NovelToon NovelToon
Dijodohin Dengan Kepala Desa

Dijodohin Dengan Kepala Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cintamanis / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: komurolaa

Ketika Olivia, gadis kota yang glamor dan jauh dari agama, dipaksa menikah dengan Maalik—kepala desa yang taat, dunia mereka berbenturan. Tapi di balik tradisi, ladang, dan perbedaan, cinta mulai tumbuh… pelan-pelan, namun tak terbendung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon komurolaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

[ BAB 24 ] Olivia dan Alif Ba Ta

"Ini A..." ucap Maalik sambil menunjuk huruf Alif di halaman iqro.

"A..." sahut Olivia dengan nada malas, seolah enggan menirukan.

"Ini Ba..." jelas Maalik sabar.

"Ba..." Olivia menirukan dengan wajah datar.

Maalik tersenyum tipis, tidak terburu-buru. "Kalau ini apa?" tanyanya lagi, menunjuk huruf berikutnya.

"A..." jawab Olivia singkat.

"Kalau ini?"

"Ba..."

Maalik mengangguk kecil. Ia kemudian memberikan penunjuk huruf kepada istrinya. "Ayo, sekarang coba baca sendiri," ucapnya lembut, memberi dorongan.

Olivia menarik napas panjang, lalu dengan ragu mulai membaca. "A... a... Ba... ba... A... ba... a...." Suaranya terdengar pelan, namun ia berhasil menyusuri baris demi baris hingga selesai.

"Shadaqallahu al-‘azhim," ucap Maalik, memperbaiki dengan suara tenang.

"Shadaqallahu al-‘azhim," Olivia menirukan, meski tanpa ekspresi.

Maalik menutup iqro dengan hati-hati, lalu menatap istrinya penuh kebanggaan. Senyum lembut terukir di wajahnya saat tangannya terulur mengelus kepala Olivia. "Pintar. Hadiahnya nanti saya buatkan susu kedelai, ya," ucapnya dengan nada penuh kasih.

Olivia hanya memutar bola matanya, malas menanggapi. Dengan gerakan cepat, ia melepaskan mukenah yang sedari tadi menempel di tubuhnya. Keringat membasahi pelipis, membuatnya merasa gerah. "Akhirnya," gumamnya pelan, sambil mengibaskan tangan ke lehernya yang terasa panas.

---

"Jangan ditiup, Olivia... tunggu sampai agak dingin," tegur Maalik lembut sambil menahan tangan istrinya yang hendak meniup gelas berisi susu kedelai hangat.

"Kenapa sih? Orang panas..." gerutu Olivia sambil manyun, lalu melirik gelas itu sebal dengan wajah masih memerah karena gerah.

Maalik tersenyum kecil. Ia menarik napas, lalu menjelaskan dengan sabar. "Dalam Islam, meniup makanan atau minuman itu tidak dianjurkan. Rasulullah pernah bersabda, janganlah kalian minum sambil bernafas di dalam bejana, dan jangan pula meniup ke dalamnya. Karena selain bisa membuat minuman terkontaminasi, itu juga dianggap kurang sopan." Suaranya tenang, seolah ingin menuntun, bukan menggurui.

Setelah dinasihati oleh suaminya, bukannya menurut, Olivia malah tetap bersiap meminum susunya. Namun kali ini bukan meniup, melainkan ia justru menyedot-nyedot uap hangat dari gelas itu dengan wajah serius, seakan-akan itu solusi terbaik.

Maalik terbelalak, matanya membulat bingung. "Kamu ngapain, Olivia?" tanyanya dengan nada tercampur antara heran dan geli.

Olivia menoleh santai, bibirnya masih menempel di pinggir gelas. "Katanya nggak boleh ditiup, yaudah gue sedot aja biar cepat dingin," jawabnya tanpa merasa bersalah.

Sejenak Maalik terdiam. Hatinya ingin sekali menegur, tapi rasa geli lebih dulu menguasainya. Ia menutup mulut dengan telapak tangan, berusaha menahan tawa yang nyaris pecah. Wajah Olivia tampak polos sekali, seperti anak kecil yang sedang mencari cara agar menang sendiri.

Maalik akhirnya tidak kuasa lagi, tawanya pecah, hangat memenuhi ruangan. "Ya Allah, Olivia... ada-ada aja caramu," ucapnya sambil menggeleng, lalu mengusap lembut rambut istrinya.

Olivia justru tersenyum puas, merasa seakan tindakannya masuk akal. "Kan bener, nggak ditiup," katanya santai, lalu kembali menyedot-nyedot uap susu dengan penuh keyakinan.

Maalik menghela napas panjang, menyerah pada kepolosan istrinya. Dalam hati, ia merasa hidupnya jauh lebih berwarna sejak ada Olivia yang selalu bisa membuatnya tertawa meski dalam hal-hal paling sederhana.

----

Sudah pukul 11.30 malam, tetapi mata Olivia tetap saja enggan terpejam. Ia heran, biasanya begitu kepalanya menyentuh bantal, dalam hitungan menit ia langsung terlelap. Namun kali ini berbeda, seakan rasa kantuk justru memilih menjauh.

Ia sudah mencoba menghitung domba dalam imajinasinya, satu demi satu melompati pagar kayu, namun tetap tak berhasil. Ia membalikkan bantal, memiringkan tubuh ke kanan, ke kiri, bahkan berguling beberapa kali, tapi tetap saja matanya segar. Saking kesalnya, Olivia menghentak-hentakkan kakinya di kasur, membuat suara berisik.

