NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Tidak tahu diri

“Ra, kamu nggak mau lihat keponakanmu?”

Suara lembut Kinanti memecah suasana hening di kamar rumah sakit yang baru saja dipenuhi tawa dan haru.

 Ia sedang menyusui bayinya, sementara David duduk di kursi samping ranjang, menatap mereka berdua dengan mata berbinar. 

Sesaat tadi, saat matanya menyapu ke arah pintu, ia menangkap bayangan tubuh Naura berdiri di sana, nyaris tanpa suara.

Naura menghentikan langkahnya. Ia sempat berpikir hanya akan melongok sebentar dari balik pintu, lalu pergi tanpa suara. Tapi panggilan Kinanti membuat langkahnya terpaku. Perlahan, ia menoleh. Mata mereka bertemu.

Kinanti tersenyum, meski wajahnya masih terlihat pucat karena lelah. “Sini, Ra. Lihat deh… cantik banget bayi ini, Mirip kamu waktu kecil.”

Naura menatap Kinanti dan David bergantian. Dadanya sesak. Senyum itu, suara hangat itu, dan suasana di dalam ruangan itu seperti lukisan keluarga yang utuh, tak ada tempat untuknya di dalamnya. Ia berdiri kaku di ambang pintu, tidak tahu harus melangkah maju atau mundur.

“Tadi Naura pengen lihat, Mbak,” jawabnya akhirnya, suaranya pelan nyaris tercekat, “tapi melihat kalian berdua begitu bahagia, Naura jadi merasa hanya akan jadi pengganggu.”

David langsung berdiri. Wajahnya berubah, kaget, mungkin juga bersalah. “Naura, jangan bicara begitu. Kamu bukan pengganggu.”

Tapi Naura hanya tersenyum. Senyum itu aneh, bukan senyum bahagia. Lebih seperti senyum seseorang yang baru saja menelan kenyataan pahit, dan memutuskan diam adalah cara terbaik untuk bertahan.

“Aku senang semuanya berjalan lancar. Mbak Kinan selamat, bayi juga sehat. Itu yang paling penting, kan?” lanjutnya, mencoba menyembunyikan getaran di suaranya.

Kinanti menatapnya penuh tanya. “Kamu nggak mau duduk sebentar?”

Naura menggeleng. “Nggak, Mbak. Aku harus pulang. Masih banyak yang harus diselesaikan di rumah, aku harus membersihkan rumah juga, nanti kalau Mbak pulang semuanya susah rapi, pasti akan ada tamu banyak kan."

"Diluar lagi hujan Ra, Mang Diman juga baru pamit pulang, coba kalau tau kamu mau pulang, Mang Diman pasti aku minta untuk menunggu."

"Yusuf kayaknya mau pulang jaga, Ra. Kamu bisa pulang bareng dia nanti." kata David yang seringkali menjodohkan Naura dengan Yusuf, semua David lakukan agar hubungan dengan Naura tersimpan rapi, syukur syukur kalau dirinya dan Naura bisa lepas dan saling menyadari kesalahan masing-masing dan tobat. 

“Tidak usah,” potong Naura cepat. Kali ini suaranya tegas. “Biar aku pulang sendiri, naik taxi juga bisa.”

“Mas, antar saja, nggak enak merepotkan Yusuf. Dia sedang sibuk dengan banyak pasien, bisa saja lembur gantikan tugas ,” ujar Kinanti pelan, menyandarkan punggungnya ke bantal ranjang rumah sakit. Matanya masih sayu, tapi senyumnya tidak pudar.

David mengangguk. “Iya juga, ya.”

“Kamu aja yang antar, Mas. Sekalian ambilkan selimut untuk Mauren. Pinjam mobil Yusuf aja, kan tadi Yusuf sudah menawari kalau butuh apa apa.”

“Baiklah, Beib. Aku pulang dulu kalau gitu,” balas David, lalu membungkuk, mencium kening istrinya dengan lembut, disusul kecupan singkat di kening bayi mungil yang terlelap dalam pelukan Kinanti.

Si kecil itu baru beberapa jam lahir, dan telah diberi nama: Mauren. Nama yang dipilih David sendiri, artinya ‘manis’ dan ‘kuat’. Nama yang, entah kenapa, membuat hati Kinanti terasa hangat setiap kali mengucapkannya.

Naura yang dari tadi duduk di kursi pojok dekat jendela, menahan senyum dengan bibir sedikit bergetar. Mendengar David yang akan mengantarnya, jantungnya memukul keras di dada. Wajahnya langsung bersinar, seolah sore yang semula mendung berubah jadi langit cerah tak berawan.

Dia berdiri cepat. “Makasi Mbak,” katanya ceria, lalu mengambil tasnya dan berjalan pelan ke arah pintu, menyembunyikan rasa senang yang begitu besar.

David hanya mengangguk sopan, membuka pintu dan mempersilakan Naura keluar lebih dulu.

