NovelToon NovelToon
Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Dihina Camer, Dirajakan Kekasih

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Beda Usia
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ganendra pernah hampir menikah. Hubungannya dengan Rania kandas bukan karena cinta yang pudar, tapi karena ia dihina dan ditolak mentah-mentah oleh calon mertuanya yang menganggapnya tak pantas karena hanya pegawai toko dengan gaji pas-pasan. Harga dirinya diinjak, cintanya ditertawakan, dan ia ditinggalkan tanpa penjelasan. Luka itu masih membekas sampai takdir mempertemukannya kembali dengan Rania masa lalunya tetapi dia yang sudah menjalin hubungan dengan Livia dibuat dilema.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 24

Pintu kamar ditutup dengan suara keras. Lintang melempar ponsel ke atas kasur lalu berdiri di depan cermin, menatap wajahnya sendiri dengan mata berkaca.

“Kenapa harus dia?” ucapnya pelan, hampir seperti gumaman ke bayangan di depannya.

Ia menggigit bibir bawah, menahan luapan emosi yang sejak tadi bergemuruh. Kakinya mondar-mandir, tangannya terus meremas ujung bajunya sendiri.

“Kurang apa aku, ya Allah? Kurang apa?” serunya dengan nada tertahan.

Lintang berhenti, lalu menarik napas panjang. “Sejak pertama kali aku lihat dia, aku tahu hati ini bukan main. Tapi aku diam. Aku jaga perasaan ini baik-baik, nggak ada yang tahu,” ucapnya sambil menunjuk dada sendiri.

Dia duduk di tepi tempat tidur, membenamkan wajah ke kedua telapak tangannya.

“Ternyata yang dia pilih kak Livia. Cewek kuat, cantik, kaya, dan sempurna dalam segala hal,” katanya getir, suaranya mulai bergetar.

“Ya mana bisa dia liat aku? Aku cuma adik sepupu, yang kalau ikut makan bareng pun duduk paling pojok,” ucapnya sambil tertawa hambar.

Lintang bangkit lagi, mendekat ke jendela, menatap ke arah carport yang kini kosong.

“Apa dia pernah sadar aku suka senyum tiap dia nyapa? Apa dia tahu kalau aku sengaja lewat depan garasi biar bisa lihat dia tiap sore?” ujarnya lirih.

Tangannya mencengkram gorden.

“Dia milih Livia karena apa? Status? Kekuatan? Atau karena cewek itu bisa punya apa pun yang dia mau?” imbuhnya dengan nada nyaris penuh dendam.

Lintang menggeleng, matanya mulai memerah.

“Mulai malam ini, aku nggak akan diam lagi. Kalau dia pikir aku bakal nonton mereka bahagia sambil senyum sok ikhlas salah besar,” katanya pelan namun penuh tekanan.

“Aku juga bisa main, Kak. Dan aku juga tahu cara nyakitin balik itu nggak harus teriak-teriak,” ucapnya sambil tersenyum tipis di depan bayangannya sendiri.

Lintang berdiri di depan lemari terbuka, tangannya menelusuri deretan pakaian yang selama ini hanya dipakai untuk terlihat ‘aman’. Blus polos, rok A-line, kemeja panjang semuanya terasa membosankan.

“Mulai besok, aku bukan Lintang yang polos dan nggak dianggap,” gumamnya dengan nada tegas.

Ia menarik satu dress hitam dengan potongan leher V yang belum pernah dipakai. Dulu dibeli karena iseng, sekarang terasa pas untuk niat barunya.

“Aku bakal ubah semuanya,” ucapnya sambil menatap cermin dengan tatapan baru, lebih tajam.

“Rambutku bakal aku blow. Make up harus flawless. Heels? Pasti kupakai. Nggak ada lagi sneakers dan bedak bayi,” katanya sambil merapikan rambutnya ke belakang telinga.

Lintang tersenyum kecil, lalu berkata, “Ganendra harus lihat aku sebagai perempuan. Bukan anak kecil yang cuma numpang duduk di kantor.”

Tangannya meraih parfum mahal milik ibunya yang disimpan sejak lama. Disemprotkannya sekali ke pergelangan tangan, lalu dihirup perlahan.

“Wanginya dewasa. Pas buat besok,” ucapnya puas.

Lintang memutar tubuhnya ke arah meja, lalu duduk dan menatap bayangannya di cermin.

“Usiaku memang dua puluh lima. Tapi cinta ini nggak main-main,” katanya yakin, “Aku bakal bikin Ganendra sadar, dia punya pilihan lain selain Livia.”

Tangannya mengepal di atas meja rias.

“Di kantor besok, aku bakal buktikan. Bukan cuma penampilan, tapi juga kerja. Aku bisa lebih dari sekadar sepupu bos besar,” imbuhnya mantap.

