Joi, siswa SMA kelas 2 yang cuek dan pendiam, memiliki kemampuan indigo sejak kecil. Kemampuannya melihat hantu membuatnya terbiasa dengan dunia gaib, hingga ia bersikap acuh tak acuh terhadap makhluk halus. Namun, pertemuan tak terduga dengan Anya, hantu cantik yang dikejar hantu lain, mengubah kehidupannya. Anya yang ceria dan usil, terus mengikuti Arka meskipun diusir. Pertikaian dan pertengkaran mereka yang sering terjadi, perlahan-lahan mencairkan sikap cuek Joi dan menciptakan ikatan persahabatan yang tak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joi momo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pelukan dan pengakuan
Anya terdiam, mencerna kisah hidup Joi yang penuh lika-liku. Ia merasakan empati yang mendalam terhadap Joi. Ia memahami betapa sakitnya hati Joi yang telah berkali-kali terluka oleh Bella. Air mata mulai menetes di pipinya, mengalir di antara jari-jarinya. Ia merasa iba kepada Joi, pria yang begitu polos dan baik hati, namun harus mengalami begitu banyak penderitaan.
Anya bangkit dan memeluk Joi dengan erat. Tubuhnya gemetar, tangisnya pecah. "Maafkan aku, Joi," isaknya, suaranya terbata-bata. "Aku ada di sini sekarang untukmu. Aku tidak tahu kau percaya atau tidak padaku, tapi aku janji akan selalu ada untukmu, selalu menemanimu… walaupun aku sadar bahwa aku ini sebenarnya tidak nyata."
Joi tertegun. Ia tidak menyangka Anya akan bereaksi seperti ini. Ia membalas pelukan Anya, merasakan kehangatan tubuh Anya yang terasa begitu nyata. Ia merasakan kasih sayang yang tulus dari Anya. Ia merasa bersyukur memiliki Anya, sosok yang selalu ada untuknya, sosok yang selalu mendukungnya, sosok yang selalu menemaninya.
Anya melepaskan pelukannya, menatap mata Joi dengan penuh kesedihan. "Aku tahu… aku tahu ada rasa yang kau simpan," ujarnya, suaranya masih bergetar. "Aku juga menyimpannya… tapi… ketahuilah… dunia kita berbeda. Aku dan kau… tidak mungkin bisa bersama."
Air mata Anya kembali mengalir deras. Ia menangis tersedu-sedu, menyesali takdir yang telah mempertemukan mereka, namun sekaligus memisahkan mereka. Ia merasa sedih karena tidak bisa bersama Joi, pria yang telah mengisi hatinya dengan cinta dan kasih sayang. Ia merasa kehilangan karena tidak bisa merasakan kebahagiaan bersama Joi Sebagai mana seharusnya.
sebagai seorang manusia.
**
Mentari pagi menyinari halaman sekolah. Joi duduk di kursinya yang berada di sebelah jendela, tatapannya kosong menatap hamparan luas halaman sekolah. Pikirannya masih dipenuhi oleh Anya, gadis misterius yang telah mengisi hatinya dengan perasaan yang rumit. Ia sadar, ia menyimpan rasa yang dalam kepada Anya. Namun, ia juga menyadari kenyataan pahit: hubungan antara manusia dan hantu, mustahil terjadi.
Sementara itu, di rumah, Anya kehilangan keceriaannya. Suasana hati yang murung menyelimuti dirinya. Ia menatap cermin, mengamati wajahnya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia mulai menyadari kenyataan pahit: ia telah mati. Walaupun sebenarnya ia hanya dalam keadaan koma, Anya tidak menyadarinya karena ia tidak pernah melihat tubuh aslinya. Ia hanya merasakan keberadaan dirinya sebagai entitas yang melayang-layang, tidak terikat oleh raga.
Kegelisahan mulai menguasai Anya. Ia merasa tertekan, terasing. Ia pun berjalan keluar rumah, berjalan tanpa tujuan, hanya mengikuti langkah kakinya sendiri. Ia berjalan dan berjalan, menghilang di antara kerumunan manusia yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ia merasa sendirian, terisolasi dari dunia nyata.
Tiba-tiba, beberapa makhluk menghalanginya. Makhluk-makhluk itu sama seperti yang pernah ia temui sebelumnya—makhluk-makhluk yang menyeramkan dan misterius. Joi tidak ada di sana. Anya tidak bisa melawan. Makhluk-makhluk itu menangkapnya, membawanya pergi ke tempat yang tidak ia ketahui. Kegelapan menyelimuti Anya, menelan dirinya ke dalam jurang ketakutan yang tak berujung. Ia berteriak, namun suaranya tidak terdengar oleh siapapun. Ia melawan, namun kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan makhluk-makhluk itu. Ia hanya bisa pasrah, menunggu nasib yang akan menimpanya. Ketakutan yang amat sangat mencengkeram hatinya, menghancurkan jiwanya. Ia merasa sendirian, terlantar, dan tak berdaya. Ia berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkannya, namun harapan itu tampak begitu tipis. Ia hanya bisa pasrah, menyerahkan segalanya kepada takdir. Ia berharap, setidaknya, Joi akan selalu mengingatnya. Ia berharap, setidaknya, Joi akan selalu mengingat kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama. Ia berharap, setidaknya, Joi akan selalu mengingat senyumnya. Ia berharap, setidaknya, Joi akan selalu mengingat canda tawanya.
Ia berharap… ia berharap…