
Aku si berharapnya anak yg di kandung Nayshila itu anak dari lelaki lain kyk di drakor-drakor 😂, biar menyesal itu Yudistira sdh meninggalkan mamanya Liora🤣