Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Drttt ...
Gawai Rasyid bergetar, memecah suasana hening yang terjadi. Ia merogoh gawai itu didalam sakunya, lalu bangkit agak menyingkir untuk menerima panggilan sang Ibu-Hilma.
Dan saat ini Rasyid berdiri diteras samping, berhadapan langsung dengan kolam renang.
"Hallo, ada apa Bu?" jawab Rasyid dengan suara dinginya.
📞 "Rasyid, kamu sekarang dimana? Ibu cari dikantor, kata sekertaris mu kamu cuti?!" suara Bu Hilma agak sedikit jengkel, perihal putranya yang sekarang mulai agak menjauh.
Rasyid mendesah lemah, "Aku memang ambil cuti, Bu. Ini aku menghadiri acara dirumah Bu Fatiya, atas 4 bulanannya istriku!"
Bu Hilma saat ini tengah terkejut hebat. Apa-apaan madunya itu? Mengapa lancang berbuat semaunya, demi menarik perhatian Rasyid. Bu Hilma menggeram, mengepalkan tangan sebelah.
📞 "Rasyid ... Mamah pokoknya nggak mau tahu! Kamu harus kembali kekantor sekarang, dan urus semua proyek-proyekmu ini!".
"Nggak, Bu! Nggak mungkin Rasyid pergi, sementara acaranya belum selesai. Lagian, ini acara 4 bulanannya cucu Ibu. Seharusnya Ibu juga melakukan hal yang sama dengan Bu Hilma!" Rasyid terlihat frustasi sekali.
📞 "Ibu nggak mau tahu, Rasyid ... Pokoknya kamu harus pergi dari rumah Fatiya!" Dengan cepat, Bu Hilma menekan tombol merah untuk mengakhiri pembicaraanya dengan sang putra.
Ia yang saat ini masih berdiri didalam ruangan putranya, mencoba mengatur nafas, agar tidak dicurigai para karyawan Rasyid. Wajahnya memerah menahan emosi, diiringi desahan nafas yang tidak teratur.
'Fatiya benar-benar kurang ajar! Awas saja, aku akan membuat perhitungan untuknya.'
Setelah mengatakan itu, Bu Hilma beranjak keluar kembali.
Sementara Rasyid, ia kini baru akan beranjak, membalikan badan. Namun sang Ayah sudah berdiri kebelakangnya sejak tadi. "Ibumu yang baru saja menelfon?" Tuan Gio membuka suara.
"Ibu memintaku pulang, Yah ...." adu Rasyid.
"Acara baru setengah jalan. Lagian, ini acara 4 bulanan kehamilan istrimu, Rasyid! Untuk kali ini, abaikan saja permintaanya." Setelah itu Tuan Gio melenggang masuk kedalam.
Rasyid juga mengikuti langkah Ayahnya. Mereka duduk kembali, menyimak acara yang tergelar selanjutnya.
Selang 15 menit berlalu, dari depan dihebohkan dengan kedatangan seseorang.
"Assalamualaikum ...."
Semua pasang mata menatap kearah pintu utama, begitu ada seseorang yang mengucapkan salam.
Seakan sengaja ingin merusak acara yang digelar Bu Fatiya, Bu Hilma kini datang tanpa diundang. Ia yang mengenakan abaya bewarna hitam, serta jilbab hitam juga, seakan kini mengundang pro dan kontra bagi yang melihat.
Tuan Gio menggeram, mengepalkan tangan, sudah tersulut emosi. Sementara Bu Fatiya, ia mendesah dalam menatap madunya berdiri menantang diambang pintu.
Rasyid juga tak kalah shock, melihat Ibunya senekad itu.
'Duh ... Nyonya Hilma apa-apan sih?! Kok malah pakai baju buat melayat gitu. Padahal 'kan ... Ini acara 4 bulanan cucunya sendiri.' batin Bik Ulfa yanh juga menatap kearah Majikannya.
Bu Hilma mengembangkan senyum, menatap para keluarga inti. Disana juga ada keluarga Bu Fatiya, dan para kerabat lainnya.
"Maaf, jika saya datang terlambat! Sebagai ISTRI PERTEMA TUAN GIO ... Saya merasa terhormat mendapat undangan dari MADU SAYA-Fatiya!" serunya tersenyum penuh maksud.
Rasyid dengan cepat bangkit. Ia kini menarik lengan Ibunya untuk diajak menyingkir. "Rasyid, kamu apa-apaan sih?!" kata Bu Hilma begitu sang putra melepaskan genggaman tanganya.
"Bu ... Ibu mau ngapain datang kesini? Dan lagi ... Lihatlah busana Ibu! Ini acara doa bersama 4 bulanan istriku. Tapi Ibu tidak juga memakai abaya hitam seperti ini!" geram Rasyid menatap penampilan Ibunya.