Tiba di dalam mobil, suasana sedikit canggung. David menyetel radio pada volume rendah, membiarkan suara musik jazz mengisi ruang tanpa obrolan. Naura mencuri pandang beberapa kali, memperhatikan wajah lelaki yang duduk tenang di sampingnya. Ada guratan lelah di mata David, tapi juga kehangatan yang tak bisa disangkal.

“Selamat ya, Mas,” ujar Naura akhirnya, memecah diam. “Mauren cantik sekali. Mirip banget sama Mas David.”

David tersenyum kecil. “Terima kasih. Semoga dia sehat dan tumbuh jadi anak yang membanggakan.”

Naura mengangguk. “Pasti. Apalagi punya ayah sebaik Mas David...”

Ada jeda. Kalimat itu menggantung di udara, disertai tatapan Naura yang terlalu lama menatap David. Lelaki itu tidak menjawab, hanya menoleh sekilas lalu kembali memandang ke jalan.

Naura menggigit bibirnya. Perasaannya sejak tadi meluap-luap. Dan mobil yang hanya diisi mereka berdua, ditambah momen yang terlalu sunyi, menjadi medan yang berbahaya bagi hatinya yang penuh khayal.

“Mas David,” Naura memanggil lagi, kali ini lebih pelan, lebih lembut.

“Hmm?”

“Mas pernah mikir nggak… gimana jadinya kalau aku yang ada di posisi Mbak Kinanti sekarang?”

David mengerem pelan, seolah refleks mendengar kalimat yang tidak ia duga. Ia menoleh ke arah Naura, dahi berkerut. “Maksudmu?”

Naura tersenyum samar. “Maksudku… kalau yang Mas nikahi itu aku. Apa Mas akan tetap sehangat ini? Tetap sepenuh ini?”

David menghela napas. Ia menepi, menghentikan mobil di pinggir jalan. Pandangannya serius kini, menatap Naura tanpa senyum.

“Naura…” suaranya berat. “Kamu adik iparku. Istriku sedang terbaring di rumah sakit, baru melahirkan anakku. Dan kamu… kamu bicara seperti ini?”

Naura terdiam, tertegun. Tapi bibirnya masih menyunggingkan senyum samar yang penuh keyakinan. “Aku tahu kamu nggak akan mengakuinya, Mas. Tapi kita pernah tidur bersama, dan tidak menutup kemungkinan aku hamil dan juga punya anak."

David menggeleng pelan, Jangan Ra, aku nggak mau Mbak Kinanti tahu, kamu, aku, kita semua akan hancur."

“Naura, kamu anggap saja kemaren itu kesalahan, perbaiki semuanya, aku ingin menganggap keluarga, bukan wanita selingkuhan, maafkan untuk yang sudah terjadi."

Naura menunduk. Tapi bukan karena menyesal. Lebih karena tidak ingin terlihat menangis oleh lelaki yang dicintainya, dengan cara yang salah.

“Kenapa nggak pernah jujur sih, Mas, sama aku?” gumam Naura. “Aku nggak minta jadi istrimu. Aku cuma pengen Mas tahu… ada aku yang benar-benar mencintaimu dan katakan kamu juga cinta aku, minimal saat nggak ada Mbak Kinanti.”

David terdiam. Kepalanya tertunduk beberapa saat sebelum ia berkata, “Kamu mencintaiku… dengan cara melukai kakakmu sendiri. Itu bukan cinta, Naura. Itu ambisi. Obsesi. Dan itu berbahaya. Aku juga cinta, cinta banget sama kamu, tapi akal juga harus kita gunakan."

Naura seperti ditampar. Tapi wajahnya tetap menyimpan kekuatan aneh. Seolah kekecewaan ini bukan akhir, tapi hanya batu sandungan kecil.

"Terlambat Mas, terlambat."

"Belum Ra."

“Kalau gitu antar aku pulang saja, Mas, setelah itu kembalilah pada Mbak Kinanti.” ucapnya datar. “Malam ini aku capek.”

David mengangguk. Ia menginjak pedal, mengembalikan mobil ke jalurnya. Mereka tak bicara sampai rumah Naura terlihat dari kejauhan.

Saat turun, Naura sempat berhenti di depan jendela mobil David. Ia menunduk, lalu berkata lirih, “Aku nggak akan menyerah. Cinta itu butuh perjuangan, kan, Mas?”

David tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, merasa dirinya begitu bodoh, bisa-bisanya terjebak dalam dua cinta yang masih sedarah.

Naura berdiri di depan mobil David yang hendak melaju, seperti siap untuk mengorbankan diri jika roda itu bergerak maju.

"Ra!"

"Aku nggak akan pergi."

"David lalu keluar dan berjalan masuk, sedangkan Naura mengekor dibelakang dengan senyum puas.

Dan di rumah sakit, Kinanti yang baru menyusui Mauren tiba-tiba menggigil dingin. Seolah firasat seorang istri mengabarkan ada cinta lain yang mencoba masuk melalui celah yang tak dijaga.

1
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!