Sinopsis:
Lilia, seorang agen wanita hebat yang mati dalam ledakan saat menjalankan misinya, namun secara tidak sengaja masuk ke dunia novel sebagai tokoh wanita antagonis yang dibenci oleh semua warga desa. Dalam dunia baru ini, Lilia mendapatkan misi dari sistem jika ingin kembali ke dunia asalnya. Untuk membantunya menjalankan misi, sistem memberinya ruang ajaib.
Dengan menggunakan ruang ajaib dan pengetahuan di dunia modern, Lilia berusaha memperbaiki keadaan desa yang buruk dan menghadapi tantangan dari warga desa yang tidak menyukainya. Perlahan-lahan, perubahan Lilia membuatnya disukai oleh warga desa, dan suaminya mulai tertarik padanya.
Apakah Lilia dapat menyelesaikan semua misi dan kembali ke dunianya?
Ataukah dia akan tetap di dunia novel dan menemukan kebahagiaan yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wanita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Tertangkap Basah
Pandu mengayuh sepedanya dengan cepat, angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Di belakangnya, Lilia memeluk erat pinggang Pandu untuk menjaga keseimbangan. Meskipun Lilia tidak memakai baju lengan panjang, dia tidak merasakan dingin karena fokusnya hanya satu yaitu menangkap basah Pak Gugu, istrinya, dan Boni.
Mereka berdua tiba di kebun yang luas dan gelap, namun cahaya bulan purnama menerangi seluruh area. Pandu dan Lilia memandang sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan Pak Gugu dan kedua orang yang mereka cari. Namun, tidak ada tanda-tanda apa pun.
"Mungkin mereka sudah masuk jauh ke dalam," ucap Pandu, matanya memandang ke dalam kebun.
"Bisa jadi," jawab Lilia, suaranya rendah dan penuh konsentrasi.
"Ayo kita cari ke sana!" tunjuk Pandu.
"Kak Pandu, jangan bicara terlalu keras. Kalau mereka mendengar kita di sini, mereka pasti kabur diam-diam," pinta Lilia, yang juga memelankan suaranya. Pandu mengerti, lalu mengangguk.
Pandu dan Lilia kemudian berjalan menyusuri jalan setapak yang berkelok-kelok di antara pepohonan kebun. Mereka berdua saling berkomunikasi dengan isyarat, tidak ingin membuat suara yang bisa memperingatkan Pak Gugu dan kedua orang yang mereka cari.
Setelah beberapa menit mencari, akhirnya mereka mendengar suara-suara yang samar-samar. Pandu dan Lilia saling menatap, kemudian mereka bergerak lebih dekat ke sumber suara. Mereka berdua berusaha untuk tidak membuat suara, kaki mereka melangkah dengan hati-hati di atas tanah.
Ketika mereka mendekati sumber suara, mereka melihat Pak Gugu, istrinya, dan Boni sedang mencangkul dan menggali bibit yang sudah ditanam. Bibit yang mereka gali mereka buang ke sembarang tempat. Aksi yang dilakukan mereka membuat Lilia mengepalkan tangannya dengan keras, matanya menyala dengan kemarahan.
"Apa yang kalian lakukan?" teriak Pandu, suaranya menggema di kebun yang luas itu, membuat Pak Gugu, istrinya, dan Boni terkejut dan menoleh ke arahnya dengan wajah ketakutan.
"Pak, kenapa Pandu dan Lilia ada di sini?" tanya istri Pak Gugu, suaranya bergetar.
Pak Gugu hanya menggelengkan kepala, matanya terbelalak dengan rasa takut yang semakin meningkat. Pandu maju ke depan, wajahnya keras dan penuh kemarahan. "Berani sekali kalian merusak kebun ini. Kebun ini adalah hasil kerja keras istriku dan warga desa, dan kalian berani menghancurkannya!"
Dengan gerakan yang cepat dan tegas, Pandu mengeluarkan pistol dari balik jaketnya, membuat Lilia dan ketiga orang itu terkejut. "Kalian bertiga harus mempertanggungjawabkan perbuatan kalian!" tegas Pandu, pistolnya diarahkan ke arah mereka.