"Hilma ... Kamu sengaja 'kan ... Ingin merusak acara yang digelar, Fatiya? Untuk apa kamu datang kesini? Nggak ada yang mengundangmu!" tekan Tuan Gio masih memelankan suaranya. Jika saja tidak ada tamu, pasti ia sudah mecaci maki istrinya itu.
Bu Hilma memalingkan wajah semabari mengulas senyum sinis. "Kenapa, Mas? Kenapa kamu selalu menuduhku seperti itu? Meskipun aku tidak diundang ... Tapi aku juga istrimu, Mas! Aku istri SAH mu, dan aku ini istri pertama mu!" kedua mata Bu Hilma sudah memanas. Bibir merah merona itu bergetar menahan tangis.
"Bu ... Tapi tidak dengan bersikap seperti ini. Semua orang juga tahu jika Mamah istri pertama Ayah. Rasyid mohon, hentikan semua ini!" sela Rasyid menampakan wajah lelahnya.
Bu Hilma beralih menatap putranya. "Kamu putra Ibu, Rasyid! Seharusnya kamu dapat menjaga perasaan Ibu dengan tidak hadir diacara wanita itu! Dia telah menghancurkan hidup Ibu, Rasyid-"
"SUDAH CUKUP, HILMA! HENTIKAN SEMUA DRAMAMU!" Sentak Tuan Gio. Tanganya sudah terangkat, namun Rasyid menarik lengan itu.
"Yah ... Lebih baik Ayah kembali masuk saja!" Rasyid melepaskan tangan Ayahnya.
Hah!!! Tuan Gio mendesah kasar, melirik bengis kearah istri pertamanya. Setelah itu ia berjalan masuk kembali.
Bu Hilma menjatuhkan tubuhnya diatas bangku, tubuhnya bergetar diiringi air mata yang sudah menganak sungai. Ia juga sejujurnya lelah menjalani hidup seperti ini. Sejak dulu, meskipun ia istri pertama, namun selalu di nomor duakan. Tidak ada senyum hangat yang ia terima dari suaminya. Bahkan, Tuan Gio tidak pernah sekalipun menjamahnya.
Rasyid tidak tega menatap Ibunya terpuruk seperti itu. Ia mendekat, bersimpuh didepan tubuh Ibunya. Ia mengusap tangan Bu Hilma dengan lembut.
"Maafin Rasyid, Bu! Rasyid hanya tidak ingin melihat Ibu semakin sakit. Sudah ... Kita pulang saja!" Rasyid membantu Ibunya bangkit.
Mereka berdua berjalan masuk kembali, namun tiba-tiba ....
"Rasyid, kamu mau kemana, Nak?" tanya Bu Fatiya yang kini mengikuti langkah putranya.
Rasyid begitu Bu Hilma menghentikan langkahnya. Ia menoleh "Saya pamit pulang dulu!"
"Rasyid, tapi acaranya belum selesai, Nak!" Bu Fatiya kini mendekat. Sorot matanya jelas terluka, melihat bagaimana sayangnya sang putra kepada Hilma.
"Sudah, stop Fatiya! Rasyid putraku! Jadi, jagan bersikap seolah kamu berhak atasnya!" tekan Bu Hilma. Ia lalu menarik lengan putranya, "Ayo, Rasyid!"
"Permisi ...." Rasyid tertunduk segan, lalu mengikuti jalan Ibunya dari belakang.
'Ya Allah ... Rasanya sakit sekali.' Bu Fatiya mengusap dadanya, menatap sendu kearah mobil yang sudah dinaiki sang putra. 'Akulah Ibu kandungnya, tapi mengapa wanita lain yang mendapat kasih sayangnya?!'
"Sudah, jagan terlalu dipikirkan!" Tuan Gio sudah berdiri dibelakang istrinya, mengusap punggung Fatiya dengan sayang.
"Bu ... Ayo masuk! Mas Rasyid terpaksa pulang," Bella juga menenangkan perasaan Ibunya.
Meskipun terasa berat, namun Bu Fatiya harus bersabar lebih dulu. Semoga saja kelak, entah itu kapannya, ia pasti akan bahagia hidup bersama putranya lagi.
*
*
*
Rasyid mencengkram kuat kemudi mobilnya. Manik matanya mengerjab beberapa kali. Air mata itu luruh, merindukan sosok yang tak terlihat oleh netranya lagi.
"Kamu harus secepatnya melupakan Jesica, Rasyid! Ibu nggak mau melihat kamu serapuh ini!" Bu Hilma menatap lurus kedepan.
"Nggak! Aku sudah berjanji kepada diriku sendiri, bahwa hanya Jesica pelabuhan akhir cintaku! Aku tidak akan pernah menikah lagi!" sahut Rasyid tanpa menatap Ibunya.
Mobil Rasyid sudah berhenti dihalaman rumah utama.
jangan lupa mampir dan react balik yaaa. thank you