Seorang gadis berusia tujuh belas tahun secara tak sengaja menyelamatkan nyawa seorang raja mafia yang dingin dan penuh bahaya. Bukannya jadi korban dalam pertarungan antargeng, ia malah jadi istri dari pria yang selama ini ditakuti banyak orang.
Gadis itu polos dan manis. Sedangkan pria itu tegas dan kuat, dan hampir sepuluh tahun lebih tua darinya. Tapi, ia tak kuasa menolak perasaan hangat yang gadis itu bawa ke dalam hidupnya.
Meski membenci dunia gelap yang pria itu jalani, ia tetap tertarik pada sosoknya yang dingin dan berbahaya.
Dan sejak saat itu, takdir mereka pun saling terikat—antara gadis menggemaskan dan raja mafia muda yang tak pernah belajar mencintai...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Good work!
"Bagaimana?" tanya Lucien pelan, suaranya terdengar datar.
"Sudah selesai," jawab Aiden sambil menyerahkan sebuah dokumen.
Lucien menerimanya, membuka halaman demi halaman dengan tenang. Begitu melihat isinya, senyum tipis terukir di wajahnya.
Senyum itu tidak luput dari pandangan Aiden. Meski sedikit terkejut, ia tetap berusaha menjaga ekspresinya tetap datar.
Di dalam dokumen itu, tertera foto Liora dan dirinya. Wajah Lucien memang tidak terlihat jelas, namun sosoknya tetap memberi kesan kuat dan berwibawa.
"Kerja bagus," ucap Lucien, lalu menutup dokumen itu perlahan. "Bulan ini, naikkan gaji seluruh karyawan dua kali lipat."
Aiden sempat terdiam, sebelum akhirnya menunduk sambil menahan senyum.
"Terima kasih, Tuan. Akan segera saya atur."
"Hari ini aku nggak akan ke kantor. Kamu yang urus semuanya," ucap Lucien singkat sebelum menaiki tangga ke lantai atas.
Aiden menatap punggung tuannya yang semakin menjauh. "Tuan, masih banyak urusan penting yang menunggu di perusahaan!" serunya, terdengar agak terburu-buru.
Tak lama, paman Elias—kepala pelayan—muncul sambil membawa nampan kosong. Ia melirik Aiden dan tersenyum kecil.
"Jarang sekali Tuan Muda menunjukkan ketertarikan pada seseorang. Bagus juga kalau akhirnya ada yang bisa melembutkan hatinya," ujarnya ringan namun penuh arti.
Aiden menghela napas panjang. "Tapi dia santai-santai di rumah, sementara aku harus lembur. Biasanya, dia sendiri yang turun tangan langsung."
Pria paruh baya itu tersenyum tipis. "Kamu seharusnya bersyukur. Situasi sekarang jauh lebih baik dibandingkan dulu."
Aiden hanya menggeleng. "Sudahlah, aku balik ke kantor dulu. Masih banyak yang harus dibereskan."
"Baik. Hati-hati di jalan," balas Elias ramah.
Begitu Aiden pergi, pria tua itu menoleh ke arah lantai tiga. Senyum samar kembali muncul di wajahnya.
......................
Lantai tiga.
Lucien sudah berganti pakaian rumah, tetap dengan warna gelap seperti biasanya.
Sementara itu, Liora mulai terbangun. Perlahan, matanya terbuka, menatap langit-langit kamar yang dihiasi lampu kristal mewah. Cahaya lembut yang dipantulkan lampu itu memberi ketenangan.
Liora tetap berbaring, menatap lampu itu dalam diam. Ia belum sepenuhnya sadar di mana dirinya sekarang, tapi pikirannya mulai dipenuhi pertanyaan.
Saat ia larut dalam pikirannya, suara seseorang tiba-tiba menyapanya.
"Kamu sudah bangun," ucap seseorang dengan nada pelan.
Liora langsung menoleh. Lucien berdiri tak jauh darinya, dengan pakaian rumah yang sederhana namun tetap rapi.
Lucien melangkah mendekat dan duduk di tepi ranjang. Tatapannya tenang, senyum tipis menghiasi bibirnya.
"Kali ini kamu nggak melarikan diri lagi?" ucapnya santai.
