NovelToon NovelToon
Kisah Kita

Kisah Kita

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:386
Nilai: 5
Nama Author: RJ Moms

Apa yang kalian percaya tentang takdir? Bahwa sesuatu hal yang tidak akan pernah bisa kita hindari bukan? Takdir adalah hal yang mungkin saja tidak bisa diterima karena berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi percayalah, rencana Allah itu jauh lebih indah meski kadang hati kita sangat sulit menerima nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RJ Moms, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelampiasan rasa

Meski kecewa atas sikap harlan pada chat yang dia kirimkan, Amelia tetap berharap harlan akan menghubunginya. Namun, sampai esok tiba tidak ada chat ataupun telpon dari harlan.

Tidak, Amelia tidak tahan untuk terus tetap diam. Dia menelpon Harlan dan ternyata nomornya kembali tidak bisa dihubungi.

Amelia kembali menangis di samping Ira, memeluk tubuh perempuan itu dengan erat. Tidak ada harapan lagi untuk Amelia.

Harlan, Gunawan dan bahkan uwa nya tidak menginginkan dia, pikir Amelia. Mereka pergi.

“Mel,”

Amelia yang sedang membenamkan wajahnya ke tangan Ira, langsung bangun dan melihat wajah ibunya itu. Ira membuka matanya.

“Mama ….”

Rehan segera datang begitu Amelia meneleponnya dan memberitahu jika Ira sudah siuman. Mereka duduk di samping kiri kanan ibunya.

“Ma, apa yang mama rasa? Mana yang sakit?”

Ira menggelengkan kepala lemah seraya tersenyum tipis pada putrinya.

“Maaf ya, mama pasti udah bikin kalian cemas,” ujarnya dengan suara yang parau.

“Nggak, Ma. Yang penting mama udah siuman dan baik-baik aja. Rehan sama adek gak apa-apa kok.”

“Papa gimana?”

“Papa masih belum sadar, Ma.”

Ira tertunduk lesu. Pundaknya mulai bergoyang naik turun seiring dengan isak tangisnya. Rehan dan Amelia memeluknya dengan erat.

Wanita itu menangis sejadinya, menumpahkan kesedihan yang dia tahan dalam dada.

“Mama mau lihat papa.”

Rehan menghubungi suster, meminta ijin agar ibunya bisa keluar kamar untuk melihat Alex.

Setelah diperiksa tanda vitalnya oleh suster dan dokter, Ira baru diperbolehkan untuk keluar kamar. Keadaan umum Ira sudah stabil.

Di ruang ICU memang tidak boleh ditunggu oleh keluarga, tapi keluarga boleh menjenguknya sesekali untuk menyeka pasien atau meminta ijin untuk berdoa di dalam sana.

Setelah mengambil air wudhu, Ira masuk membawa al Quran kecil. Dia ingin membacakan ayat suci untuk suaminya.

“Bang, nomor Harlan aktif.” Amelia membuka pembicaraan saat mereka duduk di pelataran ruangan.

Rehan menoleh dengan antusias, dia berharap ada kabar baik yang menghampiri adiknya.

“Dia membaca chat adek saat adek bilang papa dan mama tidak sadarkan diri. Tapi kemudian tidak ada balasan apapun sampai detik ini dan nomornya kembali mati. Kalau dia peduli dan masih sayang sama adek, setidaknya dia balas atau telpon adek bukan sih? Tapi ternyata ….”

Amelia menghela nafas berat. “Mungkin sudah waktunya adek menyerah dan menerima kenyataan.”

Rehan tertunduk dengan kedua kakinya di atas lutut.

“Abang akan dukung apapun keputusan kamu, dek. Apapun itu selama kamu bahagia, lakukan.”

Amelia menyandarkan kepalanya pada bahu Rehan.

“Abang, apapun yang terjadi jangan berubah ya. Cuma abang yang adek punya saat ini. Gunawan pergi, kak Harlan juga entah ke mana. Adek tidak punya tempat untuk bercerita lagi.”

“Ngomong apa sih kamu, dek? Berubah gimana? Namanya sodara ya gak akan berubah sampai kapanpun.”

Amelia tersenyum lega mendengar ucapan Rehan, meski hatinya masih tidak bisa melupakan apa yang dikatakan Tuti kemarin.

“Besok kalau mau sekolah, abang yang anterin. Mama udah siuman jadi ada yang jagain papa. Abang juga harus ke toko.”

Amelia mengangguk.

Pagi-pagi sekali rehan dan Amelia sudah bersiap untuk pergi ke sekolah dan Rehan akan pergi ke toko yang masih dalam tahap renovasi atau mungkin lebih tepatnya membangun ulang.

Sesampainya di sekolah, Amelia langsung dihampiri oleh teman-temannya untuk bertanya kabar.

Bagi Amelia itu sudah sangat membantu untuk sedikit banyaknya melepaskan beban yang kini sedang dia hadapi.

“Sebentar lagi kita ujian kenaikan semester, Mel. Kamu harus fokus sama pelajaran dulu.”

“Iya, Wi. Mama udah sadar dan udah bisa jagain papa, aku sama bang rehan bisa melakukan kewajiban yang lain.”

“Sabar, ya, Mel. Allah tau kalian mampu makanya dikasih cobaan seperti ini.”

“Aku tahu, cuma kok lelah ya.”

Dewi dan yang lainnya merangkul Amel bersamaan.

Benar apa yang dikatakan orang bahwa rezeki itu tidak hanya berup harta, tapi memiliki mereka yang peduli pun merupakan rezeki yang tidak ternilai.