Ia berdiri sekali lagi, melangkah ke arah lemari sepatu, mengambil heels nude yang masih tersimpan rapi di kotak.

“Sampai kapan aku harus diam, nahan rasa yang tiap hari makin dalam? Nggak bisa. Sekarang giliranku bikin dia bingung,” serunya dengan suara rendah namun penuh keyakinan.

Lintang menutup pintu lemari perlahan, lalu menatap keluar jendela, membayangkan wajah Ganendra yang selama ini hanya bisa ia nikmati diam-diam.

Pagi itu, rumah keluarga Danuarta sudah mulai sibuk. Pelayan berlalu-lalang, aroma kopi menguar dari dapur, dan sinar matahari menembus kaca-kaca besar di ruang makan.

Livia duduk santai sambil membuka tablet kerjanya, mengenakan blazer hitam dan celana bahan putih. Klasik dan elegan.

Langkah tumit berbunyi dari arah tangga. Semua kepala sempat menoleh. Termasuk Livia.

Lintang turun dengan rambut terurai bergelombang, blus satin berwarna wine yang bagian atasnya sedikit terbuka, rok pensil ketat selutut, dan sepatu hak tinggi yang baru pertama kali ia kenakan di rumah. Make up-nya tipis tapi berani lipstik merah gelap dan eyeliner tegas.

Livia mengangkat alis, terdiam beberapa detik sebelum akhirnya berkata, “Kamu habis syuting iklan atau mau ke kantor?” tanyanya datar.

Lintang tersenyum manis lalu duduk tepat di sebelah sepupunya.

“Ya ampun, Kak. Masa tampil rapi dikit langsung dikira syuting sih,” ujarnya santai.

“Rapi?” ucap Livia sambil menatap dari atas sampai bawah, “Itu sih lebih ke niat banget.”

“Kan kerja di perusahaan besar, Kak. Masa datang kayak anak magang terus,” tukas Lintang sambil menyeruput teh hangatnya.

Livia melipat tangan di dada, “Tumben kamu peduli penampilan.”

Lintang memiringkan kepala, senyumnya makin manis tapi nadanya makin nyeleneh. “Tumben juga Kak Livia peduli penampilan orang lain. Biasanya cuek.”

Livia menyipitkan mata. “Kamu mau nyindir?”

“Enggak kok,” sahut Lintang cepat. “Aku cuma pengin keliatan dewasa aja. Biar makin cocok disandingin sama orang-orang keren di kantor, termasuk yang suka nganter-nganter bos pagi-pagi,” imbuhnya sambil melirik tajam.

Seketika Livia paham arah omongan itu. Nadanya dingin.

“Kamu mau bilang kamu minta Ganendra antar kamu ke kantor?”

“Boleh, nggak?” tanya Lintang dengan nada lembut namun sengaja dibuat ambigu.

“Enggak. Ganendra itu sopir pribadiku. Udah ada keputusan dari Kakek,” ucap Livia tegas.

Lintang tersenyum kecil, lalu berdiri. “Iya, tahu kok. Tapi siapa tahu suatu hari Kakek berubah pikiran,” ucapnya sambil melangkah pergi, meninggalkan aroma parfum dan sindiran menggantung di udara.

Livia menatap punggung adik sepupunya itu, lalu menarik napas panjang. Matanya gelap, hatinya tak tenang.

Lintang masuk ke ruang kecil khusus supir pribadi di lantai basement kantor RD Grup. Pintu diketuknya ringan. Ganendra yang sedang merapikan jas langsung menoleh.

“Aku boleh masuk, kan?” ujar Lintang sambil menyungging senyum manis.

Ganendra mengangguk, agak heran melihat Lintang yang hari ini berdandan berbeda dari biasanya. Rok span hitam ketat, blus putih sedikit terbuka, serta rambut disanggul rapi dengan beberapa helai sengaja dibiarkan jatuh.

“Kamu nggak biasanya kayak gini,” ucap Ganendra sambil mengalihkan pandangan, berusaha sopan.

“Berubah itu boleh dong. Aku kan udah dewasa,” imbuhnya sambil berjalan ke arah sofa.

Ganendra menarik napas, berusaha tetap profesional.

“Ada yang bisa saya bantu, Nona Lintang?” tanyanya dengan nada formal.

Lintang tertawa pelan lalu duduk di sisi sofa, menyilangkan kaki dengan sengaja, gerakannya menggoda.

“Jangan terlalu formal, Gan. Kita udah kenal lama,” katanya sambil memiringkan kepala, menatap pria itu lekat-lekat.

Ganendra sedikit gelisah tapi berusaha menjaga sikap.

“Maaf, tapi saya sedang bekerja,” jawabnya pelan.