Maalik yang semula hampir terlelap di sofa tersentak bangun karena mendengar grasak-grusuk istrinya. Suaranya serak ketika bertanya, "Ada apa, Olivia?"

Olivia menoleh sebentar, wajahnya terlihat kusut. "Nggak ada apa-apa," jawabnya ketus, lalu menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya, seakan ingin menghilang dari pandangan.

Maalik hanya menatapnya sebentar, kemudian kembali memejamkan mata. Namun sebenarnya, ia tidak tidur lagi. Ia hanya diam, pura-pura terlelap, sementara telinganya tetap waspada mendengar suara gelisah istrinya.

Hingga jarum jam menunjuk pukul 12.30, Olivia masih berjuang. Ia berkali-kali berpindah posisi, mendesah kesal, bahkan kepalanya sudah tidak lagi berada di sisi kepala ranjang, melainkan hampir tergelincir ke ujung.

Maalik akhirnya tak tahan lagi. Ia bangkit dari sofa, melangkah perlahan menghampiri ranjang, lalu duduk di sisi tempat tidur. Dengan suara lembut ia bertanya, "Kamu kenapa, Olivia?"

Olivia menutup wajah dengan kedua tangannya. "Nggak tau! Gue nggak tau!" serunya, frustasi.

Maalik mencondongkan tubuh sedikit. "Kamu lapar?" tanyanya hati-hati.

"Nggak! Gue nggak lapar!" Olivia menggeleng cepat, suaranya meninggi.

"Terus, apa?"

"Gue nggak tau!! Gue nggak bisa tidur!!" sahutnya keras, hampir menangis.

Maalik terdiam sejenak, menatap istrinya dengan penuh pengertian. Ia tahu Olivia sedang lelah, tapi justru tubuhnya menolak istirahat. Padahal dari pagi ia tidak minum kopi, tidur siang pun sebentar saja. Entah mengapa malam ini matanya begitu sulit terpejam.

Maalik mengelus pelan punggung istrinya yang berguncang karena kesal. Dengan suara lembut ia menawarkan, "Mau saya buatkan susu kedelai lagi?"

Olivia mendengus, matanya berkaca-kaca. "Nggak mauu! Gue mau tidurr... tapi nggak bisaaa!" suaranya pecah, benar-benar frustasi.

Maalik menatapnya dengan iba, lalu perlahan mengusap kepala istrinya. Senyumnya tipis, penuh kesabaran. Dalam hati ia bertekad malam ini harus ada cara agar Olivia bisa tenang dan akhirnya terlelap.

Maalik menarik napas dalam-dalam, menatap istrinya yang semakin terlihat kelelahan. Olivia meremas ujung selimut dengan gemas, wajahnya kusut, matanya memerah karena sejak tadi dipaksa terpejam tapi tak berhasil.

Dengan perlahan, Maalik menyingkirkan selimut yang menutupi tubuh istrinya. Ia menunduk sedikit, lalu berkata lembut, "Sini, dekat sama saya."

"Nggak mau!" tolak Olivia cepat, suaranya penuh kekesalan.

Maalik tetap sabar. "Olivia..." panggilnya pelan, seolah merayu.

Namun Olivia justru menggeleng keras. "Nggak mau! Nggak mau! Nggak mau!" erangnya sambil menutup wajah dengan kedua tangan, hampir seperti anak kecil yang merajuk.

Maalik menghela napas panjang. Lalu dengan nada tegas namun tetap lembut ia memanggil, "Olivia Yvaine Hadikusuma..."

Olivia sontak terdiam. Nama lengkapnya yang jarang sekali dipanggil membuat hatinya bergetar. Ia menoleh perlahan, lalu akhirnya beringsut mendekat dengan wajah merengut.

Tanpa menunggu lama, Maalik langsung meraih tubuh istrinya ke dalam pelukan. Olivia sempat menggeliat, hendak berontak, namun pelukan hangat suaminya terasa begitu menenangkan hingga perlawanannya mereda.

Dengan suara pelan dan khusyuk, Maalik mulai melantunkan surah Al-Fatihah, disusul Ayat Kursi, kemudian Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Naas. Suaranya meresap, tenang, seperti lantunan doa yang turun langsung ke hati. Setelah itu ia menutup dengan doa tidur, ucapannya sederhana namun penuh kasih.

Olivia yang tadinya masih gelisah perlahan mulai tenang. Matanya yang berat akhirnya tertutup sedikit demi sedikit, tubuhnya lemas dalam dekapan suaminya. Maalik terus mengelus punggungnya dengan gerakan lembut, menyalurkan rasa aman yang tak terucapkan.

Tak butuh waktu lama, Olivia benar-benar terlelap di pelukan Maalik. Napasnya teratur, wajahnya damai, seakan semua keresahan barusan lenyap begitu saja.

Maalik menunduk, menatap istrinya yang tertidur pulas dengan senyum tipis. Ia mengecup keningnya pelan dan ikut terlelap.

1
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor /Good/
komurolaa: terimakasih kak💗
total 1 replies
Gái đảm
Endingnya puas. 🎉
Hoa xương rồng
Teruslah menulis dan mempersembahkan cerita yang menakjubkan ini, thor!
komurolaa: terimalasih kak
total 1 replies
Dani M04 <3
Menggugah emosiku.
komurolaa: terimakasih sudah mampir kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!