Sepulang sekolah, rehan menjemput adiknya. Mereka pergi ke pasar untuk belanja perlengkapan isi kulkas. Ira tidak sempat berbelanja sebelum dia dan suaminya masuk ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah, Amel dan rehan solat dan mandi terlebih dahulu. Mereka kerja sama untuk mencuci dan merapikan sayuran serta daging dan beberapa jenis ikan.

“Masak yang simpel aja ya, bang. Adek mau bikin tumis kangkung sama ikan goreng aja.”

“Bikin sambel dikit, dek.” Pinta rehan karena dia memang tidak bisa maksain jika tidak dengan sambal dan kerupuk.

“Iya.”

Amel memasak dan Rehan merapikan rumah. Dia menyapu dan mengepel lantai sebisanya. Bibi yang selama ini membantu merka tidak masuk karena anaknya mahirkan. Sunggu kebetulan yang sangat tidak menguntungkan.

“Sepi banget,” ujar Amelia saat merka makan. Bahkan Amelia terlihat tidak berselera melahap makanannya yang kebanyakan dilihat tanpa disentuh.

“Tapi kita harus kuat, dek. Mama pasti sangat terpukul dan sedih atas apa yang terjadi sama papa. Kita juga sama, tapi mama pasti lebih menderita dari kita.”

“Iya, Bang.”

Selesai makan, Amelia masuk ke kamarnya untuk belajar. Sementara rehan kembali ke toko.

Masih Amelia yang sama, jika sudah berkutat dengan buku makan dia akan melupakan waktu dan yang lainnya. Dia berhenti saat mendengar suara adzan solat ashar.

Selepas magrib nanti, Amelia dan rehan berencana untuk kembali ke rumah sakit. Untuk itu, Amelia memasak ayam goreng, goreng tahu can tumis toge untuk dia bawa.

Tidak luap Amelia menyiapkan pakaian ganti yang sudah Ira amanatkan padanya.

Saat sedang merapikan pakaian Ira ke dalam tas, ponsel Amelia berbunyi. Nomor baru memanggil.

“Halo, dengan siapa?”

“Mel ….”

“Hmm? Gunawan?”

“Apa kabar, Mel? Sorry ya baru bisa kasih kabar. Ini aku pake nomor temen. Soalnya takut ketahuan ayah.”

“Iya, aku ngerti kok. Gun, maaf ya gara-gara aku kamu jadi dipindahkan. Bener kata uwa Tuti, kalau aku hanya anak pungut yang membawa sial.”

“Kamu ngomong apa, Mel?”

“Oh, iya. Aku belum ngasih tau ya kalau aku ini anak pungut mama dan papa. Aku bukan adik kandung Bang Rehan, Gun.”

Gunawan terdiam, dia merasa terkejut dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Amelia. Wajar.

“Selama merka sayang dan tulus sama kamu, harusnya tidak jadi masalah. Buktinya banyak di luaran sana yang punya orang tua kandung tapi tidak mendapat kasih sayang orang tuanya. Mungkin darah lebih kental dari air, tapi jangan lupa bahwa manusia pun banyak menggunakan air untuk hidup mereka.”

“Dewasa banget kamu sekarang, Gun. Jadi kangen.”

“Me too. I miss you so much, Mel.”

Amelia terdiam. Dia merasa bersalah pad gunawan karena tidak pernah bisa membalas perasaannya. Amelia malah menghabiskan waktunya untuk orang yang sama sekali tidak peduli padanya.

“Libur pulang ke sini gak?”

“Pulang kayaknya. Mau ketemu?”

“Ayah kamu marah gak?’

“Nggak. Sebenarnya ayah gak marah dan gak merubah kita bertemu, cuma waktu itu kita salah karena berbohong.”

“Benar. Sorry ya, Gun.”

“Gak apa-apa. Oh iya, minggu depan sibuk gak? Aku ada pertandingan persahabatan nanti di SMA2 Abdulhalim.”

“Hah? Masa? Semoga kalau aku bisa, aku nonton ya. Sekalian ketemu sama kamu.”

“Harus lah. Kamu kan suport system utama aku. Hehehe.”

“Aku usahakan ya.”

“Sippp. Oh iya jangan save nomor ini ya.”

“Kenapa?”

“Takut kamu ke pintu sama dia, aspalnya dia lebi ganteng dari aku.”

“Ya nggak Noah. Ada-ada aja kamu. Nanti kalau aku butuh kamu. Soalnya, nyarinya ke mana kalau bukan ke no or ini?”

“Bilangnya salah.”

“Salah gimana?”

“Bukan butuh tapi kalau kangen.”

“Ihhh, dasar.”

Mereka berdua terdiam. Gunawan sendiri ngugup dan tidak bisa berpikir lagi hendak mengakan apa pada Amelia. Dia hanya senyum-senyum tidak karuan.sementar Amelia terdiam dengan rasa bersalahnya. Lagi-lagi Amelia merasa bahwa dia hanya memanfaatkan Gunawa karena dia merasa kecewa pada Harlan.

1
The first child
iya bang re, habis manis banget/Drool/
The first child
baca novel dapet bonus belajar agama/Smile/
Emak RJ: Hanya sikit. Aku juga masih belajar hehehe
total 1 replies
Scar
Tengkiuuu thor, bikin liburanku jadi lebih seru!
Emak RJ: Makasih ya udah mampir. Sehat selalu kakak 🫶🏻
total 1 replies
Yoko Littner
karya ini layak dijadikan film, semoga sukses terus thor ❤️
Emak RJ: Masya Allah terharu banget aku. Tanchuuuu ya kakak 🥹🫶🏻
total 1 replies
Mamah Mput(Bilanoure)
wah, ibunya gak suka apa gimana sebenernya? penasaran
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!