Pak Gugu, istrinya, dan Boni langsung mengangkat tangan, mata mereka terpaku pada pistol yang dipegang Pandu. "Jangan tembak kami, Nak Pandu! Kami tidak berniat jahat!" teriak istri Pak Gugu, suaranya penuh ketakutan. Namun, Pandu tetap teguh, pistolnya tetap terarah ke arah mereka.
"Tidak berniat jahat? Kalian pasti dendam pada istriku!" tegas Pandu, suaranya penuh kemarahan dan kebencian. "Dasar tukang korupsi, kebun ini sudah jadi milik desa! Jangan harap bisa mengacaukan semua usaha warga desa!"
Pak Gugu, istrinya, dan Boni langsung berlutut, wajah mereka pucat pasi karena ketakutan. "Nak Pandu, ampuni kami, kami janji akan melakukan apa saja agar Nak Pandu tidak menembak kami," kata Pak Gugu memohon, suaranya bergetar.
Namun, Boni mencoba membela diri, "Pandu, ini bukan salahku. Ini salah Lilia. Dia merayuku, setelah aku tergoda dia kemudian membuang ku. Kamu pasti tau kan kalau kami selingkuh?"
Pandu meludah ke tanah, ekspresi jijik terlihat jelas di wajahnya. "Istriku tidak pernah selingkuh dariku," jawabnya dengan tegas, matanya memancarkan kepercayaan penuh pada Lilia. "Pria sejelek kamu tidak bisa dibandingkan denganku. Tidak mungkin istriku tertarik padamu disaat dia punya suami tampan sepertiku."
Mendengar kata-kata Pandu yang membelanya mati-matian, Lilia tersenyum di dalam hatinya, merasa bahagia dan dicintai. Dia tidak menyangka Pandu secinta itu padanya, dan dia merasa bersyukur memiliki suami yang setia dan percaya padanya.
Pandu terus mengarahkan pistolnya ke arah Pak Gugu dan kedua orang itu, tidak percaya pada kata-kata mereka. "Kalian tidak pantas mendapatkan ampun!" tegasnya.
"Kak Pandu, jangan bunuh mereka. Laporkan saja mereka pada polisi. Kalau mereka dipenjara, akan kuanggap masalah ini selesai," pinta Lilia, suaranya lembut namun tegas. Pandu berpikir sejenak, mempertimbangkan kata-kata Lilia. Memang lebih baik membawa mereka ke kantor polisi daripada mengambil tindakan sendiri.
"Ikut kami ke kantor polisi!" titah Pandu, pistolnya masih terarah ke arah mereka bertiga. Pak Gugu, istrinya, dan Boni menurut tanpa perlawanan, takut akan nyawa mereka jika Pandu benar-benar melepaskan tembakan.
"Ayo jalan!" titah Pandu lagi, mengarahkan mereka untuk berjalan di depannya. Mereka bertiga berjalan dengan langkah terpaksa, sementara Pandu dan Lilia mengawasi dari belakang. Pandu memastikan mereka tidak akan melarikan diri atau melakukan tindakan lain yang berbahaya.
Setelah beberapa saat berjalan, mereka akhirnya tiba di pinggir jalan. Pandu berjalan bersama tiga orang itu, Pak Gugu, istrinya, dan Boni, yang masih dalam keadaan ketakutan. Pandu berencana membawa mereka ke markas terlebih dahulu, sebelum akhirnya menggunakan mobilnya untuk membawa mereka ke kantor polisi.
"Markas lebih dekat, kita akan ke sana dulu," kata Pandu, mengarahkan mereka bertiga untuk berjalan lebih cepat. Lilia mengikuti di belakang, mendorong sepeda ontel Pandu sambil mengamati ketiga orang yang mereka tangkap. Mereka bertiga tidak berani melawan, takut akan akibatnya jika mereka melarikan diri atau melakukan perlawanan.
Setelah tiba di markas, Pandu membawa mereka masuk ke mobil untuk dibawa ke kantor polisi.
"Sial, aku pikir bisa balas dendam malam ini, kenapa kami bisa tertangkap basah sih?" batin Pak Gugu, kesal dan marah karena rencana balas dendamnya gagal total. Dia merasa frustrasi karena tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk melampiaskan dendamnya terhadap Lilia.