Alea, wanita tangguh berusia 25 tahun, dikenal sebagai bos mafia paling ditakuti di Itali. Dingin, kejam, dan cerdas—tak ada yang bisa menyentuhnya. Namun, sebuah kecelakaan tragis mengubah segalanya. Saat terbangun, Alea menemukan dirinya terjebak dalam tubuh seorang gadis SMA berusia 16 tahun bernama Jasmine—gadis cupu, pendiam, dan selalu menjadi korban perundungan di sekolah.
Jasmine sendiri mengalami kecelakaan yang sama... namun jiwanya menghilang entah ke mana. Kini, tubuh rapuh Jasmine dihuni oleh jiwa Alea sang bos mafia.
Dihadapkan pada dunia remaja yang asing dan penuh drama sekolah, Alea harus belajar menjadi "lemah"—sementara sisi kelam dan insting mematikan dalam dirinya tak bisa begitu saja dikubur. Satu per satu rahasia kelam tentang kehidupan Jasmine mulai terkuak—dan sepertinya, kecelakaan mereka bukanlah sebuah kebetulan.
Apakah Alea bisa bertahan di tubuh yang tak lagi kuat seperti dulu? Atau justru Jasmine akan mendapatkan kekuatan kedua untuk membalas semua lu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hinata Ochie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 – Gerbang Ketakutan
Hari itu langit masih sangat gelap menyelimuti bumi, sebuah mobil kargo berhenti di ujung gorong-gorong tua yang tersembunyi di balik reruntuhan bangunan bekas pabrik kimia yang telah lama di tinggalkan. Bau besi berkarat dan bahan kimia yang sudah lama menyatu dalam udara yang lembab. Mereka akan menyusuri tempat itu agar bisa masuk ke dalam menara.
"Melalui lorong inilah dulu Xander kabur dari ELRA. Tapi mereka pasti sudah perkuat jalurnya sekarang." ucap Leo.
"Itu artinya kita harus lebih cepat dan lebih dingin." Sahut Alea. Mereka mengangguk paham. setelah itu mereka turun dari mobil kargo satu persatu, menyusuri lorong gelap dan panjang, penerangan mereka dapatkan dari lampu sorot yang terdapat pada helm masing-masing, agar memudahkan mereka untuk melihat jalan di lorong yang gelap gulita itu, ada genangan air setinggi lutut di sepanjang lorong, membuat mereka agak kesulitan dalam melangkah. Cecilia berjalan di paling belakang, matanya selalu. waspada akan bahaya yang bisa saja menyerang mereka. Sebenarnya Cecilia masih tak mempercayai Alea namun ia tetap mengawasi dari belakang jika ada bahaya datang.
Sudah hampir satu jam lamanya mereka berjalan di lorong sempit dan lembab itu. Dan akhirnya mereka pun sampai di sebuah pintu besi raksasa dengan ukiran simbol mata terbuka, saat Alea menyentuh panel pintu tiba-tiba saja ruangan berubah secara mendadak. Lampu mendadak mati, lalu cahaya biru redup menyelimuti ruangan itu.
*Apa ini semacam ilusi" ucap Zora.
"Itu bukan ilusi. Itu Resonator Jiwa. Teknologi milik ELRA untuk menyaring siapa yang layak masuk. Setiap orang akan berhadapan dengan ketakutannya sendiri." Jelas Xander.
Dan akhirnya satu persatu dari mereka tercerai berai, mereka masuk ke dalam dimensi ilusi masing-masing.
Alea berdiri di ruang makan mewah. Tubuhnya kini kembali seperti sebelum kecelakaan sebagai bos mafia berdarah dingin, mengenakan setelan hitam. Di sekelilingnya, mayat-mayat tak dikenal berserakan. Suara Jasmine menggema di ruangan.
"Kau mengambil hidupku, dan sekarang… apa yang kau bawa untukku?” Terdengar suara Jasmine yang lembut namun penuh luka. Alea terpaku di tempat nya berdiri, ia menggenggam tangannya untuk menguatkan hati.
“Aku tak bisa kembalikan waktumu, tapi aku akan menebusnya. Dengan hidupku, kalau perlu.” ucap Alea tulus, dan tiba-tiba. cahaya. biru perlahan memudar dan ilusi Alea pun buyar. Alea berhasil melawan ilusi nya sendiri dan ia pun dapat melewati pintu itu, namun baru selangkah Alea jatuh pingsan.
