Albar tak bisa terpisahkan dengan Icha. Karena baginya, gadis itu adalah sumber wifinya.
"Di zaman modern ini, nggak ada manusia yang bisa hidup tanpa wifi. Jadi begitulah hubungan kita!" Albar.
"Gila ya lo! Pergi sana!" Icha.
Icha berusaha keras menghindar Albar yang tak pernah menyerah mengejar cintanya. Bagaimana kelanjutan cerita mereka?
*Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Auraliv, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 - Jebakan
Reina berdiri di depan kaca kamarnya, memainkan ponselnya dengan tatapan penuh perhitungan.
Kalau Albar nggak bisa gue rebut secara langsung, gue harus bikin mereka ribut dulu. Habis itu, baru gue masuk.
Ia sudah menyiapkan rencana: sebuah jebakan manis dalam bentuk pesan.
Keesokan paginya, Icha datang ke sekolah dengan rambut diikat setengah. Dinda langsung menyambutnya.
“Cha, lo kelihatan pucat deh. Kurang tidur ya?”
“Agak mikirin sesuatu,” jawab Icha pendek.
Belum sempat Dinda bertanya lebih jauh, ponsel Icha bergetar. Ada notifikasi baru dari akun fake yang tak dikenal. Isinya:
‘Lo tau nggak kalau Albar sering bareng Reina di luar latihan? Hati-hati, jangan-jangan dia ada main belakang.’
Icha terdiam membaca itu. Wajahnya langsung berubah.
“Kenapa, Cha?” tanya Dinda penasaran.
“Gak ada… cuma spam,” elak Icha. Tapi hatinya sudah mulai gelisah.
Sementara itu, di koridor, Albar sedang bercanda dengan Rio.
“Bro, lo tau nggak, kemarin Reina bawain gue minuman pas latihan. Katanya biar suara gue nggak serak.”
Rio langsung menepuk jidat. “Bar, hati-hati. Jangan sampe pacar lo salah paham.”
“Ah, Icha percaya sama gue,” jawab Albar santai.
Namun saat ia menoleh, Albar sempat melihat Icha berjalan cepat melewatinya tanpa menoleh sama sekali.
“Cha! Tunggu!” panggilnya.
Icha hanya melambaikan tangan singkat dan terus jalan.
Rio menepuk bahu Albar. “Nah tuh, udah mulai tuh drama wifi-nya.”
Di kelas, Icha berusaha fokus pada pelajaran, tapi pikirannya melayang-layang. Ia teringat lagi pesan anonim tadi. Benarkah Albar ada main sama Reina di luar latihan?
Dinda melirik sahabatnya itu. “Cha, lo yakin nggak ada masalah? Dari tadi lo bolak-balik coret-coret kertas.”
Icha menggenggam bolpoinnya erat. “Din, lo percaya kan sama Albar?”
“Percaya sih. Tapi… lo lebih kenal dia daripada gue.”
Ucapan itu justru membuat hati Icha makin bimbang.
Sepulang sekolah, Albar mengejar Icha di parkiran.
“Cha, lo kenapa sih dari tadi cuek banget?”
Icha berhenti, lalu menatapnya dengan ragu. “Bar, jujur… lo beneran nggak pernah bareng Reina di luar latihan?”
Albar mengerutkan kening. “Hah? Dari mana lagi sih isu itu? Nggak ada, Cha. Gue ketemu dia cuma pas latihan. Udah, titik.”
Icha menunduk. “Tapi ada yang bilang—”
“Cha, denger ya.” Albar mendekat, menatap mata Icha serius. “Sinyal gue nggak pernah pindah. Kalo ada yang bilang gitu, berarti ada yang lagi coba nge-hack wifi kita.”
Ucapan itu membuat Icha tersenyum kecil, meski masih ada keraguan yang menempel.
Di tempat lain, Reina tersenyum puas melihat Icha dan Albar sempat adu mulut kecil. Bagus, satu langkah berhasil. Tinggal tunggu waktu aja.
Namun, ia tidak menyadari bahwa Rio sudah memperhatikannya sejak tadi.
“Cewek itu beneran ada maunya…” gumam Rio sambil menyipitkan mata.
Malamnya, Albar mengirim pesan panjang pada Icha.
“Cha, maaf kalo gue bikin lo ragu. Tapi tolong percaya, gue nggak pernah main belakang. Gue cuma punya lo. Sinyal gue nggak pernah connect ke orang lain. Jangan biarin hacker masuk.”
Icha membaca pesan itu berulang kali. Senyumnya muncul pelan-pelan, lalu ia membalas:
“Oke, gue percaya. Tapi password wifi lo jangan sampe bocor, ya.”
Balasan itu langsung membuat Albar tertawa di kamarnya sendiri. Ia sampai jatuh dari ranjang karena kegirangan.
Keesokan harinya di sekolah, Icha datang lebih ceria. Saat jam istirahat, Albar sengaja mengajaknya ke belakang perpustakaan.
“Cha, gue mau buktiin sesuatu.”
“Apa?”
“Bahwa wifi gue aman.”
Tanpa banyak bicara, Albar mengeluarkan selembar kertas kecil. Di situ tertulis besar-besar: SSID: IchaOnly – Password: Love1234
Icha menutup mulutnya menahan tawa. “Bar, sumpah lo norak banget.”
“Tapi efektif kan? Jadi kalo ada hacker, mereka tetep nggak bisa connect.”
Icha akhirnya tertawa lepas. “Dasar gila.”
Namun, tawa mereka tidak bertahan lama. Dari kejauhan, Reina yang sedang melewati koridor melihat keduanya tertawa bersama di balik perpustakaan. Matanya menyipit penuh dendam.
Oke. Kalo main pesan anonim masih nggak cukup, gue harus bikin bukti palsu. Kali ini, mereka pasti ribut beneran.
Sementara itu, Icha dan Albar berjalan kembali ke kelas sambil bercanda.
“Bar, lo tau nggak, kalo lo jadi wifi, sinyal lo kadang naik turun.”
“Ya maklum, router gue suka terganggu kalo ada hacker deket-deket.”
Icha mencubit lengan Albar. “Bukan itu maksud gue! Maksudnya lo suka bikin gue kesel, tapi juga bikin gue bahagia.”
Albar terdiam sebentar, lalu tersenyum hangat. “Cha, kalo gitu, gue nggak akan berhenti jadi wifi buat lo. Meski kadang sinyalnya gangguan, gue tetep nyala terus.”
Ucapan itu membuat pipi Icha memerah.