Lintang bangkit, lalu berjalan perlahan mendekati Ganendra yang berdiri kaku.

“Kamu tahu nggak, sejak kecil aku selalu suka cowok yang punya rahang tegas dan tubuh atletis,” bisiknya pelan.

“Lintang…” ucap Ganendra, hampir berbisik, merasa suasana makin canggung.

“Kamu sadar nggak sih, kalau kamu jauh lebih menarik dari semua cowok yang kerja di sini?” ujar Lintang sambil mendekat, hingga jarak di antara mereka hanya setengah langkah.

Ganendra menunduk, menahan diri agar tak terjebak situasi.

“Jangan bercanda kayak gini, aku ini supir kakak kamu,” katanya pelan.

Lintang tersenyum simpul, lalu menyentuh dada Ganendra perlahan.

“Justru karena kamu selalu menahan diri, aku makin penasaran,” katanya sambil menatap matanya.

Ganendra memejamkan mata sejenak. “Aku nggak mau bikin masalah. Jangan paksa aku, Lintang,” ujarnya lirih.

Lintang tertawa kecil lalu mundur. “Aku nggak maksa, cuma pengen tahu… kamu beneran nggak punya rasa sama aku?” tanyanya sambil menggigit bibir bawah.

Ganendra diam. Tak sanggup menjawab. Wajahnya tegang. Lintang memperhatikannya sesaat lalu melangkah pergi.

“Sampai nanti sore, Gan,” ucapnya ringan, sebelum menutup pintu perlahan.

Ganendra terduduk di sofa. Kepalanya tertunduk. Antara bingung, resah, dan takut jika situasi ini terus berlanjut.

Saat Lintang hendak memutar gagang pintu, suara berat Ganendra menghentikannya.

“Tapi maaf… cintaku cuma buat Livia Mareta Danuarta,” ucapnya mantap, tak lagi ragu.

Lintang berhenti. Punggungnya menegang. Tangannya yang memegang gagang pintu ikut membeku.

Dia menoleh pelan, menatap Ganendra dengan tatapan sulit diartikan.

“Serius kamu barusan ngomong kayak gitu?” tanyanya pelan, nyaris tak terdengar.

Ganendra berdiri, wajahnya tegas, tidak ada lagi getaran atau keraguan seperti tadi.

“Aku serius. Kamu orang baik, Lintang. Tapi bukan kamu yang aku cintai,” katanya sambil menatap lurus, seolah tak ingin ada ruang untuk disalahpahami.

Lintang tersenyum miring, menyembunyikan kecewa di balik wajah santainya.

“Wah, ternyata kamu udah milih, ya,” ujarnya sambil tertawa pendek.

Ganendra tidak menjawab. Ia hanya diam, menatap Lintang dengan sopan tapi tetap menjaga jarak.

Lintang melangkah keluar, tapi sebelum benar-benar pergi, ia sempat berucap lirih.

“Kamu terlalu polos, Gan. Dunia nggak sesimpel cinta itu,” katanya tanpa menoleh, lalu pergi begitu saja.

Pintu menutup dengan suara pelan. Tapi hati Ganendra justru bergemuruh. Bukan karena takut kehilangan Lintang, melainkan karena ia tahu, setelah ini akan ada badai yang lebih besar.

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
sunshine wings
dan kamu emang udah layak dari pertemuan pertama insiden itu Livia .♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Wah aku yg salting.. asekkk.. 💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻💃🏻
sunshine wings
hahaha.. energi ya mas.. powerbank.. 💪💪💪💪💪😍😍😍😍😍
sunshine wings
Kan.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Good Ganendra.. 👍👍👍👍👍
sunshine wings
Yaa begitulah..Mantapkan hati.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Memang ada pilihan lain tapi hati hanya punya satu ya mau gimana lagi ya kan..
sunshine wings
Sudahlaa Lintang nanti makan diri sendiri.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
sunshine wings
kerana Livia yg pertama ada selepas hati Ganendra hancur berkeping².. ♥️♥️♥️♥️♥️
Naila
lanjut
Purnama Pasedu
lintang jadi badai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: duri dalam daging 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😘😘😘😘😘
sunshine wings
Yesss!!! 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
🥰🥰🥰🥰🥰
sunshine wings
daaan calon suami juga.. 🥰🥰🥰🥰🥰
Purnama Pasedu
Livia,,,sekali kali ajak ibunya ganen sama ganen ke restoran
Purnama Pasedu: begitu ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: belum waktunya kak mereka belum resmi pacaran
total 2 replies
sunshine wings
Laa.. rupanya adek sepupu kirain adek sekandung.. buat malu aja.. sadar dri laa ɓiar sedikit.. 🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️🤷🏻‍♀️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
Al Ghifari
lanjut seru banget
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kakak insyaallah besok 😘🙏🏻
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!