Di sisi lain Cecilia masuk dalam dimensi ilusi nya, ia berada di rumah kayu yang terbakar, dan melihat dengan jelas saudaranya yang hangus terbakar. Cecilia dapat mendengar suara adiknya memanggil namun suara itu sangat lemah. adiknya menangis sambil terus manggil Cecilia.
“Kau biarkan aku mati, Kau sembunyi, Cecilia" teriak nya lirih.
Tubuh Cecilia bergetar hebat, perlahan ia menghampiri adiknya , berusaha untuk memeluknya dan meminta maaf padanya.
“Aku tak bisa menyelamatkanmu waktu itu. Tapi aku akan selamatkan orang lain sekarang.” Cecilia memeluk bayangan adiknya dengan eratnya, dan tiba-tiba saja cahaya biru pun memudar. Dimensi ilusi Cecilia buyar seketika. Cecilia tersenyum,
"Terimakasih, aku akan menepati janjiku" ia memandang ke langit langit ruangan itu. Lalu ia terjatuh tak sadarkan diri.
Dalam dimensi ilusi Leo, ia sedang berhadapan dengan Zora, mengarahkan pistolnya tepat di dahi Zora yang sudah terluka parah.
"Kau penghianat Leo, aku sangat percaya padamu" teriak Zora.
"Cih, aku bukan alat ERLA, aku akan melindungi keluarga ku, karena mereka yang terpenting dalam hidupku" Leo melemparkan pistol itu, dan cahaya biru pun memudar, dimensi ilusi buyar seketika.
"ERLA kau tak bisa mempermainkan ku" ucap Leo. Dan ia pun tak sadarkan diri.
Dimensi ilusi Zora, ia berada di sebuah Laboratorium kecil milik ayahnya yang seorang ilmuwan ERLA. Pria itu memegang pisau bedah yang di arahkan pada Zora. Ia menatap tajam Zora seperti sebuah subjek eksperimen.
“Kau adalah proyek gagal, Zora.” Ucap ayah Zora.
Zora menghampiri ayahnya dan mengambil pisau bedah itu dari tangannya, lalu Zora mengamuk dengan menghancurkan semua peralatan Laboratorium yang ada di sekeliling nya.
“Aku bukan objek siapa pun. Aku hidup untuk diriku sendiri.” Zora melempar sebuah besi panjang ke arah monitor sehingga membuat Laboratorium itu meledak, dan cahaya biru pun memudar. Zora tumbang tak sadarkan diri.
...****************...
Perlahan meraka pun sadar di depan pintu besi yang membuat mereka berada di dimensi ilusi. Simbol mata yang semula terbuka kini perlahan menutup dan gerbang pun bergeser.
"A.. apa itu" Cecilia menunjuk pintu besi yang bergeser dengan wajah pucat.
“Itu... cermin. ELRA memaksa kita menghadapi diri sendiri sebelum melawan mereka.” Jawab Alea dingin.
"Rintangan pertama saja sudah seperti ini, pasti akan sangat sulit lagi untuk kita sampai pada Nexus" Sahut Zora.
"Kita pasti berhasil, intinya jangan sampai terkecoh oleh permainan ERLA, kita harus lebih cerdik dari nya" Ucap Alea.
"Kau benar, tapi kita baru melewati pintu pertama, akan ada banyak pintu di dalam sana dan pasti juga akan banyak jebakan yang sudah menanti" Sahut Leo.
Semua saling menatap, entah apa yang akan mereka hadapi di dalam sana nanti. Namun Alea sama sekali tidak takut, walaupun tubuh nya sekarang adalah seorang gadis cupu yang lemah, tapi ada semangat dalam jiwa Jasmine yang membuat Alea menjadi lebih percaya diri.
Alea memandang semua temannya, ia menganggukkan kepalanya, tanda untuk mereka mulai bergerak. Kini mereka memasuki lorong yang semakin gelap dan juga sempit.
Dindingnya mulai berubah menjadi logam halus dan lampu putih steril berkedip di atas. Teknologi ELRA mulai terasa. Mereka menguatkan satu sama lain, dan melangkah perlahan, Alea berada di paling depan sedangkan Cecilia paling belakang.
“Kita sudah masuk perut monster ERLA " bisik Leo.
“Dan kita akan membuatnya memuntahkan semua kebusukan yang mereka telan.” Sahut Alea.
Mereka terus melangkah memasuki lorong yang amat panjang, langkah kaki mereka terdengar bergema di seluruh lorong.