Lucien menatap gadis itu, lalu terkekeh pelan.
"Apa yang lucu?" tanya Liora dengan cemberut, mencoba menutupi rasa malunya.
Liora menoleh ke samping, berusaha menghindari tatapan pria itu. Tapi saat ia berpaling, sebuah tas berisi dokumen tiba-tiba disodorkan ke arahnya.
"Apa ini?" tanya Liora bingung.
"Lihat saja," jawabnya singkat.
Perlahan Liora membuka dokumen itu. Begitu melihat tulisan “Surat Nikah”, matanya langsung membulat. Ia menoleh cepat ke arah pria itu dengan wajah kaget.
"Ini... surat nikah?" suaranya terdengar ragu.
"Iya. Bukankah kamu sendiri yang bilang ingin menikah denganku?" balas Lucien santai.
Gadis itu kembali menunduk, menatap dokumen itu lekat-lekat. Rasanya masih sulit dipercaya.
Ia mengangkat kepala dan menatap pria itu dengan serius. "Kalau kita memang sudah menikah, kamu nggak boleh umumin soal ini ke publik! Dan kamu juga nggak bisa seenaknya lakuin hal-hal yang nggak aku suka."
Lucien hanya menatapnya dalam diam. Ia tahu persis apa yang sedang dipikirkan gadis itu.
"Jangan khawatir. Aku akan menunggu sampai kamu siap. Aku cuma ingin kamu tahu satu hal—aku nggak akan pernah menyakitimu," ucap Lucien lembut.
Kata-kata itu membuat Liora terdiam. Ia tidak menyangka, pria itu bisa berkata semanis itu
"Ya, kita bisa bicarakan ini lagi nanti," ucapnya pelan.
Lucien mengulurkan tangan, mengusap lembut rambut Liora. "Mulai sekarang, anggap ini rumahmu," ucapnya pelan.
Mendengar kata “rumah” membuat hati Liora hangat. Meski belum ada rasa pada pria itu, ia benar-benar menghargai ketulusan Lucien.
"Aku akan mencoba terbiasa," balasnya sambil tersenyum kecil.
"Pergilah mandi, lalu turun untuk makan," ucap Lucien.
Liora beranjak, namun langkahnya terhenti ketika matanya menangkap pintu sebelah yang terbuka. Sebuah walk-in closet mewah tampak jelas—berisi deretan baju, tas, sepatu, hingga parfum wanita yang tertata rapi.
"Aku sudah siapkan semuanya. Pakailah yang kamu suka," ucap Lucien pelan.
Liora sempat menatapnya sejenak, lalu mengangguk tanpa banyak bicara, sebelum masuk ke kamar mandi.
Lucien hanya tersenyum melihat punggungnya yang perlahan menghilang.
--
Dua puluh lima menit kemudian.
Liora keluar dengan pakaian santai—kaus putih longgar dan celana jeans ketat. Rambutnya diikat kuncir kuda tinggi, membuatnya terlihat lebih segar dan muda.
Meski tampak sederhana, pakaian itu bernilai jutaan, khusus dipesan oleh Lucien.
Saat menuruni tangga, gadis itu melihat meja makan yang penuh dengan hidangan, matanya langsung berbinar.
"Banyak sekali makanannya," ucap Liora dengan wajah senang.
Lucien memandangi senyumnya.
Sepertinya gadis itu sudah melupakan semua hal buruk yang terjadi kemarin.
"Ayo makan."
Liora langsung duduk dan mulai menyantap hidangannya dengan lahap.
Tiba-tiba, ia teringat sesuatu. Ia melirik Lucien dengan rasa penasaran. "Apa kamu gak mau melepaskan topengmu itu?" tanyanya pelan.
Lucien menghentikan gerakannya. Ia menatap gadis itu, lalu menjawab tenang, "Aku udah bilang... aku ingin kamu yang melepasnya sendiri. Tapi hanya saat kamu benar-benar jatuh cinta padaku."
Liora terdiam. Ia tahu betul maksud ucapannya. Tanpa berkata apa pun, ia hanya menatap pria itu, hatinya terasa semakin sulit ditebak.
ditunggu up nya lagi...😊